Percakapan Keluarga

Arya melirik lagi Marissa yang masih memasang wajah mesem.

"Kamu ga ngerti sih maksud aku itu apa. Apa aku salah simpati dengan orang yang sedang terluka? Lagian aku heran, kamu kenapa sih sensi terus sama Raya? Kamu tuh kesel karena masa lalu dia yang udah rebut pacar kamu? Apa jangan-jangan kamu cemburu karena kamu pikir aku belain Raya?" tanya Arya tidak biasanya memberikan asumsi dengan tingkat kepedean seperti itu.

Marissa mendelik, lalu menatap Arya tajam.

"Cemburu?" tanya Marissa mengejek.

"Gila lu! Pala lu gue cemburu sama dia!" kata Marissa lagi, kasar.

Arya tersenyum simpul. "Ya udah kalau ga cemburu ga usah marah-marah, dong." Lalu dengan santainya Arya menyetir mobil tanpa pedulikan Marissa lagi yang masih ngedumel sendiri.

Sesampainya di rumah, Marissa langsung masuk ke kamarnya tanpa bicara lagi pada Arya. Bahkan dia tak mau menyempatkan waktu untuk sekedar menyapa mama Arya. Mertuanya.

Marissa membanting pintu dengan kasar.

Mama Arya yang melihat kelakuan menantu kontraknya itu menjadi penasaran lalu bertanya pada Arya, tapi Arya hanya geleng-geleng kepala sambil mengangkat bahu.

Arya pun sama segera memasuki kamarnya sendiri untuk berganti pakaian, akan tetapi dia teringat pada Raya dan akhirnya dia keluar kamar lagi untuk memberi tahu mamanya tentang kejadian yang baru saja terjadi.

Mama Arya begitu syok mendengar kabar tentang Raya. Walau ada rasa kecewa yang mendalam, namun tetap saja Mama sedih mengetahui hal buruk itu sedang menimpa Raya karena bagaimana pun Raya itu sudah di anggap seperti anaknya sendiri sewaktu dia masih berpacaran dengan Arya.

Mama jadi ikut khawatir pada keadaannya dan meminta Arya untuk mengajaknya jika hendak menjenguk Raya. Dan Arya iyakan sebelum dia benar-benar masuk ke dalam kamarnya.

Sebelumnya juga dia sudah meminta tolong pada supir rumahnya untuk membersihkan sisa darah Raya yang menempel di jok mobilnya, tentu saja setelah Arya jelaskan mengenai situasinya.

Kini Arya berdiri di bawah pancuran air hangat. Dia biarkan dirinya menyatu dengan air itu sambil memejamkan mata.

Hari yang berat, batinnya.

Sambil merasakan air mengalir ditubuhnya, Arya berandai-andai.

Seandainya Arya tidak menerima nikah kontrak dengan Marissa apakah dia tidak akan pernah tau kebenaran tentang hubungan gelap Raya bersama Kelvin?

Atau seandainya Arya jadi nikah dengan Raya dan baru mengetahui Raya hamil dan tau itu bukan anaknya lalu Raya menceraikan Arya demi bersama Kelvin. Mungkinkah hal memilukan seperti ini tidak akan terjadi? Mungkin saja kan bayi yang tidak berdosa itu bisa tetap hidup walau Arya terluka.

Harusnya Arya senang. Tapi kisah sedih bayi itu membuat Arya lupa akan kebenciannya pada Raya.

Tapi mau gimana lagi, semua ini sudah terjadi. Arya yang berpikir keras itu berjuang untuk menanamkan kata-kata penghiburan untuk dirinya sendiri, bahwa segala sesuatu yang sudah ia lewati tak perlu lagi ia sesali. Arya hanya perlu menatap ke depan sambil menata hidupnya kembali pelan-pelan.

Setelah dirasa tenang, Arya pun segera bergegas mandi dan menyegarkan diri.

Berbeda dengan seseorang di kamar sebelah.

