"MARISSAAA!" Teriak Arya.
Ckiitt....
Mobil sedan yang melaju kencang itu berhenti hanya 2 meter jaraknya dengan Marissa.
Marissa yang terkejut jatuh terduduk ditempat. Arya menghampiri Marissa diikuti beberapa orang. Dengan muka memerah, pemilik mobil keluar marah-marah memaki Marissa.
"Lu gila ya? Ngapain lu tiba-tiba lari ke tengah jalan?! Kalau mau mati sendiri aja sana! Jangan bawa-bawa orang lain kayak gini! Giliran mati minta tanggung jawab sama yang punya mobil! Ga punya otak lu!" Maki pemilik mobil itu dengan sangat emosi, didalam mobil tersebut tampak istri dan anak pemilik mobil terdiam dengan wajah yang tampak terkejut dan pucat.
Arya menunduk maaf, "Maafkan istri saya, Pak. Saya janji hal seperti ini tidak akan terulang lagi, kalau ada kerusakan atau apapun saya bersedia bertanggung jawab." kata Arya menawarkan diri.
Pemilik mobil itu menghela nafas sambil geleng-geleng kepala. Dilihatnya Marissa yang lunglai sambil memegang perutnya, orang itu tahu Marissa sedang hamil.
Rasanya serba salah jika kejadian ini diperpanjang, ia juga memikirkan betapa terkejut keluarganya dan ia tahu pasti keluarganya sedang menunggu agar ia segera menyelesaikannya. Sebagai kepala keluarga bapak itu tahu memperpanjang semua ini hanya akan membuang waktu saja, kasihan keluarganya, ditambah lagi ketika melihat keadaan mobil dibelakang terlihat berjejeran menyebabkan macet panjang. Atas pertimbangan itu akhirnya ia putuskan untuk menyudahinya lagipula tak ada satupun dari mereka yang terluka, hanya Marissa saja yang tampak syok dan lemas.
Pemilik mobil itu pun memilih damai. Ia hanya berpesan agar hal seperti ini tidak terulang lagi.
"Makanya Pak jaga istrinya baik-baik, jangan biarkan dia lari seenaknya ditengah jalan. Bahaya bukan buat dirinya sendiri aja, tapi buat orang lain juga. Saya tidak mau memperpanjang lagi, kasihan keluarga saya sedang menunggu. Saya harap istri Bapak juga tidak ada terluka."
"Iya, Pak. Saya akan ingat omongan Bapak. Saya mohon maaf sebesarnya pada Bapak. Dan terimakasih atas maklumnya Pak. Saya kira dia hanya syok saja tak ada luka." kata Arya jadi tak enak hati.
Setelah dirasa semua selesai dengan cara baik-baik, mereka pun bubar. Mobil-mobil yang tadi berderetan kini mulai perlahan berjalan normal.
Arya membopong Marissa dibantu seorang ibu-ibu menuju mobilnya. Semua kehebohan itu sirna begitu Arya melajukan mobilnya meninggalkan tempat perkara, tak lupa ia berterima kasih kapada orang-orang disana yang sudah membantunya walaupun tak dapat dipungkiri ia juga harus mendapatkan makian dari mereka karena tidak baik bertengkar ditengah jalan dan mengancam keselamatan orang lain dan diri mereka sendiri.
Marissa masih tampak pucat. Arya bahkan enggan bertanya apakah dia baik-baik saja. Tapi sebagai sesama manusia ia sangat khawatir.
"Kamu ga apa-apa? Mau aku anter ke rumah sakit?" tanya Arya ragu.
Marissa menggeleng. "Ke rumah aja." ucap Marissa tanpa berkata apa-apa lagi.
"Kamu mau minum?" tanya Arya lagi sambil melirik Marissa.
Marissa menggeleng lemah.
Sepanjang perjalanan mereka hanya terdiam. Marissa bahkan menolak air minum pemberian Arya, padahal ia pikir dengan sedikit minum air putih dapat membantu untuk meredakan syok Marissa.
