Marissa merebut kembali ponselnya. Lalu secepat kilat ia menghubungi Mika.
Suara nada tunggu yang sedang tersambung sampai ke telinga Arya.
Arya terlihat harap-harap cemas. Semoga tidak ada hal yang tidak diinginkan terjadi karena ia tau sosok Mika seperti apa saat pertemuan di mall dulu.
Orang yang dihubungi tersebut akhirnya mengangkat telpon.
"Maksud lu apa? Lu mau ngancem gue hah?" tanya Marissa geram tanpa basa-basi.
Tapi siapa sangka, orang yang dihubungi bukannya menjawab malah langsung menutup telponnya sepihak membuat Marissa semakin kesal.
"Si kurang ajar!" umpat Marissa "berani-beraninya ancem gue, kalau mau cerai ya udah sana secepatnya biar ga jadi hama lu buat hubungan gue sama Tio!" gerutunya lagi tanpa bercermin siapa yang menjadi hama sebenarnya.
"Dia bilang apa?" tanya Arya kepo.
"Tau ah gelap. Orang gila itu langsung tutup telpon tadi, ini gue hubungin lagi udah ga aktif! Mau dia apa sih?!" jawab Marissa merepeti kekesalannya.
Arya berjalan keluar dari klinik sambil mendengar ocehan Marissa yang tiada henti. Sampai didalam mobil saat mereka baru saja memakai sabuk pengaman, sebuah pesan masuk dari Mika.
Jam 11 malam, kita ketemu di Kimochi Cafe jalan Kenari.
"Nih si Mika bukan angkat telpon malah ajak gue ketemuan di Kimochi Cafe."
Arya tersentak. Apa ya tujuan Mika ajak ketemuan segala?
"Kimochi caffe yang bangunannya gaya retro di jalan Kenari itu kan?" tanya Arya memastikan.
Marissa mengangguk malas. "Iya. Ih apaan sih ni orang bikin penasaran aja mau dia apa coba sebenarnya, bete deh gue." rengek Marissa.
"Pasti dia mau lurusin soal foto viral itu." Tebak Arya mencoba menenangkan sambil menyalakan mesin mobilnya.
"Kalau iya, gue mesti gimana? Masa iya gue sedekahin 200juta gitu aja buat dia, dia pikir lagi jajan permen kali ya, minta duit segitu kayak enteng banget. Lagian gue ga peduli lagi sih kalau foto itu kesebar toh kalau mereka mau cerai ya bagus kan, malah untung buat gue."
Arya mulai melakukan mobil. "Kalau memang semudah itu dan perceraian mereka bagus untuk kamu, terus usaha yang kita lakuin dulu buat tutupi masalah foto itu ga ada artinya? Bagaimana kamu bisa nanggepin omongan orang nanti, kamu harus punya alasan logis untuk meluruskannya di depan publik." Kata Arya.
"Ya gampang bilang aja emang itu foto lu sama gue waktu honeymoon setelah melepas Tio kembali pada pelukan istri sahnya, dan foto viral gue sama Tio tinggal bikin settingan aja kalau hubungan rumah tangga Tio memang udah amblas dari lama, tapi baru speak up dan cerai sekarang. Dengan gitu orang bakal nilai kalau gue itu ga sepenuhnya salah karena sudah berselingkuh dengan Tio. Lagian foto itu ga mesum-mesum amat, kan."
Kepala Arya terasa penuh setelah mendengarnya. Lagi. Hal ini terulang lagi. Keegoisan Marissa yang selalu menyepelekan sebuah masalah. Padahal baru saja terlintas dibenak Arya betapa putus asanya Marissa dulu karena masalah foto itu.
Hati Arya jadi menciut. Berfoto dengan Marissa saat bertelanjang dada dan berpose mesra itu sudah sangat memalukan baginya, tapi mengapa Marissa menyepelekan hal itu seolah tak ada artinya sama sekali?
Apakah dia sengaja meng-amnesia-kan otaknya sendiri supaya ia dapat melupakan usaha Arya untuknya? Andai hati Arya sekaku sikapnya, dia pasti tidak akan peduli sama sekali dengan masalah Marissa. Dia pasti akan menutup mata seolah wanita itu tak pernah ada hingga hari melahirkan yang sudah dijanjikan.
Tapi kenyataan yang tak dapat di pungkiri adalah pemilik hati kaku dan beku itu ialah wanita tersebut, Marissa.