Marissa berbaring sambil menopang satu kaki dan menggoyangkan kaki tersebut di atas kaki lainnya.

"Cowok gila! Mana mungkin gue cemburu sama si Jalan Raya! Kalo gue cemburu, artinya gue suka sama Arya dong?! Ahhh! Tidakkk! Ga mungkin kan!" Pikiran Marissa jadi kacau.

"Tapi kalau emang gue cemburu gimana dong? Kalau bukan suka lalu alasan apa gue harus cemburu segala? Tapi kan ga mungkin banget gitu loh, seorang gue bisa suka sama Arya? Terus ga mungkin juga kan seorang gue ini mesti cemburu sama si Jalan Raya cewek gila yang ga ada apa-apanya! Ohh nooo! Level gue rendah banget kalo sampe cemburu sama cewek rendahan macam dia!"

Marissa menerawang jauh. Dia menghentikan goyangan kakinya sembari menatap langit-langit kamar dalam keheningan sambil tetap berpikir, lalu kemudian berceloteh lagi "Ah, ini semua gara-gara di Arya. Ngapain sih tadi dia bilang gue cemburu segala! Gue kan jadi mikir macem-macem gini!" Oceh Marissa lagi hingga akhirnya dia merasa lelah setelah berpikir dan berdebat dengan dirinya sendiri.

Marissa mengelus perutnya, "Cintaku kan cuma sama Tio. Makanya aku bisa memilikimu, ya kan Nak?" Marissa ajak ngomong bayi dalam perutnya.

"Ga mungkin lah gue punya celah buat suka sama Arya kalo cinta gue itu buat Tio." katanya lagi meyakinkan dirinya sendiri.

"Gue yakin banget ini, pokoknya ga mungkin bangetlah gue suka sama Arya." ujar Marissa lagi. Sambil terus berpikir seperti itu tanpa terasa dia ketiduran dengan sendirinya.

Sudah lewat dari dua hari. Arya berencana menjenguk Raya setelah dikabarkan oleh Om Randy bahwa sebelumnya operasinya berjalan dengan lancar dan kondisi Raya juga kini sudah mulai membaik.

Arya juga memberi kabar yang sama pada Papa dan Mamanya. Papa sudah tau kabar Raya masuk rumah sakit setelah diceritakan oleh Mama sebelumnya. Mendengar kabar tersebut mereka bersyukur sekali.

Dan rencananya hari ini mereka hendak menjenguk Raya, lagipula ini hari libur kerja jadi mereka memiliki waktu banyak untuk menjenguk Raya.

Mereka bertiga sedang bersiap tanpa Marissa, perempuan itu sudah di ajak oleh Arya semalam namun menolak untuk ikut menjenguk.

Buang-buang waktu saja kata Marissa.

Tapi siang ini keputusannya jadi berubah, entah dapat dorongan dari mana Marissa dari kejauhan teriak-teriak memanggil keluarga ini agar menunggu dirinya.

"Katanya ga mau ikut?" tanya Arya pada Marissa yang berlari-lari kecil mengejar mereka menuju pintu keluar.

"Rissa, jangan lari-lari, Nak! Nanti kalau kamu jatuh gimana? Bahaya kan!" Mama panik memperingati Marissa.

"Ga apa-apa kok Mama Mertua. Rissa ga bakalan jatuh ini." jawab Marissa sesampainya dia berdiri bersama mereka.

Papa tersenyum, "Selamat pagi menantu cantik ku." Sapa Papa ramah, membuat hati Marissa cerah karena sudah di sebut cantik pagi-pagi begini.

"Selamat pagi juga Papa Mertuaku yang lebih ganteng dari anaknya." balas Marissa ngegombal sambil nyindir Arya. Entah bagaimana kedua orang itu bisa tampak akur.