Suasana diantara mereka jadi tampak canggung. Arya ingin memastikan lagi keadaan Marissa apalagi dari tadi dia perhatikan Marissa memegang perutnya terus. Apa ada yang salah dengan perutnya? Apa ia merasakan sakit?
"Perut kamu sakit?" tanya Arya hati-hati. "kita periksa ke dokter ya buat cek kandungan kamu?" tanyanya lagi.
"Apaan sih bawel banget lu! Kalau kata gue ga apa-apa ya artinya ga apa-apa!" bentak Marissa "kan ini semua juga gara-gara lu bikin gue emosi!" ucapnya lagi menyalahkan Arya.
"Kenapa kamu malah menyalahkan aku? Kamu sendiri yang keluar dan berlari gitu aja ke tengah jalan." balas Arya membela diri.
"Bacot lu! Diem! Gue ga mau denger apa-apa lagi dari mulut lu!" kata Marissa lagi membuat suasana makin memanas. Arya tampak kesal, ia jadi tak sudi meladeni lagi Marissa apalagi setelah perempuan itu melimpahkan kesalahan pada Arya.
Sepanjang perjalanan mereka sibuk dengan pikirannya masing-masing, tak ada suara apapun yang terdengar selain suara mesin.
Sesampainya dirumah pun sama, mereka tak banyak bicara. Dan setelah kejadian itu, berhari-hari mereka jadi tidak pernah tegur sapa.
**
3 hari sudah berlalu. Rencana Arya sukses besar, berita tentang Marissa menjadi sedikit surut karena foto mereka berdua terpampang nyata sebagai suami istri sah yang menjawab teka-teki sosok pria difoto viral Marissa. Banyak komentar netizen yang merasa iba pada Marissa.
Mereka pikir Marissa sudah bahagia bersama suaminya sekarang tapi kebahagiaannya terusik oleh orang-orang yang tak suka padanya. Mereka pun sangat menyayangkan hal tersebut karena foto mesra suami istri itu tersebar dan disalah artikan oleh orang lain dengan menyebarkan rumor perselingkuhan antar Marissa dengan suami orang.
Begitulah manusia, khusunya netizen dunia maya. Mereka hanya nyinyir dan percaya pada apa yang mereka lihat di internet, tanpa peduli apakah itu benar atau tidak. Tapi tetap saja kecanggungan dari pertengkaran mereka tidak sirna begitu saja hanya karena rencana Arya berjalan sesuai keinginan.
Suatu malam Arya pulang telat karena kesibukkan pekerjaan. Suasana rumah saat itu sangat sepi karena semua orang sudah pergi tidur dikamar masing-masing.
Arya juga merasa lelah sekali setelah seharian bekerja, rasanya ia ingin cepat sampai kamarnya lalu mandi air hangat dan berganti pakaian bersih.
Saat Arya akan melewati dapur ada suara aneh yang menghentikannya.
DUTTT..
Arya tersentak.
DUTTT..
DUTTT..
Arya mematung di tempat, suara apa itu?
Dengan hati-hati ia putuskan menuju dapur dengan kondisi cahaya remang-remang.
Arya tau, sepertinya itu suara kentut. Pasti mamanya sedang didapur, karena hanya mamanya saja yang kadang suka ambil minum sendiri ke dapur tengah malam seperti ini.
Rasa lelah Arya mendadak hilang saat ia memikirkan sebuah rencana.
Aku harus rekam mama, nih. Pasti seru. Pikir Arya.
Ia pun mengeluarkan smartphone dan menyalakan video.
Video sudah berjalan, dan suara itu masih ada.
DUUTT..
DUUUTT..
Saat semakin dekat suara itu semakin kencang.
DUUUOOTTTTT...
Klek! Arya menyalakan lampu. Ia ingin bersorak mengejutkan tapi nyatanya ia hanya dapat ternganga.
