Marissa diam-diam naik ke kasur dimana Arya sedang tertidur dengan pulasnya.
Dengan pelan ia menjamah tubuh Arya. Tangannya mulai menggerayangi badan Arya. Seolah terusik dari tidur, Arya pun terbangun.
Ia kaget bukan main ketika mendapati Marissa sudah ada diatas tubuhnya. Keringat dingin mulai membasahi kemeja putih yang tak ia tukar sejak pulang dari pesta pernikahan. Ia pun tak ingat jika dia ketiduran begitu saja.
Marissa kurang ajar, apa yang akan ia lakukan. Aku sama sekali tak bisa bergerak. Pikir Arya.
Bukan karena nafsu birahi ia membiarkan Marissa seperti itu. Tapi rasanya seperti ada yang mengendalikan tubuhnya agar diam tak melawan. Bahkan menggerakan seujung jaripun kaku sekali rasanya.
Keringat dingin kini berubah jadi nafas ngos-ngosan, Arya berusaha memberontak tapi tak bisa. Keadaan sangat tak terkendali.
Dengan leluasa Marissa melucuti kemeja Arya hingga tampaklah dada bidang Arya hingga perut ratanya.
Arya ingin berteriak namun tenggorokannya seakan tercekat. Jangankan berteriak dan memaki Marissa, ia bahkan tak dapat bersuara sama sekali.
Setelah dada putihnya terpampang, kini giliran tangan Marissa dengan lincah membuka kancing celana Arya.
Laki-laki itu sudah takut setengah mati akan apa yang akan Marissa perbuat.
Namun, saat hendak menarik celana Arya tiba-tiba pintu kamarnya terbuka, Arya yang hanya bisa menggerakkan matanya melirik ke arah sana.
Ah, ada penyelamat datang. Pikir Arya.
Tapi ternyata pikiran Arya salah. Penyelamatnya itu mendobrak pintu secara kasar, memaksa masuk dengan membawa sebuah pisau tajam di tangannya.
Ketakutan luar biasa yang kini dirasakan Arya menjadi berkali lipat. Ia berkali-kali menelan ludah dengan susahnya.
Oh, tidak! Raya! Kenapa kamu membawa benda seperti itu?! Jerit Arya dalam hati.
"Ayang, kamu tega! Kamu bilang akan kembali padaku setelah pelakor itu melahirkan. Tapi kenapa kamu berbuat hina seperti ini dibelakangku? Aku benci kalian! Akan ku bunuh kalian semua!" Teriak Raya dengan tatapan mata penuh kebencian.
Arya takut sekali, ia ingin berteriak sekencangnya. Tapi tak bisa!
Raya mendekat menuju arah mereka namun Marissa langsung bangkit pasang badan.
"Lancang sekali perempuan sialan!" seru Marissa.
"Bagaimana bisa seorang pelakor memanggilku pelakor? Dasar anak setan!" jerit Marissa menarik rambut Raya sangat kuat.
Raya marah sekali. Ia tidak terima diperlakukan seperti itu. Ia pun membalas, menjambak rambut Marissa meski pisau masih ditangannya.Mereka bergulat dengan ganas hingga tanpa sadar pisau di tangan Raya jatuh ke lantai.
Arya yang menyaksikan hanya dapat mematung tanpa bisa bersuara dan bergerak.
Hentikan.. pinta Arya dalam hati.
Mereka mengamuk, menjambak dan memukul bahkan saling menggigit. Mereka juga dengan lantang mengumpat berteriak sumpah serapah satu sama lainnya. Lalu tiba-tiba mereka teralih oleh sesuatu dan berhenti berkelahi.
Seperti mendapat bisikan yang sama, mata mereka kini menatap pisau yang tadi terjatuh. Mereka berusaha mengambilnya. Tarik menarik mereka lakukan namun Marissa kalah hingga pisau bisa didapatkan kembali oleh Raya.
Raya mengacungkan pisau itu ke udara. Marissa menelan ludah tampaknya ketakutan.
"Lu mau ngapain Jalan Raya anak setan?" tanya Marissa melengking.