Hingga saat ini Marissa tak segan lagi menganggap Papa Arya sebagai Papanya juga, begitupula Papa, dia benar-benar sudah menganggap Marissa seperti menantu aslinya sendiri. Tak ada kecanggungan diantara keduanya.

Berbeda dengan Mama yang selalu di judesi oleh Marissa. Bagi Marissa, Mama terasa seperti menjaga jarak dengannya. Dari cara Mama menatapnya saja sudah berdeda dengan caranya menatap Raya. Seolah kasih sayang Mama itu sudah tercurah semua untuk Raya, dan tak ada setitik pun tersisa untuk dirinya. Maka dari itu Marissa kurang suka pada Mama.

"Kok mendadak berubah pikiran sih mau ikut?" tanya Arya lagi setelah mulai menjalankan mobil.

"Kalau istri kamu mau ikut emangnya kenapa? Kok kayak yang aneh?" tanya Papa ikut nimbrung dari kursi belakang setelah sepakat untuk memakai satu mobil saja untuk pergi bersama ke rumah sakit.

"Ya aneh aja, Pa. Biasanya dia keras kepala. Kalau sekali bilang engga ya artinya engga, ini kok jadi berubah pikiran gini, kan jadinya mencurigakan." jawab Arya.

"Ciee kamu sampe hapal sifatnya yang keras kepala." Papa malah meledek Arya.

"Kalau ga boleh ikut ya udah ga apa-apa, gue turun aja disini! Biar lu pergi ke sana tanpa gue!" kata Marissa ngambek ga liat situasi dan kondisi kalau orang tua Arya ada di belakang sana.

"Ehh Rissa, jangan Nak. Ini kan jalan tol. Ga boleh kita turunin orang sembarangan, kalaupun bukan jalan tol nanti kamu mau naik apa dan ke mana?" tanya Mama menganggapi ini dengan serius.

Papa tertawa melihat betapa polosnya Mama. "Mamaa.. Mamaa.. Rissa juga pasti tau kalau ini jalan tol. Dia juga pasti tau Arya ga mungkin nurunin dia dari mobil. Makanya Rissa sengaja manja-manja bilang gitu. Iya kan Nak tebakan Papa bener?" tanya Papa seolah berhasil jadi detektif dadakan.

Marissa tersenyum malu. Gelagatnya sudah diketahui. "Ya gitu deh, Pa." jawab Marissa nyengir.

"Kalau Arya sampai beneran turunin Rissa sih siap-siap aja dia kena bogem!" kata Marissa bercanda membuat Papa tertawa dan Mama tersenyum sambil geleng kepala. Sedangkan Arya hanya mendecak kesal tak habis pikir pada perempuan disebelahnya.

"Ada-ada aja kamu, Nak." ucap Mama.

"Terus tadi yang Arya tanyain alasan kamu berubah pikiran apa, Nak? Mama juga pengen tau deh." tanya Mama lagi yang ternyata dari tadi ikut penasaran.

"Yaaa biar Rissa bisa awasi Arya aja, Ma. Dia kan mau ketemu mantannya. Nanti kalau Arya ada rasa lagi sama mantannya yang lagi sedih itu terus merasa kasihan, bisa-bisa Arya suka lagi sama dia kan gawat. Karena Rissa ini istri kontraknya Arya, seenggaknya Rissa harus pastiin kebahagiaan Arya setelah selesai bantuin Rissa nantinya. Masa Rissa biarin mereka balikan setelah apa yang cewek itu lakukan pada Arya. Maka dari itu kalau Rissa ada disana kan bisa menghalau benih-benih cintanya Arya agar tidak tumbuh kembang lagi. Masa Rissa biarin Arya balik lagi sama orang yang udah nyakitiin dia." jelas Marissa panjang lebar.

Arya tertawa terbahak, kedua orang tua nya pun sama ikut tertawa.