"Kalau Mika nanti jadinya nuntut kamu gimana? Sekarang kan udah ada undang-undang bagi pelakor." tanya Arya mencoba tetap kalem dan tenang.
"Tinggal nanti gue tuntut balik kalau dia udah ancem gue minta 200juta. Mending uangnya gue hamburin buat bayar pengacara. Nanti paling gue yang menang, dia mana sanggup bayar pengacara. Bumerang kan jadinya buat dia!" Jawab Marissa meremehkan Mika, omongannya lagi-lagi membuat hati Arya gusar karena keegoisan perempuan itu begitu kejam.
"Iya deh gimana kamu aja. Lalu nanti kamu bener mau ketemuan sama dia di kafe itu?" tanya Arya memastikan.
"Yaiyalah mau gimana lagi, kalau gue ga turutin keinginannya apa, nanti gue juga ga bakalan tau tujuan dia itu apa sebenarnya."
Arya termenung, rasanya ada sesuatu yang aneh. Walau baru sekali bertemu tapi rasanya ada yang berubah dari Mika.
Memang dulu Mika tidak segan memancing Marissa untuk menunjukkan kepedulian pelakornya pada Tio.
Tapi kalau menilai dari gelagat Tio, sepertinya dia sudah benar-benar bertaubat bahkan diapun berani memutuskan hubungan dengan Marissa secara sepihak seolah ujung kehidupannya sedang berada di genggaman istri sahnya.
Dan juga dari omongan Tio dulu yang mengatakan kalau Mika sudah tidak mempermasalahkan lagi perselingkuhan itu dan juga rela berbaikan dengannya untuk keutuhan rumah tangga yang diartikan mereka akan tetap membangun keluarga hangat tanpa mengingat masa lalu perselingkuhan suaminya dengan Marissa, jadi mungkinkah kekacauan seperti ini bakal terjadi?
Apakah ada sesuatu yang terjadi hingga rumah tangga mereka berada di ujung jalan sehingga Mika tidak segan menjual jiwa raga suaminya demi uang 200juta? Bukankah tak menutup kemungkinan kalau Mika pun akan terseret untuk terekspos oleh media? Apa yang sedang direncanakan Mika sebenarnya?
Hujan turun begitu deras sesaat setelah makan malam selesai. Sama seperti biasa, tanpa perlu bincang-bincang keluarga, Marissa dengan cueknya langsung masuk ke kamarnya.
Setelah beberapa lama Marissa sudah berpakaian rapi guna bertemu Mika. Arya menghampiri Marissa dikamarnya ketika ia sedang merias wajah.
"Aku juga ikut kesana." kata Arya di belakang Marissa. Perempuan itu bisa melihat Arya dari pantulan cerminnya.
"Ga usah, gue bisa sendiri, ga ada hubungannya juga sama lu." Jawab Marissa sambil menyapu blush on berwarna coral dipipinya.
Marissa memakai dress ketat panjang, memerkan perutnya yang kian membesar.
"Tentu saja ada hubungannya denganku. Kalau Mika memberitahu kebenaran tentang foto itu, maka itu juga akan menjadi urusanku karena sudah memalsukan kebenaran foto tersebut."
"Ah bawel. Kan nanti bisa gue jelasin masalah foto kita kalau kebetulan aja pose dan tempatnya sama. Lagian lu ga ada speak up apa-apa kan ke publik. Ribet amat dah idup lu." ujar Marissa sambil merapikan make-up nya dengan kesal lalu mengambil tas hitam kulit buaya dan berjalan melewati Arya begitu saja.
Arya hanya berdiri diam saja. Tanpa bicara sepatah katapun dia mengekori Marissa dari belakang dalam diam.
Saat Marissa menuju mobilnya, Arya buru-buru membuka pintu penumpang untuk Marissa dan secepat kilat masuk di pintu kemudi agar ia bisa menyetir.
"Apaan sih lu, di bilang ga usah ikut juga. Mana sih Pak Ujang, disuruh nyopirin juga bukannya siap-siap!" sentak Marissa belum juga masuk ke dalam mobil.
"Aku udah bilang tadi sama Pak Ujang kalau kamu berangkat dianter aku."
"Lu ya bener-bener pala batu banget! Sampe sabotase Pak Ujang segala."