"Kan sudah kubilang akan kubunuh kalian..semua!" jawab Raya dengan senyuman psikopat yang dibuat seolah sedang menikmatinya meski hidung Raya terus mengeluarkan darah, mungkin akibat terkena tonjokan Marissa.
Marissa berjalan mundur-mundur saat Raya menghampirinya perlahan.
"Jangan Ay.. Jangan! Raya hentikan!" Jerit Arya dalam hati. Pikirannya berkecamuk. Raya tak main-main.
Dan benar saja, tanpa aba-aba pisau itu sudah menancap ke perut Marissa sangat dalam dan dalam satu hentakan Raya langsung mencabut kembali pisau itu hingga darah segar muncrat mengenai wajahnya. Raya cengengesan senang.
"Hihihi.."
"Hahahaha.."
"Wuahahahahhaha"
Raya ketawa seperti kemasukan berbagai setan dari kuntilanak sampai genderuwo.
"Mati kau pelakor brengsek!" Umpat Raya lalu menghujam pisau itu lagi ke perut Marissa.
"Anak guee.. Luuu..udah bunuh...anakkkk..." Pekik Marissa disaat terakhirnya lalu jatuh tersungkur tanpa bergerak lagi.
Raya tampak sangat puas. Ditatap nya sebentar tubuh Marissa dengan mata yang masih terbuka, lalu ia tersenyum senang.
Kini matanya beralih pada Arya yang masih terlentang seperti patung.
"Kamu mau mati juga?" Tanya Raya.
"Ay.. hentikan, Ay! Kamu kenapa jadi seperti ini. Kita bisa bicara baik-baik bukan seperti ini caranya." Seru Arya masih dalam hati. Namun percuma Raya tak akan dengar. Arya hanya bisa pasrah, kini matanya mulai mengeluarkan air mata.
"Oh mau mati juga, ya.. Kamu sudah cinta mati sama cewek sialan itu sampai mau nyusul dia, ya.." ucap Raya tenang.
"Okeee.."
"Okeee..."
"Okeee Ayyyy.."
"Akan ku kabulkan permintaanmu." kata Raya. Lalu ia merayap ke kasur tempat Arya berada.
"Lagian kamu juga sudah tau keburukanku kan, aku tidak bisa membiarkan terlalu banyak orang mengetahuinya, jadi setelah kubunuh kamu, secara bertahap aku juga akan bunuh orang-orang sudah mengetahuinya, dan mereka akan segera, M-A-T-I."
"Ya ampun, Ay. Kenapa kamu seperti ini? hentikan! Tolong hentikan!" pinta Arya menjerit dalam hati.
Kini Raya menaiki perut Arya. Ia mulai mengayunkan pelan pisaunya, seperti mengira-ngira letak yang pas untuk pisau itu di tancapkan.
Air mata mengalir deras di pelipis Arya membasahi bantal dikiri kanan kepalanya.
"Ah, kamu itu spesial untukku jadi aku tidak akan terlalu membuatmu menderita seperti wanita keparat itu. Aku akan sekali menusuk jantungmu dan hidupmu akan selesai dalam damai." Ucap Raya sambil tersenyum senang. Lesung pipi yang dulu sangat di sukai Arya kini tampak sangat menakutkan.
"Satuu..." Pisau ditangan Raya mulai diangkat.
"Duaa..." Pisau itu semakin tinggi.
"Tiiiiiiii..."
"Waa... Waa.. Waa!!"
"Arya hey bangun, Nak! Bangun!"
Arya bangun langsung terduduk dengan nafas menggebu.
Mama langsung meraih gelas berisi air di atas laci kabinet lalu meminumkannya pada Arya.
"Kamu mimpi apa sampai teriak-teriak seperti ini?" tanya Mama sambil mengelus punggung Arya.
Mimpi? Apa tadi aku mimpi, apa sebaliknya sekarang aku sedang dialam mimpi? Atau sudah didunia lain?
Arya mencubit pipinya. Ternyata sakit!
"Lu kenapa sih teriak gitu, mimpi dikejar setan ya?" kata Marissa di samping pintu menatap Arya.
Marissa? Ah, dia baik-baik saja! Dia tampak sehat tidak berdarah-darah. Jadi benar kan tadi hanya mimpi?