"Masa sih alasan kamu ikut cuma karena hal itu? Lagipula kan apa urusannya sama kamu kalau aku suka lagi sama Raya. Kan dari dulu emang aku cinta sama dia. Kalaupun aku balikan juga toh ga ada masalah sama kamu atau siapapun. Mama Papa juga ga akan ngelarang ini. Ya kan, Ma, Pa?" tanya Arya minta persetujuan.

"Iya, Mama juga ga masalah Arya mau sama siapa aja asal dia bahagia. Mau balik lagi sama Raya juga boleh aja kalau memang Arya masih cinta. Walau sebenarnya Mama terlanjur kecewa sih sama Raya tapi Mama bisa apa kalau urusan kebahagiaan Arya. Mama ga akan mau larang-larang. Mama juga kadang sedih karena udah setuju sama perkawinan kontrak kalian. Saat Arya menangis, rasanya sakit sekali hati Mama meskipun memang ada hikmahnya sih, kita jadi tau keburukkan Raya. Tapi tetap aja Mama merasa bersalah karena membelenggu hak Arya untuk memilih pilihan hidupnya. Jadi untuk sekarang dan ke depannya soal kebahagiaan Arya Mama serahkan semua keputusan sama Arya aja. Karena Arya lebih tau kebahagiaan untuk dirinya sendiri." jelas Mama mencurahkan isi hatinya.

Kata-kata Mama menusuk telinga Marissa. Apalagi saat mendengar Mama yang ternyata kecewa karena sudah setuju dengan pernikahan kontrak mereka.

Marissa menghela nafas sebelum bicara "Mama Mertua, maafin Rissa ya kalau ternyata selama ini Mama Mertua ga setuju sama pernikahan kontrak ini. Rissa janji akan pergi sejauh mungkin setelah Rissa melahirkan nanti, dan Rissa pastikan Arya ga akan salah pilih cewek lagi." kata Marissa tak enak hati.

"Aduhh, Nak. Kok ngomongnya seperti itu? Bukan maksud Mama nyalahin kamu atau siapapun. Hanya saja Mama menyayangkan pernikahan ini dulu karena Arya terpaksa melakukannya bukan dari kemauannya sendiri. Kalaupun Arya jadinya merasa cocok sama kamu dan pernikahan ini di ubah menjadi pernikahan sungguhan pun Mama akan tetap mendukung. Karena kembali lagi pada pernyataan Mama tadi, tentang kebahagiaan yang Arya pilih untuk dirinya sendiri. Apapun yang Arya pilih Mama akan tetap ikut senang. Gitu loh, Nak. Jadi kamu tidak perlu minta maaf segala ya." jelas Mama.

"Iya Rissa. Yang di bilang Mamamu ini benar. Kalau ternyata kalian malah jadi cocok dan saling jatuh cinta karena pernikahan kontrak ini, ya kalian bisa lanjutkan dan hidup bersama selamanya di bawah status pernikahan sungguhan. Papa juga setuju kok. Gimana Arya, Rissa? Apakah kalian udah saling cocok sekarang?" tanya Papa meminta saran dan kejujuran dari keduanya.

"GA!" jawab mereka kompak. Arya dan Marissa yang sama terkejutnya dengan jawaban masing-masing itu lantas saling pandang satu sama lain.

"Loh loh bisa kompak gitu sih? Jangan malu-malu deh. Mulut mungkin bicara ngga, tapi hati sebenarnya iya, kan? Hayooo ngakuu.." goda Papa lagi.

Arya geleng kepala. Rissa juga sama.

"Kalaupun Rissa suka Arya dan Arya sebaliknya. Tetap saja tidak bisa. Karena Rissa kan sudah punya anak dari orang lain, Pa." kata Marissa memberi alasan.

"Apa hubungannya dengan anakmu. Dia hanya bayi yang tidak berdosa, tidak ada hubungannya dengan ikatan cinta kalian. Kalau Arya cinta kamu pasti dia bakal terima kamu apa adanya." Kata Papa lagi seolah mendukung sekali hubungan mereka.