Disana berdiri sesosok wanita dengan gaun terusan putih sampai mata kaki, ia hampir kabur karena ternyata yang ia lihat bukan mamanya dan mengira itu adalah hantu.
Tapi anehnya hantu itu bisa batuk.
Dia terbatuk-batuk dengan gelas masih menempel dibibirnya dan semburan air muncrat dari mulutnya.
Selama beberapa detik kedua orang itu mematung.
Arya yang sudah tersadar hampir tertawa terpingkal dibuatnya.
Sosok itu ternyata adalah Marissa, dan bunyi yang menggema tadi adalah bom atom alami milik Marissa.
Betapa malunya Marissa terpergok oleh Arya seperti ini ditambah ia tau kalau Arya tampak sedang berusaha menahan tawa.
Tanpa percakapan apapun Arya mematikan lagi lampu dapur dan pergi meninggalkan Marissa yang masih memaku ditempatnya.
Sesampainya dikamar Arya tertawa terbahak-bahak, ia teringat wajah Marissa yang seperti kehilangan nyawanya. Pucat sekali karena terpergok Arya sedang mengeluarkan suara kentut yang besarnya tak biasa.
Arya bahkan masih mengikik saat air membasahi tubuhnya, ia mandi sambil terpingkal-pingkal, juga saat memakai pakaian, dan saat mulai memejamkan matanya untuk tertidur, senyuman aneh masih menghiasi wajahnya. Malam ini ia ceria sekali setelah melihat kekonyolan Marissa.
Esoknya adalah hari libur rutin perusahaan Arya. Arya berencana hanya akan menghabiskan waktu liburnya dirumah saja.
Pagipun tiba, seperti biasanya sudah hari ke empat ini ia sarapan dengan keluarganya tanpa Marissa.
Suara piring dan sendok bersautan namun keheningan tetap menyelimuti mereka.
Karena tak ada percakapan, Mama Arya bertanya sesuatu pada anaknya karena penasaran.
"Nak, kamu sama Marissa bertengkar?" tanya Mama.
"Enggak, kok. Kenapa memangnya, Ma?" tanya Arya.
"Kok mama lihat kalian tidak pernah berbicara, beberapa hari ini juga Marissa tidak pernah ikut makan lagi bersama kita. Makannya selalu minta diantar ke kamar. Dia seperti sedang mengasingkan diri sendiri disana." terang Mama.
"Emang kita biasanya gitu kan? Ga pernah bicara. Mungkin mood dia lagi jelek jadinya gitu, 'ngerem' terus dikamar. Dia kan emang tipe mood-moodan. Jadi sekarang juga makan hanya mau dikamar." jawab Arya beralasan.
Mama sedikit tak percaya tapi apa yang dikatakan Arya masuk akal juga karena mereka tau Marissa memang tipe orang yang seperti itu.
"Kalau gitu seenggaknya kamu sapa dia, atau ajak jalan-jalan biar dia ga stress terus-terusan dikamar dan bikin moodnya bagus lagi. Kasihan dia sepertinya kurang perhatian." saran Papa menimpali.
"Iya benar kata Papa. Kamu ajak aja dia jalan hari ini mumpung kamu lagi libur juga kan, Nak. Ga baik loh kalau wanita hamil stress, apalagi dia dulu pernah kram perut." timpal Mama mendukung.
Mendengar itu Arya beringsut mundur. Orang tuanya mengharapkan mood Marissa menjadi lebih baik tapi tanpa mereka sadari keinginan itu malah membuat mood anaknya sendiri menjadi jelek. Karena mereka menyuruh anaknya membuat Marissa bahagia tanpa tau kalau penyebab Marissa seperti itu adalah Arya sendiri.
Tapi setelah dipikir-pikir tentang kejadian kentut semalam. Mungkin ga ada salahnya untuk dia mencoba mengajak. Sepertinya itu bisa jadi senjata agar Marissa tak menolak.
"Iya, nanti Arya coba ajak jalan." kata Arya menyetujui.