Sungguh hanya mimpiii?! Astagaaa terimakasih Tuhan tadi itu ternyata cuma mimpi. Syukur Arya dalam hati.
Arya mulai berpikir jernih dan mulai mengatur nafas pelan-pelan.
"Kamu ga apa-apa Nak?" Tanya Papa yang ikut kebangun karena teriakan Arya.
Apa teriakannya begitu dahsyat sampai membangunkan orang seisi rumah?
Arya bahkan dapat melihat asisten rumah tangga dan satpam keluarganya ada di luar kamar Arya.
Arya mengangguk. "Arya tidak apa-apa kok, Pa, Ma." jawab Arya membuat suasana tidak lagi tegang.
Papa pun menyuruh asisten rumah tangga dan satpam itu untuk kembali ke tempatnya.
Papa menghampiri Arya. "Lalu apa yang membuatmu teriak seperti tadi? Tidak biasanya kamu seperti ini." Tanya Papa lembut.
Marissa mendekati mereka. "Kaget gue tau! Dikira ada maling atau kebakaran. Atau jangan-jangan ada kecoak. Lu kan takut kecoak." kata Marissa cekikikan.
Arya menatap Marissa heran juga tak senang.
"Gue tau dari Mama mertua. Tadi waktu lu kabur kita lagi gosipin elu tau hahhaha." Tawa menyebalkan Marissa memenuhi ruangan kamar Arya.
Apaan sih perempuan ini, pikir Arya jengkel.
"Pa, Ma, kenapa perempuan ini masih ada dirumah kita?" Tanya Arya.
"Jangan panggil dia begitu, Nak. Dia kan istri kamu sekarang." kata Mama.
"Tapi kan hanya istri kontrak, Ma. Kenapa dia masih disini bukan ikut pulang orangtuanya?"
"Arya, kalian memang kawin kontrak. Tapi yang tau perihal semua ini kan hanya keluarga kita. Apa kata orang diluar sana jika melihat kalian tidak tinggal bersama walau sudah menikah? Marissa akan tinggal bersama kita mulai saat ini sampai melahirkan. Dia tidak akan sekamar denganmu, karena Papa tau kamu pasti tidak mau, Marissa juga tidak mau. Jadi kita buatkan kamar khusus untuknya, kamu tau kan kamar tamu disebelah kamarmu?" Jelas Papa.
"Tapi sekarang Rissa tidak keberatan kok Om, eh Pa. Rissa pikir kasian Arya kalau ditinggal sendirian dikamar seluas ini. Nanti dia mimpi buruk lagi karena kesepian ga ada yang merhatiin." Ledek Marissa.
"Maksudnya, sekarang nkamu mau sekamar dengan Arya?" Tanya Mama hati-hati.
"Betul sekali Mama Mertuaku sayang." Ucap Marissa menyebalkan.
"Ga. Arya ga mau tinggal sekamar dengan dia!" Arya menentangnya.
"Kenapa? Ah, lu malu ya tidurnya ngorok?" Ledek Marissa lagi.
Papa dan Mama tertawa dengar kekonyolan Marissa.
Mengapa harus tertawa padahal tidak lucu sama sekali. Bukannya khawatir atau gimana, kalian tuh orang tua siapa sih sebenarnya, pikir Arya kesal.
"Pokoknya Arya ga mau sekamar sama dia!" seru Arya sambil menunjuk Marissa.
Marissa mengangkat kedua tangannya. "Oke, gapapa. Gue juga cuma bercanda tadi. Gue juga ga mau ada orang yang nantinya ganggu privasi gue. Kita ga akan pernah sekamar!" Ucap Marissa sinis.
"Yaudah sana pergi." usir Arya.
"Hush Nak ga boleh gitu!" tegur Mama.
"Oke, kalem aja. Gue juga mau pergi. Gue mau lanjutin mimpi indah gue yang terganggu karena teriakan rese elu. Bye!"
"Ma, Pa Rissa kembali ke kamar ya. Selamat malam." Pamit Rissa.
"Iya Nak, maaf ya Arya udah ganggu tidurmu tadi. Mimpi indah yaa.." kata Papa.