"Tetap saja ga bisa, Pa." sanggah Marissa lagi.

"Loh emangnya kenapa, Nak?" tanya Papa heran.

"Marissa malu, Pa. Marissa sadar kalau kelakuan Rissa ini buruk sekali sampai punya anak di luar nikah. Rissa ga mau bikin malu Arya dan keluarga Papa nanti ke depannya." jawab Marissa.

"Itu kan hanya masa lalu Rissa. Asal kamu tidak mengulangi hal seperti itu lagi, bagi Papa sih ga masalah." saran Papa.

"Tetap aja ga bisa, Pa. Lagipula Arya juga pasti ga mau, soalnya dia ini lagi suka sama cewek lain. Cinta pertamanya dia." kata Marissa lagi.

Arya mengerutkan dahinya. Semua orang di dalam mobil itu tampak kebingungan terkecuali Marissa.

"Ohh Arista ya?" celetuk Mama tiba-tiba. Arya hampir menginjak rem mendadak saking terkejutnya. Kebiasaan yang belum hilang.

"Loh kok Mama tau kalau Arista itu cinta pertamanya Arya?" tanya Marissa antusias.

Arya melotot pada Marissa, bisa-bisanya dia mengungkit Arista di depan Papa Mamanya. Apalagi sampai berseloroh asal ngomong kalau Arista adalah cinta pertamanya.

Marissa melirik Arya sambil menaikkan sebelah bibirnya karena tidak suka dipelototi seperti itu.

Papa tampak berpikir "Arista yang di Singapura itu ya Mah?" tanya Papa segera setelah mengingat nama tersebut yang tak asing lagi baginya.

***

Episodes
1 Hari Berdebar Nasional
2 Raya Juga Hamil
3 Kebenaran
4 Rasa Bersalah
5 Pertemuan Aneh
6 Kemenangan Istri Sah
7 Menutup Masalah Untuk Masalah Baru
8 Tamparan
9 Kentut
10 Ancaman
11 Harapan Patah di Kimochi Caffe
12 Siraman Jasmani
13 Ke'GeeR'an
14 Nostalgia
15 Perjalanan Malam
16 Asal Usul Arya Si Anak Kayu Putih
17 Ibu Mertua Rasa Ibu Negara
18 Es Krim Pelangi
19 Si Jalan Raya Di Pinggir Jalan Raya
20 Percakapan Keluarga
21 Sebuah Permintaan
22 Es Krim Pelangi untuk Arya
23 Tangis Penyesalan
24 Urusan Dengan Si Cebeng Matre
25 Bicara Lewat Ketikan
26 Udara Segar yang Menyesakkan
27 Taman Bunga Berdarah
28 Kemauan Hidup yang Kuat
29 Berita Terkini
30 Komentar Netizen
31 Wajah Merah Merona Satu Keluarga
32 Papa Si Mak Comblang
33 Teman dari Thailand
34 Mengungkap Isi Hati Arista
35 Kangen
36 Analisa Wajah
37 Handphone
38 Mengkhayal Cucu Sultan
39 Kecupan
40 Pertunjukan Gratis
41 Kenalan Dalam Kesempa(pi)tan
42 Permohonan Maaf
43 Impas
44 Penipu
45 SURPRISE!
46 Sini Bobo!
47 Ayo Duduk!
48 Suara Horor Dari Dalam Lemari
49 Ketinggalan Tas
50 Penculikan
51 Curhat Menegangkan
52 Kesepakatan
53 Telepon dari Si Cebeng Matre
54 Transaksi
55 Halusinasi
56 Bu Aga Marah-Marah
57 Renungan
58 Hilangnya Perawan Bibir Arya
59 Syok Berat
60 Aneh-Aneh
61 LABRAK
62 Usaha Perjodohan
63 C1uM4π
64 Bidadari
65 Nightmare
66 Menunda Perceraian
67 Tertolak
68 Kecebur Lagi
69 CIMOL
70 Pertemuan Haru Majikan dan Babu
71 GOSIP
72 Duduk di Bangku yang Lembap
73 PERNYATAAN CINTA
74 Ciuman Pertama atau Kedua?
75 Taruhan
76 Bukan Bulan Madu
77 BERSATU
78 Bayar Hutang
79 Sakit Hatinya Arista
80 Surat dan Uang
81 Ngidam Es Krim
82 Ku Bahagia Asal Kau Bahagia
83 Akhirnya Ketemu
84 Keciduk Kabur
85 Mimpi Buruk Arista
86 Ditolongin Jomblo
87 Penuturan Kakek
88 Roda Hidup Arista yang Berputar
89 Air Ketuban
90 Tangisan Sang Buah Hati
91 SPECIAL EDITION
Episodes