"Bodo amat." jawab Arya, ucapannya sekarang sudah serupa dengan Marissa tapi entah mengapa ada yang nyerembet pada hati perempuan itu saat mendengar Arya berkata demikian. "Bukan kamu saja yang bisa keras kepala, aku juga bisa." sambungnya.
Mendengar itu akhirnya Marissa menyerah lalu ia masuk ke dalam mobil dan duduk disebelah Arya.
"Iya lah terserah lu." Kata Marissa akhirnya.
Mereka hanya saling diam selama perjalanan. Bahkan lampu-lampu yang masih menyala di gedung tinggi yang mereka lewati sama sekali tak bisa di jadikan topik pembicaraan. Hingga tak terasa mereka sudah sampai ditempat tujuan, Kimochi Caffe.
Saat malam suasana kafe itu tampak berbeda, terlihat lebih sendu karena warna retro yang disajikan berbaur dengan warna oranye lampu bohlam, membuat pemandangan jadi tampak klasik.
Marissa berjalan cepat masuk ke dalam di ikuti dengan Arya.
"Selamat malam. Selamat datang." ujar seorang pelayan kafe ramah tapi berubah terkejut saat mengetahui siapa customernya.
Arista menunduk sedalamnya supaya Arya tak dapat mengenalinya.
Setelah ia keterima kerja di kafe ini, hidupnya terasa nyaman. Jalannya seolah lurus karena harapannya berjalan sesuai rencana. Salah satunya adalah tentang tidak bertemu dengan Arya. Tapi malam ini, semua harapan itu seolah patah, seolah sirna. Ia jadi salah tingkah. Bingung, juga gelagapan. Apa yang harus dilakukannya? Apa yang akan dijawabnya jika Arya bertanya-tanya nanti?
Senior Arista yang juga pekerja shift malam langsung menyuruh gadis itu melayani Arya dan Marissa.
Arista geleng-geleng kepala tapi malah di pelototi seniornya, karena mau tidak mau memang harus dia yang melakukannya karena rekan kerja yang lainnya sedang sibuk untuk persiapan bookingan pesta ulang tahun sekelompok remaja.
Marissa duduk tepat didepan Mika yang tampak hanya seorang diri. Arya mengikuti duduk disamping istrinya.
"Bawa body guard lu?" ledek Mika sambil tersenyum tak acuh.
"Tutup basa-basi lu. Langsung aja ke intinya, mau lu apa meras gue kayak gitu?" tanya Marissa. Satu kakinya menyilang dikakinya yang lain.
Arya yang merasa dikatai seperti itu juga tak ambil pusing karena ia juga sudah kebelet ingin tau apa tujuan Mika mengundang Marissa ditempat ini.
"Oke gue juga ga mau basa-basi karena gue jijik liat muka pelakor rendahan kayak lu. Gue mau to the point aja.. Gue minta duit tutup mulut. Kalau gue dapat itu duit gue bakal hapus semua bukti perselingkuhan lu sama Tio. Bahkan gue dengan ikhlas bakal kasih bekas suami gue buat lu. Karena yang bekas itu emang cocok sama yang bekas juga." Ujar Mika.
Pasangan itu tampak kaget. Rasanya ada satu kalimat yang mengena di hati Marissa juga Arya.
Ujung kalimat yang diucapkan Mika seolah tak asing di telinga mereka.
"Kenapa ekspresi lu? Kaget gue ngomong gitu? Apa karena lu ga nyangka kalau omongan yang lu kasih buat orang ternyata cocok juga buat diri lu sendiri?" tanya Mika dengan senyuman sinis main-main.
"Maksud lu apa, hah? Lu mau ngajak ribut sama gue?" Tantang Marissa nyolot.
Mika masih tersenyum dengan penuh arti saat seorang pelayan datang menghampiri mereka.
"Males gue ladenin bocah kekanakan kayak lu!" ledek Mika.
"Apa lu bilang???" Marissa tampak naik pitam.
"Anuu.. Maaf, Mas, Mba.. Mau pesan apa?" tanya pelayan yang tak lain adalah Arista, ia berbicara dengan sopan walau ia merasa tak nyaman setelah mendengar bentakan mereka pada satu sama lain. Dengan takut-takut ia menyerahkan buku menu pada mereka.
"Tolong buatin aja yang ga berat-berat karena ada orang hamil disini, jus jeruk aja 3. Jangan kopi nanti gue di curigain masukin sianida," jawab Mika inisiatif tapi nyindir. "lu ga masalah kan Arya gue pesenin jus jeruk?" tanya Mika.
