NovelToon NovelToon

Terpaksa Menikahi Pelakor

Hari Berdebar Nasional

Hari ini adalah hari berdebar nasional bagi Arya. Pertama karena tinggal menghitung hari saja menuju tanggal pernikahan untuk meminang Raya perempuan yang sangat ia cintai untuk menjadi istrinya.

Lalu kedua karena ia telah divonis harus menikahi perempuan lain yang sama sekali tidak dikenalnya, yang berarti ia harus membatalkan pernikahannya dengan Raya. Hal mengejutkan lain yang membuat debaran jantungnya semakin kencang adalah bahwa perempuan itu sedang mengandung anak yang tidak diketahui entah lelaki mana ayahnya.

Dan menyebalkannya lagi, semua debaran ini terjadi tepat di hari yang sama.

"Ya ampun Tuhan..cantik banget!" ucap Arya takjub, di atas sofa ia duduk mencondongkan badannya, tangannya menakup mulut, ia nyaris berteriak kegirangan saat Raya membuka tirai ruang fiti untuk mencoba gaun pengantin.

"Gimana, Ay? Bagus ngga?" tanya Raya meminta pendapat sambil tersenyum. Nampak lesung di kedua pipinya makin membuat cantik gadis itu.

"Bukan bagus lagi Ay,, ini sempurna. Seperti bidadari dari surga." Ujar Arya masih tetap menakupkan tangan di mulutnya di atas lutut. Dadanya bergemuruh. Baginya Raya tampak begitu memukau.

"Iihh Ayang! Aku tuh minta komentar kamu. Dari tadi bilang cantik lah, seperti dewi lah, seperti bidadari lah. Aku kan jadi bingung dari tadi coba-coba ga ada yang kamu pilih satupun. Mana yang cocok nih ih." Ucap Raya ngambek sambil menjatuhkan dirinya duduk di sofa disamping Arya.

Arya yang sedari tadi sadar akan debaran di dadanya kini semakin berdebar kala melihat bibir kecil Raya mengerucut cemberut. Ingin sekali rasanya ia cubit bibir itu, namun karena Arya ini pria kaku, dia tidak melakukannya. Ia biarkan keinginannya hanya sebatas di hati saja.

Arya ini pria kaku dengan prinsip kuat. Bagi dia selama Raya belum sah menjadi istrinya, itu artinya gadis ini bukan miliknya. Jadi tidak ada hak untuk Arya melakukan apapun pada gadis itu. Jangankan mencubit bibir mungil Raya, berpelukan pun tak pernah, apalagi menciumnya. Aduuhh jauh-jauh deh buang pikiran seperti itu. Hal tervulgar bagi Arya selama pacaran hanyalah satu, yaitu bergandengan tangan.

Saat Raya duduk disebelah Arya, gadis itu sengaja menjatuhkan kepalanya di pundak laki-laki itu membuat Arya salah tingkah. Dengan cepat Arya menarik pundaknya sehingga Raya hampir terjerembab ke samping belakang Arya.

Raya lalu membetulkan posisi duduknya sambil memelototi Arya dengan tajam. Arya hanya sedikit berdeham sambil ikut membetulkan posisi duduknya dan bersikap biasa-biasa saja seperti merasa tak bersalah.

Raya yang sudah hafal sikap Arya tak ambil pusing lagi, lantas ia menarik tangan Arya. Menggenggamnya kuat-kuat sambil berbisik "Kamu benar-benar cinta sama aku kan, Ay?" tanya Raya sambil menatap kedalaman mata Arya lekat-lekat.

Arya membalas tatapan mata itu. "Mana mungkin aku menikahi wanita yang tidak aku cintai. Kamu kan tau hanya kamu satu-satunya wanita yang ingin aku miliki di dunia ini."

Mata Raya berkaca-kaca mendengar hal itu. Lalu seperti termakan suasana, tanpa sadar wajah mereka saling mendekat. Hanya beberapa centi saja bibir mereka akan bersentuhan, tak lama kemudian...belum sempat mereka bertautan Arya mendorong kening Raya dengan jari telunjuknya ke belakang sambil menggelengkan kepala.

"Dasar wanita nafsuan." Ucap Arya sambil bangkit berdiri bersiap-siap mencoba jas pengantin miliknya.

"Padahal tadi kamu loh yang paling semangat monyong-monyong." ucap Raya menahan tawa, mendengar hal itu membuat wajah Arya memerah lalu menunjuk dirinya sendiri seolah berkata 'yang benar saja. Aku kayak gitu?'.

****

Setelah selesai fiti baju pengantin Arya pun mengantarkan Raya ke rumah dengan mobil HRV kesayangannya meski ia sanggup membeli lamborghini sekalipun tapi Arya tak mau. Bagi dia meski dia kaya raya dan anak penerus sebuah perusahaan besar tapi dia pikir untuk apa beli mobil seperti itu? Tidak ada faedahnya kalau tidak berguna. Selain tipe yang kaku, Arya ini suka dengan hal-hal simpel. Ia juga tipe yang selalu memakai barang yang sangat ia suka tak peduli berapapun harganya mau itu mahal ataupun murah. Bahkan hingga saat ini ia masih memakai jam tangan lusuh pemberian sahabatnya waktu SMA.

Walau bertolak belakang dengan kepribadiannya yang rapih dan bersih tapi ia tak malu memakai jam itu karena ia suka dan sangat menghargainya.

Hari tak terasa sudah malam, di lihatnya jam tangan miliknya udah menunjukkan pukul 8.

Setelah menurunkan Raya di depan rumahnya, Arya langsung melajukan mobilnya pulang. Tampak dari kaca spion Raya melambaikan tangan di belakang sana.

Arya tersenyum senang melihat Raya masih memperhatikan kepergiannya. Sesaat hati pria itu kembali berdebar mengingat saat Raya mengenakan gaun pengantin sore tadi. Calon istriku benar-benar cantik, pikir Arya.

Waktu menuju ke rumahnya terasa lebih sebentar karena pikiran Arya yang masih melayang dengan hati gembira riang.

Tak terasa dia sudah sampai di rumahnya lalu memarkirkan mobilnya digarasi keluarganya yang luas, tapi ia merasa ada yang tak biasa. Ada dua mobil asing yang ikut terparkir disana. Mobil siapakah itu?

Pria itu lekas menuju rumahnya, sesampainya didalam ia terheran banyak sekali pasang mata yang menatapnya seolah memang sedang menantikan kehadirannya.

"Kamu udah pulang, Nak?" Sapa Mama menghampiri Arya, seolah sedang hati-hati atau lebih tepatnya seperti mempersiapkan diri Arya untuk sesuatu yang tidak diketahuinya.

Arya menatap tamu-tamu itu satu persatu. Ada 3 orang disana, satu orang pria setengah baya, seorang wanita yang juga setengah baya, dan satu lagi adalah orang yang sudah ia kenal. Pak Randy, ayah Raya.

"Halo semuanya," sapa Arya "Loh Om kok ada disini? Ada perlu sesuatu ya Om buat pesta nanti?" tanya Arya menerka ada yang masih harus diurus mengenai pesta pernikahannya dengan Raya.

Pak Randy mengulum bibirnya sebentar, seolah tak rela mengatakan sesuatu yang hendak ia ucapkan.

"Bukan, Nak. Bukan mengenai pesta pernikahan. Ini sesuatu yang lebih penting, Om mau kamu membatalkan pernikahan kamu dengan Raya." ujar Pak Randy.

Seperti jatuh dari langit rasanya saat Arya mendengar hal itu. Dadanya berdegup kencang, kupingnya memerah.

'Aku ga salah dengar kan? Apa aku mimpi?' pikir Arya.

"Mari kamu duduk dulu bersama kami." ajak Papa Arya tapi pria itu tetap diam tak bergeming saking syoknya seolah sedang dikutuk menjadi batu.

Mama merangkul lengan Arya untuk ikut bergabung bersama mereka. Arya seperti robot soak yang hampir kehabisan baterai. Ia pun menuruti ibunya duduk di sofa berbicara dengan mereka.