Updated 91 Episodes

1
Hari Berdebar Nasional
2
Raya Juga Hamil
3
Kebenaran
4
Rasa Bersalah
5
Pertemuan Aneh
6
Kemenangan Istri Sah
7
Menutup Masalah Untuk Masalah Baru
8
Tamparan
9
Kentut
10
Ancaman
11
Harapan Patah di Kimochi Caffe
12
Siraman Jasmani
13
Ke'GeeR'an
14
Nostalgia
15
Perjalanan Malam
16
Asal Usul Arya Si Anak Kayu Putih
17
Ibu Mertua Rasa Ibu Negara
18
Es Krim Pelangi
19
Si Jalan Raya Di Pinggir Jalan Raya
20
Percakapan Keluarga
21
Sebuah Permintaan
22
Es Krim Pelangi untuk Arya
23
Tangis Penyesalan
24
Urusan Dengan Si Cebeng Matre
25
Bicara Lewat Ketikan
26
Udara Segar yang Menyesakkan
27
Taman Bunga Berdarah
28
Kemauan Hidup yang Kuat
29
Berita Terkini
30
Komentar Netizen
31
Wajah Merah Merona Satu Keluarga
32
Papa Si Mak Comblang
33
Teman dari Thailand
34
Mengungkap Isi Hati Arista
35
Kangen
36
Analisa Wajah
37
Handphone
38
Mengkhayal Cucu Sultan
39
Kecupan
40
Pertunjukan Gratis
41
Kenalan Dalam Kesempa(pi)tan
42
Permohonan Maaf
43
Impas
44
Penipu
45
SURPRISE!
46
Sini Bobo!
47
Ayo Duduk!
48
Suara Horor Dari Dalam Lemari
49
Ketinggalan Tas
50
Penculikan
51
Curhat Menegangkan
52
Kesepakatan
53
Telepon dari Si Cebeng Matre
54
Transaksi
55
Halusinasi
56
Bu Aga Marah-Marah
57
Renungan
58
Hilangnya Perawan Bibir Arya
59
Syok Berat
60
Aneh-Aneh
61
LABRAK
62
Usaha Perjodohan
63
C1uM4π
64
Bidadari
65
Nightmare
66
Menunda Perceraian
67
Tertolak
68
Kecebur Lagi
69
CIMOL
70
Pertemuan Haru Majikan dan Babu
71
GOSIP
72
Duduk di Bangku yang Lembap
73
PERNYATAAN CINTA
74
Ciuman Pertama atau Kedua?
75
Taruhan
76
Bukan Bulan Madu
77
BERSATU
78
Bayar Hutang
79
Sakit Hatinya Arista
80
Surat dan Uang
81
Ngidam Es Krim
82
Ku Bahagia Asal Kau Bahagia
83
Akhirnya Ketemu
84
Keciduk Kabur
85
Mimpi Buruk Arista
86
Ditolongin Jomblo
87
Penuturan Kakek
88
Roda Hidup Arista yang Berputar
89
Air Ketuban
90
Tangisan Sang Buah Hati
91
SPECIAL EDITION

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!