Arya yang pandai meredam emosi mengangguk setuju.
"Ga apa-apa Mba, jus jeruk aja 3." ulangnya lagi sambil menoleh pada Arista dan betapa terkejutnya ia karena mengenali wajah tersebut.
"Arista?" pekik Arya tak percaya. "kamu ngapain disini?" tanya Arya.
Benar saja apa yang ditakutkan oleh Arista kini terjadi, Arya pasti bertanya ini dan itu. Dan Arista masih tidak yakin untuk mengatakan jawabannya.
Mulut Arista hendak berkata namun Mika lebih cepat berbicara.
"Wah, kok lu kaget gitu, sih? Ini si Mbanya selingkuhan lu Arya?" celetuk Mika. "wajar sih pasangan serasi, menikah tanpa cinta dan saling punya pacar dibelakang layar."
Wajah Arya memerah, begitupun Arista. Bukan karena malu seolah dipertemukan takdir percintaan, tapi malu karena ucapan Mika tak enak masuk telinga.
"Jangan asal bicara kamu, Mika! Arista ini temanku." tegur Arya tak segan.
"Maaf saya ulangi pesanannya, es jeruk 3 benar ya? Ga ada tambahan lainnya?" tanya Arista memotong ucapan Arya supaya laki-laki itu tidak berbicara apa-apa lagi tentangnya dan ia pun harus tetap profesional bekerja sebagai mana mestinya karena dia masih dalam masa training saat ini.
"Iya benar, pacarnya Arya. Sudah itu saja pesanannya pacarnya Arya." Goda Mika lagi.
"Mohon ditunggu pesanannya." Pinta Arista lalu undur diri dari hadapan mereka tanpa meladeni bualan Mika.
"Apa kamu tidak bisa lihat situasi saat kamu bicara seenaknya seperti itu pada orang lain tanpa tau hubungan kami yang sebenarnya? Urusanmu kan dengan Marissa, tolong jangan lampiaskan amarah kamu padaku dan orang sekitarku. Apa kamu tidak takut menyakiti orang lain karena sembarangan bicara seperti itu?" tegur Arya lagi.
"Itu tau urusan dia cuma sama gue, ngapain lu maksa ngikut?" celoteh Marissa menjawab teguran Arya tadi, dan malah membuat Mika tersenyum simpul membuatnya tak perlu menjawab teguran Arya.
Arya jadi kaku mendengar Marissa tadi.
Sesungguhnya dia tidak mengharapkan dukungan dari Marissa tapi seenggaknya apakah sulit bagi wanita itu untuk menghargai Arya sedikit saja?
"Lagian kalau emang cewek tadi pacar Arya, gue ga peduli woy! Lu bertele-tele amat sih jadi orang. Cepet kasih tau tujuan lu apa ngajak ketemu gini?" tanya Marissa lagi tapi kini nada bicaranya naik setingkat.
"Lu bego atau apa ya? Masih belum jelas juga mau gue apa? Gue minta duit 200juta dan gue tuker sama bekas gue si Tio." jawab Mika tegas.
"Oke anggap aja gue paham kalau lu mau barter suami lu dengan uang kan? Dasar picik lu! Terus tadi maksud omongan lu yang sebelumnya itu apa tentang yang bekas itu cocoknya sama yang bekas juga?" tanya Marissa lagi karena ia masih ingat dengan jelas kalau omongan ini pernah keluar dari mulutnya untuk tertuju pada Raya di klinik sore tadi.
Khayalan Marissa jadi mengembang sepersekian detik mengingat kejadian itu. Apakah sebenarnya tadi Mika membuntuti mereka?
***
Haii teman-teman semua, mohon maaf ya karena baru bisa melanjutkan novel pelakor ini, soalnya akhir-akhir ini author lagi kehilangan semangat menulis T.T
Jadi author mau minta tolong, kalau berkenan tolong vote dan like juga berikan commentnya ya agar author bisa semangat menulis lagi, biar ngerasa ada yang nungguin gituu lohhh.. 🤭hihihi
Makasih banyak ya sebelumnya~🤗🤗😘
I love you bertubi-tubi all🥰😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments
sarinah najwa
di lanjut
2021-02-18
0
Ayi Nabila
aku selalu menunggu mu author😘😘😘😘😘
2021-02-15
0