"kamu juga tidur lagi saja, berdoa dulu sebelum tidur dan jangan berpikiran aneh-aneh. Seumur hidup baru kali ini kamu mimpi buruk sampai teriak seperti itu." kata Papa sambil menepuk bahu Arya dan pergi meninggalkannya.
"Kalau ada apa-apa panggil saja Mama ya, Nak. Kamu sekarang istirahat. Mama mengerti sudah terlalu banyak hal yang kamu lewati. Kamu yang sabar ya." ucap Mama sambil mengelus kepala Arya.
Arya yang diperlakukan seperti itu jadi sedih. Arya pikir tidak ada yang peduli dengannya. Ternyata masih ada Mama yang berpikir bahwa semua ini berat bagi Arya.
Tanpa terasa air mata jatuh dipipi Arya. Mama memeluk Arya, laki-laki itu menangis dalam diam.
Mama mengelus punggung anak satu-satunya itu.
"Kenapa hal seperti ini terjadi pada Arya, Ma?" Tanya Arya sesenggukan.
"Semua manusia di beri masalah pasti ada alasannya sayang." jawab Mama lembut penuh kasih.
"Maafkan Mama yang tak bisa apa-apa. Mama tak bisa bantu saat anak Mama kesusahan. Mama telah menjadi ibu yang tak berguna sudah membiarkan anaknya yang berharga harus menderita seperti ini. Bersabarlah, Nak. Saat kamu lepas dari kontrak ini, Mama yakin ada hal baik yang sedang menanti kamu. Percaya sama Mama." ucap Mama membuat Arya semakin larut dalam tangisnya.
Arya sesenggukan terus menangis tanpa terasa dia kembali tertidur namun kali ini dia tidur di pangkuan ibunya. Membuat dia nyaman terlelap tanpa mimpi buruk seperti sebelumnya.
***
Sudah sebulan Marissa tinggal dirumah itu. Selama itu pula tak ada kabar dari Raya. Papanya hanya memberitahu bahwa Raya kini sudah lebih tenang. Beliau masih tetap berhubungan baik dengan Om Randy meski hubungan anak-anaknya kini menjadi rumit dan itu mereka lakukan semata demi kepentingan bisnis saja.
Arya masih didera rasa bersalah. Terkadang dia masih bermimpi buruk. Arya pikir jika ini dibiarkan begini saja dia akan terus bermimpi buruk selamanya dan rasa bersalah akan selalu menghantuinya. Meski Arya tau dia adalah korban dari pengkhianatan Raya. Tapi rasa bersalah kepada Raya seperti ribuan jarum yang menusuk seluruh tubuhnya. Meski Raya salah, tapi tidak adil juga jika dia diperlakukan seperti ini.
Siang itu Arya sengaja makan siang diluar kantor. Berkat informasi yang diberikan sekretarisnya, kini dia bisa mengetahui keberadaan Raya.
Tanpa pikir panjang Arya pun diam-diam mengikuti Raya. Ingin meluruskan masalah yang masih terasa mengganjal dihatinya sekaligus meminta maaf. Dan juga, tidak bisa dipungkiri jika Arya ingin penjelasan lebih dari Raya mengapa ia sampai tega memperlakukan Arya untuk berkhianat dibelakangnya.
Dari sebrang jendela kafe yang bergaya retro, Arya dapat melihat Raya duduk bersama segelas caffucino ice didepannya.
Tanpa pikir panjang Arya masuk kedalam kafe itu, saat ingin menghampiri Raya tampak seorang pria yang juga berjalan ke arah Raya. Lalu duduk di sebrangnya.
Hal itu membuat Arya penasaran dan tak ingin pergi begitu saja, maka ia memilih duduk di kursi yang memebelakangi Raya guna mendengar percakapan mereka.
Seorang pelayan datang dengan menu list ditangannya. Arya pun menunjuk minuman sekenanya tanpa ia tau apa yang ia pilih.
"Aku bahkan menangis di pernikahan Arya, tapi mereka tetap menikah. Mereka memperlakukan aku seperti sampah." ujar Raya membuat hati Arya sakit mendengarnya.
"Tapi walaupun begitu rencana kita engga sepenuhnya gagal kan. Kita malah dapat kompensasi lebih dari tindakan kamu itu." kata pria dihadapan Raya.
"Iya sih. Tapi tetap saja harga diriku jatuh sampai kedasarnya. Ayah bahkan menampar aku!"
"Ahahaha, jangan gitu ah Raya sayangg.. Yang penting kan kita sudah dapat yang kita mau walau tidak sepenuhnya rencana kita tidak berhasil." Kata pria itu lagi sambil tertawa renyah.
"Iya Kelvin sayanggg.. Yang penting kita sekarang akan segera menikah. Dan ada untungnya juga kita gini, sih. Aku ga harus nikah sama pria kaku itu dan menghabiskan waktuku sama dia sampai anak kita lahir. Walau anak kita tidak jadi ahli waris keluarganya, seenggaknya dia akan jadi ahli waris keluargaku." ucap Raya membuat panas kuping Arya.
Ahli waris? Jadi selama ini Raya memang wanita jahat? Dia mau memanfaatkanku dan membodohiku untuk mengakui anaknya dan mendaftarkan anak itu menjadi ahli waris keluargaku, dan saat itu terjadi ia akan pergi meninggalkanku bersama laki-laki ini. Meninggalkan kebohongan tentang anak mereka sampai aku mati? Pikir Arya, kini mata Arya terasa panas. Air mata susah ia kendalikan. Ingin ia marah dan membanting meja lalu menjatuhkannya kepada qdua orang brengsek dibelakangnya.
"Satu avocado coffee dinginnya. Sudah sesuai pesanan ya, Kak." Kata seorang pelayan membawakan pesanan Arya, dia hanya mengangguk tanpa menjawab.
"Usaha ayahmu bisa makin besar ini sih kalau banyak orang investasi dan order ke ayahmu. Akhirnya kita bisa nikah tanpa drama berlebihan kan sayang?" ucap pria bernama Kelvin itu membuat Arya muak.
"Kamu sih susah dibilangin, kan kata aku juga pake pengaman sebelum lakuin itu, sekarang perut aku jadinya gendut gini." ucap Raya manja membuat Kelvin tertawa.
Menjijikan, umpat Arya dengan suaranya.
"Sayang, kayaknya orang dibelakang bilang jijik. Dia nguping pembicaraan kita kali ya?" bisik Raya pada Kelvin tapi masih tertangkap dengar oleh Arya.
"Ah, paling dia lagi ngomong sendiri, liat aja tuh dia lagi main samrtphone."
Raya menoleh kebelakang. Ia dapat melihat seorang pria sedang memegang smartphonenya, tapi rasanya tampak tak asing melihat tubuh Arya dari belakang.
"Untung ayah ga tau permainan kita, kalo tau habislah aku." Keluh Raya dan Kelvin kembali tertawa.
"Ya ga mungkin lah, Ay. Kita kan main aman. Yang ada, sekarang ayahmu lagi berusaha mencari aku. Dia pasti akan datang memohon agar aku menikahimu."Ujar Kelvin santai.
"Tanpa dicari pun kita memang akan nikah ya." balas Raya disambut tawa renyah mereka berdua lalu mereka bersulang, terdengar suara denting kedua gelas bersentuhan.
Arya sangat sangat muak berada disana. Rasa bersalah yang sudah merenggut tubuh dan pikirannya kini berubah jadi rasa benci yang mendalam.
Arya beranjak pergi menuju kasir lalu membayar tagihannya tanpa menunggu kembalian. Pelayan kasir yang memanggil tak ia pedulikan.
Suara notif pesan smartphone Raya berbunyi.
'Kamu memang menjijikan.' Baca Raya pelan. Wajah Raya jadi pucat, ia celingak celinguk gelisah setelah membaca pesan itu.
Seorang perempuan tak sengaja menabrak Arya di pintu masuk kafe.
"Loh, Arya?" sapa perempuan itu.
Arya yang sedang marah terus berlalu mengacuhkannya.
"Mas, mas kembaliannya." panggil kasir itu lagi.
Raya yang mendengar nama Arya disebut langsung bangkit dari duduknya lalu mendapati punggung Arya yang sedang berjalan sangat cepat.