Ditempat lain, didepan kamar Marissa. Seorang asisten membawa nampan berisi banyak makanan.
"Bu, ini sarapannya saya bawakan. Tolong buka pintunya, ya." pinta seorang asisten rumah tangga dengan nampan di kedua tangannya
Tak ada jawaban, tapi beberapa saat pintu kamar itu terbuka. Tampak Marissa dengan balutan gaun putih panjang yang masih ia kenakan semalam, rambutnya acak-acakan seperti tak pernah mandi setahun lamanya.
Ia membukakan pintu sambil menguap dan mempersilahkan asisten itu masuk kedalam kamarnya untuk meletakkan makanan, tapi tanpa disangka seseorang juga ikut masuk ke dalam.
"Ngapain lu masuk ke kamar gue?!" bentak Marissa pada Arya.
"Disuruh mama." jawab Arya, tak benar tapi juga tak bohong.
"Maksud lu apa?!" tanya Marissa tak paham karena Arya juga tak berniat membuat dia paham.
"Kita jalan sekarang, cepat siap-siap." pinta Arya.
"Siapa elu seenaknya suruh-suruh gue? Gue ga mau! Pergi aja sendiri!" jawab Marissa ketus.
"Asal kamu tau, aku juga males ajak kamu seperti ini. Andai kamu kaga sikap mungkin aku juga ga akan lakuin ini."
"Jaga sikap apaan sih, ngomong yang jelas." kata Marissa marah.
"Kita tau situasi kita sekarang seperti apa. Kamu boleh benci sama aku tapi jangan terlalu kasih lihat hal itu sama orang tuaku. Karena sikap kamu yang seperti itu membuat orang tuaku jadi salah paham." kata Arya.
"Bodo amat. Gue ga peduli! Lagian kenapa harus salah paham? Biarin aja biar mereka tau kelakuan anaknya kayak apa." kata Marissa.
Asisten yang tadi mengantarkan makanan segera keluar setelah tugasnya selesai, kini tinggal Arya yang masih tertinggal dikamar itu berdua dengan Marissa.
"Aku juga ga peduli mau kamu peduli atau ngga. Aku hanya mengikuti permintaan mereka yang berniat baik untuk kamu. Karena kamu hanya berdiam diri tak pernah keluar kamar dan tak mau makan bersama kami, jadi orang tuaku berpikir bahwa kita sedang bertengkar." terang Arya.
"Ya emang kita lagi bertengkar kan?" tanya Marissa kesal.
"Benar. Tapi aku ga mau mereka tau kalau kita bertengkar jadi aku menyangkalnya, oleh karena itu Papa mamaku pikir kamu kurang perhatian lalu memintaku agar mengajak kamu jalan keluar, biar kamu ga stress. Kalau kamu jadi gila dirumah ini kan kita juga yang repot nantinya." kata Arya nyeleneh.
"Berisik lu! Udah udah sana sana pergi lu jangan ganggu gue!" ucap Marissa mendorong Arya keluar dari kamarnya.
Arya menahan saat pintu kamar Marissa hendak tertutup.
Sebelah tangannya dengan lincah mengeluarkan sebuah smartphone dan menjalankan sebuah rekaman video.
"DUTTT.. DUTTT.. DUUUTT.. DUOOOTTT.." Mendengar itu tiba-tiba wajah Marissa memerah. Marissa sadar itu suara kentutnya semalam.
"Lu kurang ajar ya! Sengaja lu rekam gue semalam, lu ikutin gue hah? Dasar cowok penguntit!" bentak Marissa pada Arya sambil berusaha memukul dan menendang Arya.
Tapi Arya yang diperlakukan seperti itu malah tertawa.
"Aku emang sengaja rekam ini buat jaga-jaga. Aku awalanya gatau itu suara apa, karena ragu makanya aku rekam." jelas Arya bohong padahal ia siapkan rekaman itu untuk mengejutkan mamanya karena mengira orang yang kentut didapur itu adalah mamanya.