"Papa minta maaf sebelumnya sama kamu, Nak. Papa tau kamu suka dan sayang sekali sama Raya, tapi ada satu hal besar yang sedang terjadi dan ini menyangkut perusahaan. Kamu tau kan kalau perusahaan sedang masalah itu artinya berpengaruh juga pada kehidupan kita," terang Papa yang sama sekali belum dimengerti Arya kemana arah pembicaraan yang sebenarnya.

Papa diam sebentar sambil mengamati wajah Arya yang pucat, "Ini Pak Aga. Dia rekan bisnis Papa pemegang brand utama perusahaan kita, yang artinya dia ini pemegang jantung perusahaan. Ada hal yang terjadi pada putrinya... dan.." Papa diam sejenak sungkan untuk kembali berkata.

Mama menggenggam tangan Arya berusaha menguatkan untuk sesuatu yang akan dia dengar.

"... anak Pak Aga ini seorang selebgram, dia aktif memperkenalkan produk kita dan dia juga seorang brand ambassador kita yang sudah malang melintang di perikalanan televisi maupun media online. Semua orang yang mengikutinya juga tau kalo dia anak Pak Aga, anak bos besar brand ternama, dan perusahaan kita sedang melaju pesat berkat pemakaian brand ini, bukan hanya produk kita yang melaju pesat tapi kapasitas produksi di pabrik Om Randy pun bergantung pada produk kita yang memakai jasa brand milik Pak Aga ini. Sampe sini Papa tau kamu paham kan, Nak. Nah, masalahnya disini adalah anak Pak Aga ini. Namanya Marissa. Mungkin kamu pernah mendengar namanya walau tak pernah bertemu secara langsung... Dia ini perempuan cantik sama seperti Raya dan.. "

"Dan apa maksud pembicaraan ini, Pa?" potong Arya tak sabar. Ia tak perlu penjelasan tapi ia perlu kejelasan.

"Gini, Nak.. Papa ingin kamu menikahi Marissa." ucap Papa membuat panas kepala Arya seakan semua darah dalam tubuhnya naik ke kepala dan memenuhi otaknya.

Apa-apaan ini? Bagaimana Papa bisa mengatakan hal seperti itu padaku, bahkan di depan Om Randy? Dan mengapa Om Randy tak menolak atau membantah seolah menyetujui hal ini?

"Pa, Arya tidak bisa. Bagaimana Arya menikahi orang lain yang Arya sendiri tidak kenal sedangkan tanggal pernikahan Arya dan Raya sudah di depan mata tinggal menghitung hari saja," tolak Arya mentah-mentah. "dan maaf Pa, Arya lelah seharian habis fiti baju pengantin bersama Raya. Dan tak ada alasan juga Arya duduk disini mendengarkan cerita Papa." kata Arya sambil beranjak berdiri.

"Arya!" bentak Papa. Mama langsung meraih tangan Arya memohon agar tidak pergi.

"Papa belum selesai bicara! Kamu harus menikahi Marissa, dia sedang hamil. Kalau kehamilannya sampai diketahui banyak orang akan menjadi bencana besar untuk perusahaan." seru Papa.

"Apa?" tanya Arya heran sambil menaikkan sebelah bibirnya.

"Kalau dia hamil, ya dia seharusnya menikah dengan pria yang menghamilinya. Bukan malah dengan Arya." Ucap Arya sambil membuang muka.

"Ini hanya sementara, Arya." ucap Mama lembut.

"Iya nak Arya, ini hanya pernikahan sementara. Kawin kontrak saja. Kamu hanya perlu menikahi putri kami hingga dia melahirkan saja. Setelah itu kamu boleh menceraikannya." Ujar wanita paruh baya, salah satu dari tamu yang sedari tadi hanya diam saja.

"Lalu bagaimana dengan Raya? Apa dia akan terima Arya menikah dengan wanita lain sedangkan tanggal pernikahan kami sudah di depan mata." tanya Arya.

"Tenang saja, Nak. Biar Om nanti yang bicara sama Raya. Dia pasti mengerti. Dia pasti akan menungu kamu, kok. Tentang tanggal pernikahan kamu tak perlu khawatir, kami sudah sepakat kamu dan Marissa menikah di tanggal yang sama. Tanggal yang seharusnya kamu menikahi Raya. Dengan begitu tak akan ada kabar simpang siur terjadi kepadamu." Jelas Om Randy mudah. Ya, begitu mudahnya ia berbicara seperti itu seolah Raya bukan anaknya. Memang tak akan masalah untukku karena tamu undangan, saudara, kerabat keluarga pun tak ada yang tahu wajah Raya seperti apa karena Arya jarang sekali membawa dia ke acara keluarga besar kecuali makan bersama hanya kedua keluarga inti saja. Saudara dan kerabat Arya yang pernah bertemu Raya mungkin hanya sekali, itu pun mereka pasti tak akan ingat wajahnya. Arya bahkan tak punya teman yang pernah ia kenalkan dengan Raya.

Tapi bagaimana dengan Raya yang pergaulannya luas dan temannya banyak. Sudah kepalang Raya menyebar undangan lalu teman-temannya datang ke pernikahan yang wanitanya bukan Raya. Apa kata mereka nanti, bagaimana Raya akan menjelaskannya?

Dan lagi bukan itu saja yang ia permasalahkan, Arya pun tak habis pikir bagaimana orang tua-tua ini tega menggerakkan anak mereka dengan seenaknya seakan anak mereka itu boneka. Mengapa orang tua-tua itu tak meminta persetujuan Arya dan Raya, tapi malah berdiskusi sendiri tanpa memikirkan perasaan mereka.

Arya sangat berpikir keras, hatinya terlalu kecewa untuk mendengarkan ini semua.

"Kalau Arya tidak mau, bagaimana?" ancam Arya.

"Kita semua akan berakhir, Nak." Jawab Papa. "Produk kita bergantung pada brand ini, begitupula jalannya produksi pabrik Om Randy. Sumber kehidupan pabriknya ada di produk kita. Bagaimana Om Randy dapat menggaji karyawannya jika mereka tak memiliki orderan sama sekali? Akan banyak orang yang kena PHK. Termasuk karyawan kita. Nama brand ini melekat pada Marissa. Jika mereka tau Marissa hamil di luar nikah akan menjadi berita besar. Produk kita akan dicekal. Brand Pak Aga akan di batasi penjualannya karena Marissa ini brand ambasadornya yang akan dianggap memberi pengaruh yang tidak positif. Dan Om Randy di ambang krisis kebangkrutan karena sebelum produksi produk kita Om Randy sempat pinjam uang pada bank untuk memberi pesangon pada karyawan nya yang sempat kena PHK. Sekarang Om Randy sedang berjuang bangkit kembali, Papa yakin Raya pun akan setuju jika mengetahui kondisi ini."

Arya terkekeh. "Arya sama sekali tidak mengerti maksud pembicaraan Papa. Bagaimana Papa tau Raya akan setuju pada hal yang tidak masuk akal seperti ini? Dan Arya rasa tak ada hubungannya brand ini dengan kehidupan Marissa dan kehidupan kita, juga kondisi pabrik Om Randy. Orang hanya berpikir perempuan itu tidak memberi hal positif tp dalam sekejap mereka akan lupa, dan kita hanya perlu mengganti brand ambassador saja. Atau kita menciptakan produk dengan nama lain dengan kualitas yang sama seperti produk kita yang lama, dan kita tetap bisa produksi di pabrik Om Randy. Kenapa semua di buat begitu sulit? Dan perempuan bernama Marissa itu sama sekali bukan halangan. Kita hanya perlu mencari alasan saja mengganti dia dengan brand ambasador yang lain. Kita bilang saja Marissa tidak mau memperpanjang kontrak atau alasan lainnya. Dengan begitu dia bisa melahirkan tanpa diketahui khalayak netizen dan orang-orang pada umumnya." terang Arya. Ia merasa hebat bisa memecahkan masalah yang sebenarnya tak sulit, jika dipikirnya.

"Andai memang semudah itu, Nak.." Pak Aga mendesah pelan, "masalahnya anak kami hamil hasil dari hubungan dia merebut suami orang. Dia selingkuh dengan suami orang, dan sempat membuat gaduh di instagramnya dengan mengatakan dia hamil anak suami orang dan meminta pertanggungjawaban agar laki-laki itu meninggalkan istri sahnya. Banyak komentar negatif bermunculan. Bukan hanya mengenai dirinya saja, tapi merembet juga pada bisnis perusahaan. Komentar mereka bahkan ada yang ingin memboikot produk kita karena kasus Marissa ini." jelas Pak Aga.

"Lalu apa hubungannya dengan saya, Om? Itu kan anak Om, tidak ada hubungannya dengan saya. Kenapa saya harus terseret pada semua masalah ini. Om itu ayahnya, harusnya Om mencari cara yang benar bukan malah menyeret dan merugikan orang!" ujar Arya kesal.

"Arya!" bentak Papa.

"Memang benar saya ayahnya, karena saya ayahnya makanya saya mencari jalan keluar dan jalan satu-satunya itu hanya kamu, Nak." kata Pak Aga. "Hanya menikah dengan kamu itu akan mematahkan gosip bahwa dia merebut suami orang, kamu tau kan isu-isu perebut suami orang itu sedang viral-viralnya di negeri ini? Marissa sudah di cap sebagai pelakor. Isu seperti itu sangat sensitif sekali. Kesalahan Marissa memang berselingkuh dengan suami orang, tapi netizen tidak mau tau. Kehidupan Marissa semua di ulik termasuk brand kita yang melekat pada dirinya." Jelas Pak Aga lagi

"Haahh?" Arya mendelik.

"Nak, saya bukan hanya seorang ayah, tapi saya juga seorang suami dan juga pengusaha. Saya ini bos yang memiliki anak buah dengan kantor cabang di seluruh Indonesia. Saya tidak akan membiarkan hal buruk terjadi pada putri saya, tapi saya juga tak akan diam jika perusahaan saya diambang kehancuran. Karena itu saya memilih cara ini. Dan saya tau segala sesuatu harus ada timbal balik, saya tidak ingin merugikan satu pihak pun diantara kita. Saya tidak ingin menyakiti kamu dan pasanganmu Raya, saya hanya ingin kalian menambah waktu untuk sampai pelaminan. Pernikahan kamu dan Marissa hanya sebatas tinta diatas kertas saja sampai waktunya tiba kamu bisa menghapus tinta itu. Dan kami sudah sepakat dengan papamu dan Pak Randy. Saya akan mengembangkan produk apapun yang diinginkan perusahaanmu untuk menggunakan brand kami dan dapat saya pastikan penjualan besar di setiap retail kami. Dan kami juga siap menambah produk yang bukan hanya milik papamu saja tapi juga milik rekan yang bergabung sebagai mitra kami untuk produksi di pabrik milik Pak Randy. Percayalah Nak, tak ada yang akan di rugikan disini." jelas Pak Aga panjang lebar.

Arya diam sejenak. Kepalanya penuh dengan segala sesuatu yang tak dapat dicerna oleh otaknya.

Apapun yang dikatakan Pak Aga tetap mustahil rasanya. Mereka bisa memikirkan karyawan mereka tapi tak bisa memikirkan perasaan anak-anaknya. Arya tau perkara karyawan itu hanya alibi untuk pemuas nafsu menjaga nama baik perusahaan mereka saja.

"Apa yang Pak Aga katakan itu benar, Nak. Tak ada siapapun yang akan di rugikan disini." Timpal Papa.

Bukannya membuat Arya tenang, kata-kata Papa malah semakin membuat Arya geram.

"Arya tak mau. Arya ingin memilih hidup Arya sendiri bukan menjadi boneka Papa atau siapapun." tegas Arya.

Arya sudah pusing sekali, rasanya ia mual jika harus berlama-lama disini. Maka ia pun putuskan untuk beranjak lalu pergi naik ke kamarnya tanpa berpamitan.

Papa mendesah "Percuma kamu mau melawan seperti apa Arya, tetap tidak akan merubah apapun." seru Papa dari kejauhan.

***

Raya Juga Hamil

20 panggilan tak terjawab. 15 panggilan video call terabaikan.

Semua dari Raya.

Semalam saat Arya masuk kamar, ia membanting smartphone miliknya hingga mati. Lalu tertidur dalam tangisan tanpa suara. Laki-laki kaku ini tanpa sadar menangisi nasib yang tak baik padanya.

Paginya saat bangun ia tersadar untuk menghubungi Raya. Pasti dia sudah tau keadaan ini sekarang.

Arya memungut smartphone miliknya, ia lihat hanya mati saja tanpa ada kerusakan berarti. Untunglah tidak pecah hanya lecet sedikit. Ia lantas menyalakannya dan tambah bersyukurlah dia ternyata masih berfungsi.

Arya buru-buru langsung menelpon Raya.

Tak berapa lama telpon itu di angkat dengan suara serak di ujung sana.

"Ay.." sapa Arya. Lalu hening.

"Kamu ga apa-apa kan, Ay?" Tanya Arya pelan. Lalu di jawab dengan isak tangis Raya.

Arya yang khawatir langsung mengalihkan telponnya menjadi video call. Saat Raya mengangkatnya tampak wajah Raya yang sembab. Matanya bengkak. Sakit hati Arya melihat keadaan Raya yang seperti itu.

"Aku.. aku.. aku ga mau kita berakhir seperti ini, Ay!" ujar Raya terbata-bata berlomba dengan isak tangis. Suaranya bergetar terdengar begitu pilu.

"Kamu sudah tau ya semuanya?" tanya Arya murung.

Raya mengangguk sambil sesenggukan.

"Aku akan bicara lagi dengan Papa. Kamu jangan sedih gitu dong, Ay." hibur laki-laki itu.

"Masa ceweknya orang ganteng nangis jadi jelek gini, wajahnya kusut loh.." goda Arya.

"Apa sih ih Ayang! Aku ga peduli mau jelek mau apa juga. Aku tuh lagi sedih tau ga." kata Raya sebel.

"Aku paham ko, Ay. Tapi udah jangan nangis lagi, ya. Sini aku kasih pelukan udara biar kamu tenang." seru Arya. Pria kaku dengan gombalan aneh.

"Apa sih kamu tuh. Aku kesel sama kamu. Lagi gini bisa-bisanya ngomong ga serius gitu!" ucap Raya marah.

Mereka jadi hening.

"Jangan pelukan udara. Maunya yang asli pelukannya. Udara mulu bosen!" kata Raya lagi mencoba tenang sambil menghapus air mata di pipinya. Dia mencoba tegar dan berusaha berhenti menangis.

"Kan nanti pelukan aslinya kalau kita udah nikah, dan.."

"Iya kalau kita nikah. Kalau kamu jadinya nikah sama pelakor itu gimana?" sela Raya lalu menangis lagi kini semakin menjadi-jadi.

Arya merasa bersalah. Ia bingung melihat Raya seperti itu. Arya mencoba kembali menenangkan Raya dan menghiburnya, tapi sudah tidak mempan.

"Ay, aku tau keadaan ini salah. Aku juga tau sebagai laki-laki aku ini sangat pengecut tidak bisa berbuat apa-apa. Dan aku bingung harus gimana..." ujar Arya tapi hanya ditanggapi oleh tangisan Raya.

"Sekarang kamu istirahat aja ya, aku mau coba bicara lagi dengan Papa, siapa tau Papaku akan berubah pikiran." Akhirnya ia pun menyuruh Raya untuk beristirahat sementara Arya akan bicara lagi dengan Papanya.

Arya berlari-lari menuruni tangga mencari Papanya. Ia lihat Papa ada di ruang tamu bersama Mamanya.

"Baik, Dok. Tolong selamatkan ibu saya, berapapun akan saya bayar asal ibu saya tetap hidup!" Papa panik sambil telpon. Nenek Arya masuk rumah sakit lagi. Sudah sering hal seperti ini terjadi, sakit jantungnya kumat lagi dan perlu tindakan operasi. Papa sangat sayang Nenek. Tiap seminggu sekali Papa bahkan berkunjung ke rumah Nenek untuk melihat keadaanya dan hampir tiap hari Papa menelpon untuk menanyakan kabar.

"Nenek kenapa, Pa?" tanya Arya.

"Jantungnya kumat lagi. Papa harus segera kesana sekarang dengan Mama." ucap Papa buru-buru dan bergegas menuju pintu keluar sambil menelpon supirnya.

"Kami pergi dulu ya, Nak. Kalau ada berita baru tentang nenek akan Mama hubungi kamu." kata Mama sambil mengelus lengan Arya lalu pergi mengikuti Papa.

"Nak, persiapkan saja segala sesuatu untuk pernikahan kamu dan Marissa. Jika butuh apa-apa bilang sama Arman." Kata Papa dari kejauhan.

"Pa.. pa.. tapi Arya mau bicara masalah Raya, Pa.." kejar Arya namun Papanya hanya melambaikan tangan tanpa menoleh pada Arya. Mama yang mendengar itu menoleh dengan tatapan nanar tapi tidak bicara apapun. Lalu kembali mengikuti Papa.

Arya mendengus kesal. Aduh bagaimana ini. Arman kan hanya asisten Papa. Bukan orangtua Arya. Yang Arya butuhkan adalah tetap menikah dengan Raya dan membatalkan pernikahan dengan Marissa bukan malah sebaliknya. Apakah Arman dapat membantunya untuk hal seperti itu?

Arya galau. Maka ia pun putuskan untuk pergi ke rumah Raya, setidaknya dia bisa membujuk ayah Raya agar tetap mempertahankan pernikahan mereka.

Namun sayang, sesampainya di rumah Raya, Om Randy tetap pada keputusannya untuk membatalkan pernikahan tersebut.

"Nak, perusahaan Ayah sedang di ambang kebangkrutan. Kamu ga sayang sama Ayah? Nanti gimana kita makan, gimana kita hidup, dimana kita tinggal kalau sumber penghasilan kita hilang?" Kata Om Randy meminta pengertian Raya.

"Tapi.. tapii.. Raya.. Raya ga bisa, Yah! Raya sayang sama Arya.." jawab Raya dalam isak tangis.

"Iya Ayah tau, kalian saling menyayangi juga mencintai. Tapi keadaan kita sedang kurang baik. Sekarang kita harus mengalah dulu, kan ada waktunya juga kalian nanti dapat bersama. Hanya sampai Marissa melahirkan saja." ucap Om Randy.

"Tapi Om, saya juga ga bisa seperti ini. Bagaimana saya menjalani kehidupan pernikahan dengan orang lain walau hanya kurang dari satu tahun. Saya tidak tahu harus bagaimana menghadapinya." ujar Arya.

"Dengar Nak, kamu hanya perlu menjalaninya saja. Anggap saja nanti dia hanya teman yang tinggal bersama. Teman berbagi atap seperti di asrama." Jawab Om Randy.

"Hanya teman bagaimana, Yah? Bagaimana bisa pria dan wanita tinggal bersama? Bagaimana jika suatu saat Arya mulai suka sama pelakor itu? Raya ga rela! Raya ga mau! Raya ga mau!" jerit Raya histeris membuat Arya sedih. Pikir Arya, segitu cintanya gadis itu padanya sampai tidak ingin kehilangan Arya.

"Kenapa Arya harus bertanggung jawab atas kehamilan orang lain? Menjaga nama baik sebuah brand dan perusahaan? Omong kosong macam apa itu, Ayah? Persetan dengan semua ini!" Lagi-lagi Raya histeris.

"Rayana! Sikap macam apa ini. Mengapa kamu seperti itu? Ayah tidak pernah mengajarimu untuk berkata kasar seperti tadi!"

"Raya ga peduli. Ayah tidak mengerti perasaan Raya! Mengapa Arya harus bertanggung jawab atas kehamilan orang lain? Arya itu milik Raya. Arya harusnya bertanggung jawab atas kehamilan Raya bukan orang lain. Arya itu pacar Raya! Calon suami Raya!" jerit gadis itu lagi.

Arya bingung pada apa yang baru di ucapkan Raya. Kehamilan Raya? Maksudnya apa?

"Kamu bicara apa Raya! Kehamilan apa maksudnya?" Tanya Om Randy.

"Raya hamil, Yah! Raya hamil anak Arya!" jerit Raya.

"Haa... hamil?" gumam Arya kebingungan.

Mata Arya berasa kunang-kunang. Kepalanya mendadak pusing. "Apakah aku tidak salah dengar?" batinnya

"Om.. saya tidak..melakukan apa-apa.." ucap Arya terbata.

Mereka terdiam. Hanya Raya yang masih menangis.

Om Randy tampak berpikir, ia bergantian menatap Arya dan Raya lalu mendadak tertawa. "Hahaha anak gadisku.. Ckckck.. Sampe segitunya kamu Nak ga mau pisah sama Arya." Om Randy mendesah kasihan pada Raya. "Ayah tahu kamu bohong, membuat alasan agar pernikahan kalian tetap berjalan kan. Tapi keputusan sudah bulat. Ayah minta tolong pengertian Raya dan juga kamu Nak Arya, Om minta tolong maklumnya atas keadaan ini. Om janji ini hanya sementara. Hingga Marissa melahirkan Om pasti akan menikahkan kalian," saat Om Randy berbicara seperti itu tiba-tiba pintu depan rumah terbuka. Tampak ibu Raya datang bersama anak keduanya, seorang laki-laki kecil yang masih berusia 6 tahun. Raka.

"Ehh.. ada Nak Arya." Sapa ibu Raya. Arya pun membalas sapaan itu.

"Loh kakak ko nangis?" tanya suara mungil Raka.

Om Randy yang mendengar itu tak mau membuat suasana tak nyaman ini sampai terlihat oleh anak laki-lakinya yang belum mengerti apa-apa.

"Raya, sekarang kamu istirahat saja. Kamu juga nak Arya pulang saja, istirahat dirumah. Lusa kan pernikahan kamu dengan Marissa," mendengar itu ibu Raya tampak murung lalu cepat mengajak anak laki-laki nya untuk masuk ke ruangan dalam.

"Jaga kondisi kamu agar tetap sehat sampai hari H." pesan Om Randy. Arya hanya diam tak mau menanggapi.

Ia pun bangkit berdiri, tapi Raya masih bersikeras atas apa yang sempat di katakannya tadi.

"Raya ga bohong, Yah. Raya beneran hamil!" kata Raya lagi. Tampak raut wajah Om Randy yang iba. Begitupun dengan Arya. Ia jadi merasa bersalah. Bukan karena telah menghamili Raya, karena memang tidak ada sejarahnya Arya menyentuh Raya selain hanya bergandengan tangan saja. Tapi ia merasa bersalah atas sikap Raya yang begitu aneh. Arya takut hal ini membuat Raya jadi stress dan depresi.

Arya pun mendekati Raya, bersimpuh didepannya sambil menggenggam tangannya. "Raya, kamu tenang ya. Aku memang ga bisa membatalkan semua rencana ini. Tapi seenggaknya ini hanya sementara. Kita hanya perlu waktu tambahan hingga kita dapat bersatu. Aku janji ga akan ada hubungan sama Marissa sampai dia melahirkan. Karena satu-satunya wanita di hati aku itu hanya kamu. Dan kamu tau itu kan." ucap Arya lembut tapi terkesan sudah menyerah pada keadaan.

Raya sambil menangis geleng-geleng kepala. "Engga, engga.. aku ga mau Ay. Aku ga bisa. aku ga bisaaa!" tangis Raya histeris.

Om Randy menepuk bahu Arya mengisyaratkan untuk membiarkan Raya seperti itu. Dengan berat hati ia berdiri dan melepas genggamannya. Namun hal itu dicegah oleh Raya, ia ikut berdiri dengan tetap menggenggam dan menatap Arya sambil menangis sesenggukan dan tetap menggeleng kepala.

Om Randy juga sama dengan berat hati memegang lengan Raya membantu untuk melepas kepergian Arya.

Ia mengangguk pada Arya untuk segera pergi dan Arya nurut. Raya masih menjerit-jerit memanggil namanya bahkan setelah Arya keluar.

Arya masuk mobilnya, ia kalut. Memukul-mukul setir mobil dan menyalahkan dirinya sendiri. Apa aku harus terima keadaan dan membiarkan Raya seperti itu? Tanyanya dalam hati.

Arya sebenarnya ingin tidak menyerah. Ia ingin mencoba sekali lagi untuk terakhir.

Sesampainya orangtua Arya dirumah nanti setidaknya ia harus kembali membahas hal ini dengan mereka. Jika dengan Om Randy tak bisa, mungkin dengan papanya bisa. Karena tidak mungkin papanya tega menggadaikan Arya hanya demi sebuah produk perusahaan.

***

Tapi ternyata, papanya memang tega.

"Nak, apa kamu tidak melihat kondisi kita yang seperti ini? Nenekmu adalah ibu yang sangat Papa sayang. Dia sekarang sedang sakit. Butuh perawatan, butuh biaya, kita juga butuh sumber penghasilan. Karyawan kita juga perlu kita gaji. Pajak perusahaan, rumah, kendaraan harus kita bayar. Kalau kamu tidak ingin membantu Papa sekali ini saja, akan seperti apa kehidupan kita kedepannya?" tanya Papa "..kamu adalah penerus perusahaan. Kamu juga yang akan menikmati kelak pengorbanan ini. Papa hanya minta tolong sekali ini saja padamu, Nak. Please." Mohon Papa saat Arya mengutarakan keinginannya untuk tetap menikah dengan Raya.

Arya diam sejenak. Walau semua ini salah, tapi apa yang di katakan Papa memang benar. Meski dia sanggup membeli mobil mewah, mampu membiayai pengobatan nenek, tapi jika usaha keluarganya bangkrut akan seperti apa kehidupan mereka nanti. Seolah kata-katanya yang dulu menggampangkan masalah ini sudah tak lagi berarti.

Hal yang sama juga dengan kehidupan keluarga Raya yang sedang berjuang untuk pulih dari hutang piutang yang harus segera di bayar pada bank. Jika memang Pak Aga akan berinvestasi dengan Om Randy sebagai mitra kerja, pasti akan sangat menguntungkan keluarga Raya.

Terngiang-ngiang ucapan papa tadi, apa Arya harus mengalah saja hanya sampai Marissa melahirkan?

Arya ingin berdiskusi dengan Raya namun entah mengapa ia susah sekali dihubungi. Bahkan Raya tak ingin bertemu Arya walau sudah disamperin kerumahnya. Apa Raya semarah itu pada Arya?

Hingga hari pernikahan tiba Raya tetap tak bisa dihubungi. Arya bingung dan cemas. Ia berkali-kali menanyakan hal ini pada Om Randy namun ayah Raya itu hanya mengatakan bahwa putrinya baik-baik saja dan menyuruh Arya untuk tetap fokus pada pernikahannya.

Hingga hari pernikahan yang tak di nantikan itu tiba.

Gedung pernikahan megah yang sudah di persiapkan untuk pesta tampak berkilauan. Honda civic hitam dengan hiasan bunga di depannya sudah terparkir di depan pintu altar. Nampak seorang wanita cantik yang begitu asing berjalan dari pintu itu dengan gaun putih panjang. Wajahnya tertutup tudung kain tulle putih. Namun Arya yang sedang berdiri menunggu gadis itu masih bisa melihat wajahnya walau tidak jelas. Sepertinya aku pernah bertemu orang ini di kantor. Ah, wajar saja. Kan dia brand ambassador produk perusahaan. Pikir Arya.

Wanita itu berjalan di tuntun seorang pria yang pernah Arya temui, Pak Aga.

Pak Aga tampak tersenyum menyapa orang-orang di kanan kirinya. Senyum palsu, pikir Arya lagi.

Sambil menunggu gadis itu Arya tampak celingukan kesana kemari, apakah Raya akan datang ke sini? Apakah dia baik-baik saja dengan hal ini?

Tapi diantara tamu tak ada wajah gadis yang dicintainya itu. Sedang apa dia sekarang? Pikir Arya tak hentinya. Ia ingin cepat sekali menyelesaikan pernikahan hari ini, ah tidak, ia ingin menyelesaikan beberapa bulan kedepan sampai hari dimana Marissa melahirkan. Di saat seperti ini Arya malah membayangkan jika Raya yang memakai gaun pengantin itu, dan berjalan menuju ke arahnya sambil dituntun oleh Om Randy. Andai hal itu terjadi bukan muka murung seperti ini yang akan Arya tunjukkan di hari pernikahannya.

Selama hidup, Arya selalu berpikir bahwa pernikahan itu sakral. Hanya sekali, sehidup semati. Namun kini pikiran itu telah terpatahkan, karena baginya pernikahan hanyalah permainan saja yang bisa di putuskan dengan uang.

Marissa berhenti tepat di depan Arya. Kini mereka saling berhadapan untuk mengucapkan janji suci.

Janji suci kepalsuan yang bisa di kontrak di atas kertas.

Arya melingkarkan cincin di jari Marissa dan begitupun sebaliknya. Lalu ia membuka tudung wanita itu, semua orang bersorak-sorak meminta Arya mencium gadis itu.

Arya kikuk, bagaimana caranya? Apa harus di bibir apa gimana? Mati rasa dia disana.

"Cium kening, bodoh." bisik Marissa membaca wajah Arya yang pucat karena gugup.

Arya tersentak disebut bodoh oleh gadis yang baru sah menjadi istrinya itu. Tak tau apa yang harus diperbuat, ia pun melakukan hal yang dibilang Marissa tadi.

Semua bertepuk tangan bersorak-sorak saat Arya mencium kening Marissa, ada juga yang cie-cie sampai suruh mereka berciuman. Tapi Arya pura-pura budek saja.

Saat semua orang bergembira, tiba-tiba pintu masuk itu terbuka lebar, tampak seorang wanita berpenampilan lusuh dengan wajah kusut dan rambut acak-acakan berteriak tak karuan. Tampak beberapa orang menarik gadis itu termasuk ada Om Randy diantaranya.

"Raya!" pekik Arya.

"Kamu ga boleh menikah Ayang. Aku ga rela, aku sedang hamil. Aku ga mau melahirkan sendiri. Kamu harus nikahin aku!" teriak Raya membuat semua tamu membeku menatapnya, tak selang lama timbul suara kegaduhan bisik-bisik tak karuan dan pertanyaan-pertanyaan lainnya.

Tampak Raya diseret paksa keluar oleh orang-orang yang memegangnya tadi.

Melihat hal itu MC acara segera bertindak untuk menenangkan tamunya dan meminta maklum karena keributan ini.

Arya bergegas untuk meninggalkan panggung tapi ditahan oleh Papanya.

"Biarkan orang lain disana yang mengurusnya. Kamu hanya perlu fokus, tetap disini dan jangan melakukan sesuatu yang gegabah." ucap Papa.

Wajah panik Arya tak dapat disembunyikan. Mengapa Raya bertindak sejauh ini? Mengapa Om Randy bicara Raya baik-baik saja padahal keadaannya sebaliknya?

Arya menuruti perkataan papa walau pikirannya ke mana-mana.

"Ternyata lu gila juga ya bisa ngebuntingin anak orang. Padahal tadi berlagak polos." bisik Marissa tepat dikuping Arya membuat kepala pria itu panas.

"Yang gila itu kamu, mau-maunya di buntingin suami orang." balas Arya. Marissa menoleh sambil melotot pada Arya tapi ia tak peduli. Yang dipikirkan dia saat ini adalah bagaimana keadaan Raya sekarang.

Beberapa menit setelah kejadian itu ada acara doorprize yang dipercepat waktunya untuk mengalihkan perhatian para tamu. Dan terbukti para tamu segera melupakan kejadian tadi dan tetap menikmati pesta sebagaimana mestinya.

"Hanya untuk pernikahan 7 bulan saja papamu rela kasih doorprize mobil mewah. Sungguh sebuah pencitraan." ujar Arya sambil melirik perut Marissa yang sedikit terlihat buncit seperti lemak padahal ada bayi di dalamnya.

"Ga ada bedanya kan dengan lu dan papa lu. Untuk pernikahan 7 bulan ini juga lu nelantarin anak orang yang lagi hamil anak lu." balas Marissa. Kata-katanya menusuk hati Arya.

Mana ada Raya mengandung anaknya. Arya tau ucapan Raya tadi hanya bentuk depresi saja dari ketidakadilan kondisi yang sedang ia alami. Walau Arya tau tapi ia pilih diam. Rasanya terlalu malas buat menanggapi Marissa lagi.

Acara pernikahan ini berlangsung begitu meriah apalagi dihiasi dengan wajah-wajah orang yang beruntung mendapatkan hadiah doorprize. Walau tidak semua dapat tapi setidaknya para tamu itu membawa souvenir mahal. Parfum dengan merek terkenal. Arya tak tahu bagaimana souvenir handuk dengan tulisan nama dia dan Raya berubah menjadi parfum mahal. Dan bagaimana cara mereka mendapatkanya dengan waktu sesingkat itu pun Arya tak peduli.

Saat semua orang sudah dipastikan pulang Arya bergegas meminta Arman memberikan kunci mobilnya, ia hendak bertemu Raya.

Papa mencengkram lengan Arya. "Tidak perlu buru-buru seperti itu, Nak. Papa tau kamu mau kemana. Raya ada dirumah kita. Papa meminta mereka untuk menunggu dirumah agar kita bisa berdiskusi bersama." kata Papa.

"Berdiskusi untuk apa, Pa?" Tanya Arya.

"Tentang semuanya, terutama soal ucapan Raya yang sedang mengandung anak kamu tadi." Arya mendelik, bahkan papanya mencurigai Arya telah melakukan hal tidak senonoh pada Raya.

"Raya depresi Pa makanya dia seperti itu."

Tiba-tiba Marissa ikut nimbrung. "Dia memang depresi, itu karena dia udah ngerasa di ujung tanduk makanya nekat kayak gitu. Gue tau itu," ujar Marissa. "... karena gue juga pernah ada di posisi dia.. Arya, cewek lu beneran hamil!"

***

Kebenaran

Masa iya sih Raya hamil?

Dijalan menuju rumah, Arya selalu kepikiran Raya. Dia sedih, khawatir, cemas, tapi...juga bingung. Kenapa ya Raya bisa nekat kayak gitu? Apa dia sangat depresi?

Kasihan sekali Raya, andai aku ada di posisi dia apa aku akan melakukan hal yang sama? Menggila seperti itu? Ahhh.. aku benar-benar merasa bersalah telah mengambil keputusan ini. Mengikuti keinginan orangtua kami tapi mengorbankan perasaan dan cinta Raya kepadaku.

Pikiran Arya terus berkecamuk. Dia juga sudah pasrah akan apa yang terjadi nanti saat sampai rumah. Ada Raya disana menunggu kedatangan mereka. Arya bingung harus bagaimana menghadapi situasi ini.

Pikirannya kini bercabang. Mengapa Raya seperti itu? Lalu apakah omongan Marissa saat dipesta tadi benar kalau Raya memang hamil makanya dia depresi kayak gitu? Tapi sama siapa? Aku kan ga ngapa-ngapain sama Raya. Ga mungkin juga kan Raya hamil dengan pria lain! Kita kan saling mencintai, mustahil Raya berkhianat! Raya itu gadis baik-baik, dia bukan orang yang haus kasih sayang dan cinta. Semua orang menyayangi Raya. Aku juga selalu memperhatikan dia setiap saat. Aku kurang apa sampai Raya berbuat hal ga masuk akal kayak gitu? Selingkuh sampe hamil juga? Ah.. ngga ngga ngga... Raya pasti stress. Dia itu stress karena batal nikah makanya nekat seperti itu.

"Mikir apa sih muka lu asem gitu," celetuk Marissa.

"Lagi mikirin si Jalan Raya ya, mikirin gimana nasib anak lu nanti sedangkan lu sekarang harus tanggung jawabin anak orang." Oceh Marissa.

"Nama dia Rayana, bukan jalan raya! Apa maksud kamu mikirin nasib anakku? Raya sama sekali gak hamil. Kami pacaran sehat gak seperti kamu!" balas Arya kesal karena Marissa memecah pikirannya.

"Pacaran sehat ko hamil?? "

"Uppss apa jangan-jangan hamil anak orang yaa.. hihihi.." celetuk Marissa lagi diselingi kikikan mengejek.

"Kamu kalau dendam gak bisa dinikahin pacar kamu yang katanya suami orang itu gak usah lampiasin amarah kamu ke orang lain. Kamu gak punya hak sama sekali buat ngatain atau ngehina orang lain yang gak kamu kenal, ga ada hubungannya juga kan sama kamu." ujar Arya pedas.

Marissa tak menjawab. Dia hanya menyunggingkan senyum di sebelah bibirnya seolah memiliki sebuah arti.

Setelah percakapan itu lama mereka terdiam dalam perjalanan, membuat Arya kembali memikirkan apa yang sempat ia pikirkan tadi.

Apa ini benar-benar keputusan yang tepat untuk menikahi Marissa? Walau sudah menikah tapi Arya masih merasa ini hanya mimpi saja. Ia berharap ada orang yang akan membangunkan dia dari mimpi buruknya ini.

Penyesalan selalu datang terlambat kan. Arya berpikir mengapa mereka tidak kawin lari saja daripada terima keputusan kayak gini. Harusnya menikah itu bahagia bukan malah sebaliknya.

Bagi Arya bahkan mungkin bagi semua orang, pesta pernikahan adalah sesuatu yang indah dan sakral, tapi makna itu kini sudah berubah. Bagi Arya saat ini pesta pernikahan adalah hal terburuk dalam hidupnya.

Menghancurkan perasaan orang, menghancurkan hati Raya gadis yang dicintainya bahkan menghancurkan hatinya sendiri.

"Harusnya lu bersyukur nikah sama gue. Nikah pura-pura tapi diketahui kedua belah pihak. Daripada lu nikahin si Jalan Raya. Pura-pura dulu baru nikah." ujar Marissa memecah lamunan Arya.

"Maksud kamu apa sih? Pura-pura gimana maksudnya? Kamu juga jangan sebut nama orang sembarangan, bisa kan? Namanya Raya, bukan Jalan Raya. Harus bilang berapa kali biar ngerti?" tanya Arya sinis.

Marissa malah cekikian ga jelas. "Lu lucu juga ya kalo ngambek gitu. Udah lucu ganteng, baik, setia juga. Ga salah bokap gue nikahin gue sama elu." Kata Marissa sambil memainkan mata so imut pada Arya.

"Apaan sih!" lirik Arya sambil melipat tangan risih.

Dasar orang aneh, pikirnya.

"Jadi gitu cara kamu godain orang, ya? Ga usah banyak lagak ga mempan ini sama aku." kata Arya sambil menatap keluar jendela. Ia sedang berjalan dengan mobilnya melewati bangunan-bangunan diluar, tapi rasanya bagi Arya bangunan-bangunan itulah yang seperti berjalan melewatinya.

Karena perkataan Arya barusan, supir mereka yang sedari tadi diam jadi usil lirik kaca spion berusaha kepo.

"Ga juga sih. Mana ada godain orang imut gitu, harus hot lah." ujar Marissa sambil membusungkan dadanya.

"Ga usah banyak gaya gitu. Aku ga akan terpengaruh." kata Arya.

"Ya pantes aja tuh perempuan main di belakang lu. Orang lu ga normal." ucap Marissa ketus.

Arya melirik Marissa tajam.

"Cewek brengsek!" umpat Marissa, "harusnya lu tau kelakuan dia gimana sebenernya. Kurang kasih sayang malah rebut cowo orang. Lu tuh harusnya sadar kalo.."

Marissa terdiam saat menyadari sorot mata Arya yang memandangnya tajam.

"Cewek lu selingkuh, dasar cowok menyedihkan." ucap Marissa lagi seolah tak mempan dipelototi seperti itu.

"Kamu lagi ngedumel apa sih? Kenapa mudah sekali mengumpati orang seperti itu? Aku ga tau kamu dapat cerita gitu dari siapa, tapi jangan asal bikin rumor tanpa bukti. Hanya gara-gara tadi Raya bikin heboh di pesta bilang sedang hamil tapi belum tentu dia benar kan? Apalagi sampai kamu berasumsi dia selingkuh segala." kata Arya kesal.

"Gue ga asal ngomong ya. Asal lu tau aja, gue liat pake mata kepala gue sendiri! Ya kali anak orang kaya macam gue ga bisa apa-apa. Cuma cari info gitu sih cetek. Emangnya elu, manusia naif, polos mau dibego-begoin. Udah gitu anak papa di suruh ini itu mau aja.." sindir Marissa.

Ngomong apalagi sih manusia satu ini? Menyebalkan sekali. Pikir Arya heran.

"Sebentar lagi lu bakal tau semua kebenarannya, jadi sebelum itu terjadi, gue mau minta maaf dulu pertama sama lu. Karena gue pikir lu itu satu-satunya korban disini."

Tiba-tiba mobil mereka berhenti. Tanpa Arya sadari mereka sudah sampai di depan rumah. Marissa langsung turun begitu saja walau Arya sudah cegah untuk minta penjelasan atas ucapannya tadi.

Mereka masuk kejar-kejaran.

"Eh Marissa apa maksud kamu..hey!" panggil Arya tapi Marissa tidak menggubris.

Korban apa sih maksud ni cewek? Jelas-jelas Raya yang jadi korban disini. Pikir Arya.

Mereka kini tiba di depan pintu, saat terbuka tampak Raya sedang duduk gelisah dengan mata berkilat marah dan kantung mata bengkak. Wajahnya sangat kuyu lelah.

Terlihat sekali amarah dan kebencian saat menatap Arya dan Marissa datang bersama.

Tampak Papa dan Mama Arya juga orangtua Marissa muncul dibelakang mereka.

"Pasti kalian sudah menunggu lama." sapa Papa Arya basa-basi yang di sambut basa-basi pula oleh Om Randy, padahal tersirat ketegangan diantara mereka.

"Umm.. Selamat nak Arya atas pernikahanya, maaf tadi Raya sempat membuat kekacauan." kata Om Randy yang dia pikir sendiri pun bingung apa perlu mengucapkannya atau tidak karena secara tidak langsung Arya sedang mencampakkan anaknya karena menikahi wanita lain. Tapi mau gimana lagi tak ada kata yang pas untuk diucapkan walau hanya sekedar bada-basi semata.

"Iya tidak apa-apa, Om. Saya maklum dan mengerti." balas Arya yang juga canggung.

"Haahhh.. suamiku, kamu bilang tidak apa-apa?! Aduh Pak, gara-gara anak anda pernikahan kita jadi kacau. Yah.. walaupun hanya kawin kontrak tapi kan tetep aja pesta adalah pesta. Karena wanita malang ini jadi timbul gosip-gosip ga enak selama acara berlangsung!" kata Marissa membuat semua orang terdiam tak habis pikir. Semua tercengang dengan watak blak-blakan Marissa.

"Eh perempuan ******. Sebelum kamu nikahin pacarku juga kamu udah bikin gosip ga enak kan buat diri kamu sendiri yang harus berimbas juga kesana sini sampe ke usaha Arya dan papaku! Gara-gara gosip kayak gitu Arya harus nikah sama perempuan ga jelas kayak kamu!" bentak Raya, semua orang yang ada tampak kaget mendengar ucapan Raya yang tak segan.

"Gara-gara keegoisan kamu aku batal nikah sama Arya. Udah rebut suami orang sekarang rebut calon suami orang! Dasar pelakor!" hina Raya dengan murka. Mereka semakin tercengang. Di balik sifat Raya yang manis dan lembut ternyata seperti ini sisi Raya lainnya.

Suasana nampak memanas tapi anehnya Marissa yang mendengar hal itu malah tenang dan biasa saja.

"Bodo amat. Kan laki lu sekarang udah jadi suami gue, ngapain lu teriak2 kayak monyet hutan gitu? Napa? Lu mau rebut suami gue? Lah ada calon pelakor nih, ahahaha!" Ledek Marissa.

"Rissa! Bisa-bisanya kamu seperti itu sama orang lain. Kamu ga tau diri sekali, kita sudah dibantu sama mereka, seenggaknya kamu harus bersikap sopan!" Pak Aga geram pada anaknya, "kamu harusnya berterimakasih Arya rela menikahi kamu, kalau engga sudah Papa gugurkan kandungan kamu. Membuat malu saja bisamu!" bentak Pak Aga lagi.

Semua terhenyak mendengar penuturan Pak Aga. Arya pun sama terkejutnya. Jika tak ada yang bertanggung jawab atas bayi itu, maka nyawa tak berdosa dalam perut Marissa akan di hilangkan? Sungguh kejam.

"Harusnya Arya yang berterima kasih sama Rissa. Karena dia ga jadi nikah sama iblis betina ini!" kata Marissa tak terima sambil menunjuk Raya.

"Sudah sudah semuanya tenang! Kita berkumpul disini kan untuk meluruskan masalah. Kita tidak perlu bertengkar seperti ini. Mari kita selesaikan dengan kepala dingin." Lerai Papa Arya.

Semua diam lalu mengambil tempat duduknya masing-masing.

Marissa mengambil tempat dipojok. Ia menjatuhkan badannya begitu saja saking kesal.

"Mmm... karena situasi sudah tak mengenakan seperti ini, saya mau langsung to the point saja bertanya." Papa mulai membuka pembicaraan.

"Raya, nak.. Om tau kamu kecewa dan sakit hati, tapi kenapa kamu tadi berbuat seperti itu? Om mengerti kalau kamu marah tapi kan kita sudah sepakat Arya akan kembali lagi padamu hanya sampai waktu Marissa melahirkan." Ujar Papa Arya lembut.

Mama Arya yang memilih duduk disamping Raya mengelus-elus punggung tangan perempuan tersebut. Sebagai seorang ibu ia pun merasa iba. Mengapa anak-anak malang ini harus mengalami hal macam ini? Tapi apa daya Mama yang hanya bisa mengikuti keinginan Papa juga karena kondisi yang serba salah.

Cukup lama Raya terdiam, lalu menangis sesenggukan.

"Raya ga rela Arya nikah sama perempuan ini. Harusnya Arya nikah sama Raya.." ucap Raya terbata.

Marissa kembali tersulut emosi. "Kenapa emangnya kalo nikah sama gue? Karena kita sama-sama hamil tapi Arya malah nikahin gue, gitu? Karena Arya itu pacar lu, jadi lu ngerasa berhak dinikahin sama si Arya walaupun lu lagi hamil bukan anak dia?"

Jlegerrr!

Tiba-tiba terdengar suara petir menyambar.

Double spot jantung mereka semua disana.

Perkataan Marissa seolah di setujui langit, selain karena petir itu semua juga terkejut mendengar pernyataan Marissa tadi.

Setelah petir besar lama-lama turun hujan deras.

Mama Arya yang dari tadi mencoba menghangatkan Raya kini perlahan melepas genggamannya tak percaya.

"Lu itu murahan. Lu cuma mau manfaatin Arya tanpa timbal balik, hanya mau jadiin si Arya buat nutupin aib lu gara-gara hamil anak si Kelvin, kan?" seru Marissa meluap-luap.

"Cukup Marissa!" Bentak Arya.

"Dari tadi kamu ngoceh terus hal-hal aneh. Sebenernya ada apa ini? Apa yang lagi kamu bicarakan?" tanya Arya geram.

"Akhirnya lu tanya juga kan. Tadi waktu gue cerita lu bilang gue ga ada hak ngomonin orang yang ga gue kenal. Asal lu tau aja ya, Arya. Gue kenal banget sama perempuan busuk ini!" Ucap Marissa meledak-ledak.

Mata Raya membelalak. "Cerita? Cerita apa?" tanya Raya.

"Cerita kalo lu ga rela gue rebut Arya karena si Kelvin ga mau tanggung jawab anak yang ada di kandungan elu." jawab Marissa bohong tapi tetap santai.

"Apa maksud kamu? Apa yang kamu ketahui? Dasar perempuan ******!" jerit Raya ia bangkit berdiri menghampiri Marissa lalu menarik rambutnya.

Marissa tak mau kalah ia balas tarik rambut Raya. Kedua perempuan itu kini saling menjambak dan berteriak. Sumpah serapah dalam rumah itu kini beradu dengan derasnya suara hujan.

Om Randy, Papa, Pak Aga juga Arya mencoba memisahkan mereka. Sedangkan Mama Arya dan Mama Marissa menjerit-jerit meminta mereka berhenti berkelahi.

Plak!

Saat mereka berhasil terpisah. Sebuah tamparan mendarat dipipi Raya. "Jelaskan pada Ayah! Apa ada hal yang kamu tutupi? Jelaskan perkataan Marissa tadi!" Om Randy memukul anaknya di depan orang banyak membuat Raya malu dan marah.

"Kenapa Ayah memukul Raya? Ayah membuat Raya malu.."

"Kamu yang sudah buat malu Ayah! Sekarang Ayah minta kamu jawab sejujurnya. Apa maksud perkataan Marissa." Tanya Om Randy sambil mengguncang tubuh Raya.

Masih dipegangi Pak Aga, Marissa tampak tersenyum sinis sambil meniup rambutnya yang jatuh ke mata.

Tubuh Raya bergetar dengan isak tangis menyedihkan tak lama ia jatuh pingsan.

"Marissa, ada apa ini sebenarnya? Jelaskan pada kami semua!" pinta Pak Aga ketika Raya sudah dibawa pulang dengan keadaan tak sadar oleh Pak Randy.

"Rissa, jangan bilang maksud kamu Kelvin itu mantan kamu nak?" tanya Mama Marissa.

"Iya Kelvin si brengsek mantan Rissa, Ma. Dan si Jalan Raya itu cewek brengsek yang ngerebut Kelvin sampai Rissa seperti ini." terang Marissa.

Mama Marissa menutup mulut tak percaya, sedangkan Pak Aga hanya menunduk sambil sedikit memijat kepalanya.

"Karena itulah alasan kamu memilih Arya walau Papa sudah melarang kalau dia sudah punya tunangan dan akan segera menikah?" tanya Pak Aga lagi.

Marissa menggangguk senang. "Selain bongkar aib si Jalan Raya sekalian juga kan nyelamatin Arya, cowok malang yang ga tau apa-apa." kata Marissa bangga.

"Sebentar Pak, sebenarnya apa yang sedang kalian bicarakan?" Tanya Papa Arya tak mengerti.

"Gini Pak, sebenarnya yang meminta pernikahan ini adalah Marissa. Maaf kalau saya terkesan menipu bapak dan keluarga dengan alasan bisnis perusahaan. Tapi saya tak punya pilihan. Awalnya saya ingin menggugurkan anak yang dikandung Marissa. Tapi dia mengancam akan bunuh diri jika saya melakukan hal itu. Dia hampir gila dengan keadaan ini hingga suatu ketika dia meminta kesempatan untuk menyelamatkan anaknya juga nama baik perusahaan yang memang kena imbas dari masalah dia. Tapi tidak saya sangka dia memilih Arya sebagai jalan keluarnya. Dan gagasan hubungan bisnis yang saya janjikan juga itu ide Marissa. Dan saya juga baru tau sekarang alasan Marissa sebenarnya melakukan ini semua." Jelas Pak Aga.

"Sa.. saya masih belum paham maksudnya gimana.. ya.." tanya Papa Arya lagi.

"Kelvin itu dulu pacar saya, Om. Kita pacaran udah 5 tahun. Tapi 2 tahun yang lalu dia ketahuan selingkuh dibelakang saya, dan selingkuhannya itu Raya. Dia tega ninggalin saya demi perempuan seperti itu."

"Astaga, 2 tahun yang lalu? Tapi.. Arya dan Raya itu kan sudah pacaran 3 tahun.." gumam Mama Arya.

"Iya, Tante. Karena akhir-akhir ini si Kelvin ganggu saya, dia bilang udah bosan sama Raya dan tidak mau tanggung jawab anaknya jadi saya punya ide bikin hal semacam ini. Makanya Arya harusnya lu terimakasih sama gue. Udah nyelamatin lu dari cewek srigala berbulu domba macam dia" ujar Marissa membanggakan diri.

"Lagian kita cuma kawin kontrak. Nanti abis cerai dari gue kan lu bisa cari cewek lain yang baik-baik."

"Cukup!" bentak Arya.

"Selain ngerusak rumah tangga orang, sekarang kamu juga dengan sengaja hancurin hubungan orang!"

Semua terkejut atas perkataan Arya yang tak disangka.

"Kamu sudah tau kondisi Raya sedang hamil, dan kamu juga bilang pernah merasakan di posisi dia. Tapi kenapa kamu tega sekali! Sekarang bagaimana dengan Raya? Siapa yang akan bertanggungjawab? Pantas saja dia jadi tidak waras karena dia tau harus melewati ini sendirian."

"Ya bodo amat itu bukan urusan gue! Dulu waktu gue ditinggal selingkuh apa si Jalan Raya tau gimana perasaan gue? Apa dia juga mikirin perasaan elu? Sadar woy. Cinta lu buta banget sama dia sampe mikirin dia bakal gimana nantinya." Ucap Marissa kesal.

"Ga tau terimakasih banget udah di tolongin juga!" sambungnya lagi.

"Apa aku pernah minta tolong sama kamu? Apa aku minta kamu kasih tau keburukan Raya didepan semua orang? Kalaupun dia salah biarkan dia yang beri tahu aku. Lebih baik dia yang memberitahuku secara langsung. Ga ada hak kamu buat lakuin semua itu!"

"Ya jelas ada hak! Lu ngata-ngatain gue perusak rumah tangga dan hubungan orang tapi apa lu ga nyadar si Raya itu juga perusak hubungan orang? Dia duluan yang ngerusak hubungan orang!Gara-gara dia gue jadi gini!"

"Arya, sudahlah Nak. Papa pikir apa yang dilakukan Marissa tidak sepenuhnya salah. Sekarang kamu tau buruknya Raya dan tidak dibutakan lagi oleh cinta sama anak itu. Kalau bukan karena kejadian ini, kita pasti sudah tertipu olehnya dan tanpa kamu sadari seumur hidupmu kamu akan menjadi ayah untuk orang lain yang bukan anakmu"

"Tertipu? Sekarang Papa juga menjelekkan Raya? Lalu apa bedanya dengan Marissa? Dia juga sudah menipu kita, memanfaatkan Arya untuk menghancurkan Raya, orang yang dia benci. Apa bedanya sekarang Arya yang hanya dijadikan alat dalam sebuah pernikahan untuk bertanggung jawab atas kehamilan Marissa."

"Arya sudah cukup! Tentu saja beda! Kamu menikahi Marissa ada untungnya untuk kita, bisnis kita tidak akan bermasalah, yang ada malah makin berkembang. Berbeda jika kamu menikahi Raya. Hanya sakit hati saja yang kamu dapat."

Arya marah sekali mendengar perkataan Papa. Ia sudah muak dengan keadaan ini. Tanpa pikir panjang ia meninggalkan semua orang itu lalu naik ke kamarnya tanpa peduli mereka memanggil-manggil namanya. Tak peduli juga jika Marissa sekarang sudah menjadi istrinya.

Di dalam kamar Arya hanya bisa terdiam. Sakit sekali hatinya. Menangis pun rasanya sudah tak sanggup. Saking kecewa dan sedihnya sampai tak ada air mata yang jatuh.

Ternyata pikirannya selama ini salah. Raya mengamuk bukan karena tidak terima Arya menikah dengan orang lain. Arya pikir Raya begitu karena dia sangat mencintai Arya.

Ternyata dia marah karena tidak dapat memanfaatkan Arya untuk bertanggung jawab atas anak yang sedang dikandungnya.

Arya merasa dirinya bodoh sekali. Dia masih tak habis pikir.

Apa aku melakukan sesuatu yang salah pada Raya sampai dia tega berkhianat? Pikir Arya.

Raya.. aku benci mengetahui kebenaran ini.

Apa aku harus mati saja?

***

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!