Perempuan yang menabrak tadi dengan cepat mengambil kembalian Arya lalu mengejarnya.
"Kamu kenapa sayang? Ko pucat gini? Kenapa kamu berdiri? Kamu sakit?" tanya Kelvin namun dijawab dengan gelengan kepala Raya.
"Ga apa-apa, aku pikir tadi liat orang yang aku kenal, ternyata salah." jawab Raya kembali duduk.
Kelvin menggenggam tangan Raya, "Kamu terlalu kecapean sayang, makanya begini. Bagaimana kalau kita pulang biar kamu bisa istirahat?" tanya Kelvin.
Raya mengganguk setuju dan bangkit berdiri dibantu Kelvin, tangan mereka bergandengan saat menuju meja kasir. Raya mengeluarkan uangnya untuk membayar tagihan mereka.
"Woyy cowok so cool!" Panggil seseorang pada Arya namun Arya tetap berjalan cepat menuju mobilnya.
"Woyy cowok so cool!" tetap tak dengar, "sekarang ganti ya dari so cool jadi cowok budek!" panggil perempuan itu lagi.
"Woyy Arya anak minyak kayu putih!" panggil dia lagi.
Arya berhenti seolah mengenal sebutan itu.
"Berkesan banget kayaknya kamu ya sama kayu putih?" kata perempuan itu sambil mendekati Arya.
Arya mempertajam penglihatannya walau tak rabun guna meyakinkan siapa perempuan itu. Air mata yang sempat menumpuk juga segera ia bersihkan.
"Arista?" seru Arya tak percaya.
"Iya gue, napa kaget?" kata Arista sambil tersenyum lebar. "So sibuk banget sampai duit kembalian ga ingat, mentang-mentang orang kaya ya kamu manusia sialan." kata Arista nyablak.
Arista, teman SMA Arya. Satu-satunya perempuan aneh yang paling berkesan berkat minyak kayu putih dan cara ngomong yang tidak konsisten.
Arya lebih suka obrolan dengan sebutan Aku-Kamu, dia juga tak masalah dengan sebutan elu-gue. Tapi dengan Arista panggilan mereka hanya berlaku jadi kamu-gue. Memang aneh, tapi entah apa alasannya.
"Wei gile anak orang kaya makin keren aja, nih." goda dia lagi.
"Tapi tunggu sebentar, itu apa ditangan kamu? Hah? Kamu masih pake jam tangan dari aku? Astaga, itu kan udah lama bgt." seru Arista tak menyangka, tanpa sungkan ia mengangkat tangan Arya guna melihat jam pemberiannya dulu. Tapi tiba-tiba Arya memegang kepala Arista memaksanya menunduk sampai sebatas atap mobil Arya.
"Apaan sih kamu?!" ucap Arista terkejut.
"Ssttt.. diam jangan gerak." perintah Arya sambil sedikit mengintip ke arah pintu masuk kafe.
Dilihatnya Raya masuk ke dalam sebuah mobil bersama Kelvin, tak butuh waktu lama mobil itu melaju meninggalkan kafe.
Arista yang penurut mengikuti perintah Arya, sambil menunggu waktu, ia mencuri lihat jam tangan Arya.
Kok bisa-bisanya anak ini pake jam buluk udah ketinggalan jaman juga. Ga matching jadinya sama pakaiannya yang branded. Pikir Arista heran.
Perlahan Arya melepaskan tangannya dari kepala Arista. Rambutnya kini tampak acak-acakan.
"Sebelum kamu jelasin perihal jam tangan, coba kamu jelasin apa yang kamu lakukan seperti ini? Kamu ga lagi nguntit orang, kan? Ah iyaa.. apa sekarang pekerjaan kamu seorang detektif? Atau jadi mata-mata? Jangan-jangan pekerjaan ilegal." Tanya arista memborong kekepoan.
"Iya," jawab Arya, "aku lagi nguntit pelakor."
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments
Amalia
semoga afril udah hamil
2021-05-19
0
Amalia
kasihan anet
2021-05-19
0
Ayi Nabila
kerennn author...sukaaa😍😍😍😍 sama jalan ceritanya
2020-11-23
0