"Bohong lu! Mana ada orang refleks rekam-rekam bukannya langsung lapor satpam kalau emang lu ragu itu suara apa!" bentak Marissa lagi.
Arya masih tertawa lalu wajahnya menjadi serius.
"Kamu ini kegeeran sekali." kata Arya membuat Marissa heran "aku sangat berhati-hati terhadap apapun, dan sejujurnya ini suara pertama kali yang baru pernah aku dengar. Aku sempat pikir itu suara kentut, tapi rasanya mustahil jika ada suara kentut sebesar itu, makanya aku rekam. Tapi ga taunya aku benar ternyata itu adalah suara bom alam milikmu ahahahaha." ledek Arya puas.
Mendengar itu Marissa jadi gedek, dengan lincah ia berusaha merebut smartphone Arya guna menghapus video tadi. Tapi hal itu sia-sia.
"Hapus ngga?!" ancam Marissa.
"Kalau ngga, kamu mau apa?" tanya Arya tenang. Tapi juga licik, ia sengaja memperlihatkan layar dan menjalankan lagi videonya. Tampak divideo itu seperti kejadian semalam, saat lampu nyala tampak Marissa yang terkejut sambil memuncratkan minumnya dengan wajah tercengang.
"Kalau ngga mau kasih, bakal gue bikin usaha lu bangkrut!" teriak Marissa seperti kerasukan setan.
"Buset serem amat. Tapi coba aja kalau bisa." ledek Arya lagi lalu pergi menutup pintu, meninggalkan Marissa yang kesal menggerutu sendiri ditempatnya.
Arya masuk ke kamarnya dengan senyum-senyum ga jelas.
"Kalau kamu ga mau keluar jalan, aku kasih liat video ini sama mama dan papa." ancam Arya bercanda dalam sebuah pesan teks pada Marissa.
Marissa yang membaca pesan itu jadi gila. Ia mengacak-acak rambutnya sendiri.
Seperti tak punya pilihan ia segera beranjak mandi dan menuruti keinginan Arya. Ini semua demi harga dirinya didepan orangtua Arya.
Arya puas sekali, sudah berapa lama ya dia tidak pernah bercandain orang lain seperti ini lagi? Seingat dia, hal seperti ini biasanya hanya ia lakukan bersama dengan Raya.
Ia jadi rindu pada moment itu, tapi kerinduannya hanya sesaaat ketika kecewa dan benci dihatinya berubah jadi amarah yang menenggelamkan kenangan indah tersebut.
Dengan tegar ia kembali menguatkan hatinya agar jangan mengingat lagi Raya atau kenangan apapun tentangnya. Semua sudah berakhir sekarang.
Tak menunggu lama Marissa keluar dari kamarnya dengan pakaian yang sudah rapih. Arya tau Marissa tak akan menolak. Arya sudah hapal kalau Marissa itu tipe yang paling anti dipermalukan.
"Anter gue ke dokter." kata Marissa ketus.
"Kamu sakit?" tanya Arya bingung karena wajah Marissa tidak menunjukan gejala sakit apapun.
"Iya, mata gue sakit liatin lu!" kata Marissa sangar.
"Yee di tanya bener juga. Malah galak."
"Suka-suka gue!" jawab Marissa.
"Ehhhh kalian mau kemana nih udah pada rapih?" sapa Mama saat berpapasan diruang tamu.
"Jalan-jalan. Kan mama mertua yang suruh." kata Marissa blak-blakan dan ketus membuat Mama Arya jadi salah tingkah.
"Ga usah to the point gitu. Sopan dikit bisa kan? Mama basa-basi gitu karena khawatir sama kamu." ucap Arya mewakili mamanya.
"Sudah Arya, tak apa. Mama seneng liat Marissa akhirnya keluar kamar cari udara segar. Wanita hamil tidak baik terlalu banyak berdiam diri dikamar, nanti stress." ujar mama lembut yang malah disalahartikan oleh Marissa.
"Apaan sih mama mertua. Kan kata dokter, Rissa harus banyak istirahat. Ini malah disuruh keluyuran." ujar Marissa menyebalkan sambil melengos meninggalkan ibu dan anak itu yang saling pandang tak percaya.
Mama mengangguk pada Arya. Seolah ia maklum dan mengirimkan telepati bahwa ia tak apa-apa, untuk sekarang urus saja dulu Marissa. Dan Arya seolah paham. Tanpa berkata ia pun lalu pergi mengikuti Marissa.
Disepanjang perjalanan Marissa tak mau bicara. Saat ditanya Arya ia hanya menjawab ya atau tidak.
Hingga akhirnya mereka tiba di sebuah klinik kandungan.
"Lu pulang aja duluan. Gue abis dari sini mau main dulu ke rumah."
"Rumah? Maksudnya?" tanya Arya bingung.
"Rumah emak gue lah. Rumah siapa lagi." cetus Marissa.
"Ohh.. gitu yaudah." ujar Arya mengiyakan. "Eh tapi gimana nanti aku jawab kalau mamaku nanyain kamu atau malah nanti salah paham keluarga kamu kepada keluargaku karena kamu datang sendirian." tanya Arya.
"Yaudah gampang tinggal bilang aja gue diusir. Dengan gitu gue ga perlu numpang dirumah lu lagi. Urusan beres kan." jawab Marissa seenak jidat.
"Gampang bagi kamu, tapi ngebebanin buat orang lain. Kamu bilang gitu yang ada malah nimbulin masalah baru nanti. Kalau ga bisa berguna seenggaknya jangan nyusahin orang lain." kata Arya terang-terangan tapi Marissa malah mencibir.
Karena kesal Arya jadi menarik lengan Marissa untuk masuk ke dalam klinik bersama dengannya.
"Kalau kamu emang mau pergi ke rumah mamamu biar aku yang antar, mau berapa lama pun kamu disana ga masalah asalkan kedua belah pihak saling mengetahui dan caranya juga baik-baik agar tidak timbul kesalahpahaman." kata Arya lagi.
Marissa yang malas berdebat tak mau menyanggah ia hanya menuruti perkataan Arya walau ia mencibir pria itu dengan bibirnya yang di menyan menyon.
Untung saja mereka tidak terlalu siang datang kesana sehingga tidak banyak antrian. Saat baru masuk mereka langsung mendapatkan nomor dua urut dari antrian selanjutnya.
Saat menuju kursi tunggu betapa terkejutnya mereka karena mengenali wajah seseorang yang sedang duduk mengantri juga disana. RAYA!
Hati Arya berdegup kencang, mustahil ini hanya kebetulan ia bertemu dengan Raya setelah sekian lama dan kenapa harus bertemu ditempat seperti ini.
Marissa menarik senyum disebelah bibirnya. Berdeda dengan Arya, dari wajahnya ia tampak menikmati pertemuan ini.
Marissa mendekati kursi tunggu dimana Raya berada. Arya mencegahnya, ia menarik lengan Marissa.
"Kita periksa ditempat lain aja." pintar Arya.
"Lu gila ya? Gue biasa periksa disini malah suruh ke yang lain. Dokter gue disini lebih tau kondisi kandungan gue. Jadi gue tetep mau cek disini." kata Marissa bersikeras.
Arya menghela nafas.
"Jangan gara-gara ada mantan terindah jadi lu mau pergi." bisik Marissa menggoda.
Arya geram namun perkataan Marissa juga tidak ada salahnya.
Arya lagi-lagi menghela nafas. Dia berusaha menyiapkan diri untuk bertemu dengan Raya, sejurus ia pun berpikir keras untuk menyapa Raya seperti apa kelak.
Apakah Raya akan sama terkejutnya dengan Arya saat dia tau bertemu dengan mereka secara tidak sengaja?
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments