Melihat Marissa seperti itu membuat Arya tak kuasa untuk marah. Dia pun memutuskan untuk tidak bicara apa-apa lagi. Hanya fokus pada laju mobil dan mendiamkan Marissa agar merasa tenang dengan sendirinya.
Sampai beberapa saat Marissa sudah tidak menangis sesenggukan lagi tapi air matanya tetap mengalir dalam diam.
Seketika, Arya memberhentikan mobilnya di depan sebuah minimarket. Marissa yang masih kalut enggan bertanya, dan Arya pun tidak berkata apa-apa tentang tujuannya berhenti disana. Arya menuruni mobilnya meninggalkan Marissa sendiri lalu masuk ke dalam minimarket tersebut.
Tidak berapa lama dia kembali dengan sebuah kantong plastik putih ditangannya.
Setelah masuk dalam mobil, Arya mengambil isi dalam kantong itu dan memberikannya pada Marissa. Sebuah es krim warna-warni pastel seperti warna pelangi dengan gagang kayu menempel di dalam esnya.
"Ini apa?" tanya Marissa serak sambil menghapus air mata yang mengalir di pipi saat dia menerima isi dari kantong plastik tersebut.
"Es krim. Kan jelas ada gambarnya. Dingin juga. Masa minyak goreng," seloroh Arya sambil membuka bungkus es krim miliknya lalu menukarnya dengan es yang masih terbungkus di tangan Marissa dan membuka es krim yang masih terbungkus itu untuk dirinya sendiri.
"Maksud gue, ngapain lu kasih kayak ginian?"
"Kamu bilang ga bisa cerita ke siapa-siapa masalah kamu. Pasti kamu stress sekarang. Aku tau kamu biasanya menumpahkan stress kamu pada minuman keras. Tapi karena lagi hamil jadinya kamu ga bisa lakuin itu kan? Makanya aku kasih kamu penggantinya," jelas Arya. Padahal dia cuma mengarang bebas.
Marissa tersenyum kecut. "Jadi maksud lu es krim ini buat ganti minuman gue?"
"Iya. Cepetan dimakan sebelum mencair."
"Iya sih, gue tau niat lu itu mungkin baik cari cara buat pelampiasan stress gue, tapi jangan kasih es krim murahan gini juga kali. Es krim bocil ini mah!" kata Marissa meremehkan.
"Yee, coba dulu baru komen!"
Marissa pun mengikuti kata Arya. Dia meneliti es krim itu dengan seksama. Warna warni lembut dengan kepulan asap dingin menguar dari dalam es krim itu terlihat tampak menarik, dia pun memutuskan untuk mencicipinya sedikit, karena dia yakin es krim ini tidak akan cocok untuk lidahnya bahkan dia berani bertaruh dalam hatinya, dia pasti akan membuang es krim ini setelah mencicipinya sekali.
Tapi siapa sangka, kelembutan es krim dan rasa manisnya meleleh di lidah Marissa. Bahkan aroma es krim itu masuk ke hidungnya dan mampu bertahan beberapa detik disana. Rasa dingin dari es menjalar dalam mulut seolah masuk ke dadanya. Rasanya benar-benar membuat hati tenang. Ini tidak mungkin! Ini sangat diluar ekspektasinya!
Marissa bahkan menjilati es yang mulai meleleh seolah tak rela bila terjatuh begitu saja.
"Enak, kan?" tanya Arya menyadarkan dia dari kekaguman dan gejolak batin dalam dirinya terhadap es krim ini.
"Yahh... lumayan lah. Masih bisa kemakan," kata Marissa bohong banget. Tapi dia tidak mungkin berkata jujur. Harga dirinya bisa runtuh.
"Ohh, lumayan. Bener?" tanya Arya lagi.
Marissa menatap Arya tajam. Dia tak suka di tanya lagi setelah dia berbohong seperti itu.
"Ya lumayan kok. Harus banget gitu gue bilang ini enak banget?" tanya Marissa kesal.
"Ya harusnya sih kalau emang enak banget bilang aja enak banget," jawab Arya seolah membaca kebohongan Marissa, "tapi kalau emang menurutmu lumayan, ya mungkin selera kamu bukan es krim ini."
"Emang!" ucap Marissa ketus.
"Tapi tau darimana sih ini es krim bocil dan murah kalau kamu ga pernah makan?" tanya Arya penasaran.
"Sering liat gue bocil-bocil makan ginian kalau ke minimarket. Pas liat harganya, emang cocok banget sama kantong anak-anak," jawab Marissa.
"Cocok sama kantong anak-anak?" Arya mikir keras lalu terkekeh, "bocil mana yang bisa beli es krim pake duit kantong sendiri? Pasti di kasih orang tuanya lah," kata Arya merasa ada yang kurang berkenan dari ucapan Marissa.
"Yee lu belum liat aja ya ada bocil bareng genknya beli ginian. Ada juga bocil yang baru pulang ngamen beli es krim ini," kata Marissa lagi membuat Arya terkejut.
"Serius?"
"Ya iyalah ngapain gue boong. Gue liat pake mata kepala sendiri. Lagian lu nanya mulu dah! Bawel amat!" Marissa kesal karena Arya mengganggu terus kenikmatan dirinya saat melahap es krim tersebut.
"Lagian gue aneh. Ada angin apa ini, kok tumben lu pengertian gini?" tanya Marissa curiga namun masih tetap sibuk ******* es krim yang makin lama makin mencair.
"Ya jelas pengertian lah. Aku kan suami kamu."
Marissa terkejut.
TES.
Setetes es krim jatuh di baju Marissa. Hal yang sangat tidak diinginkannya.
Gue ga salah denger kan? Kesambet jin apa ya ni orang mendadak ngaku suami gue, gak biasanya, pikir Marissa.
"Pasti ada maunya nih bilang gitu," kata Marissa mengingat Arya hanya akan berkata seperti itu saat mereka berakting atau memang mengharuskan seperti itu ketika berada di situasi yang tak terduga.
Bukannya menjawab, Arya malah mengambil tissue dan memberikannya pada Marissa sambil menunjuk tetesan es krim untuk segera di lap. Marissa menerimanya, perlakuan Arya benar-benar sudah seperti suami sungguhan, membuat Marissa merasa resah.
Arya tetap tidak menjawab, membuat suasana menjadi hening, mereka pun sibuk pada es krim masing-masing. Arya melahap es krimnya dengan cepat hingga habis, sedangkan Marissa masih berusaha menjilati bagian-bagian yang sudah mencair. Caranya makan sungguh seperti anak kecil, bahkan ada sepoles es krim tertinggal di samping bibirnya tanpa ia sadari.
"Mentang-mentang es krim bocil jadi makannya kayak bocil juga, ya?" tanya Arya lalu tangannya hendak mengusap bagian yang kotor di samping bibir Marissa. Tapi Marissa mengelak karena terkejut. Arya yang sadar tindakannya tidak masuk di akal itu langsung menarik kembali tangannya. Sebagai gantinya dia memberikan lagi tissue pada Marissa dan menyuruhnya untuk mengelap bibirnya sendiri.
Marissa melihat kaca spion lalu membersihkan area yang kotor tersebut.
"Jangan sok perhatian lu," ata Marissa ketus.
"Iya iya... Ga maksud juga kok. Cuma refleks aja," jelas Arya.
"Kita sambil jalan ya?" ucap Arya lagi seraya menyalakan mesin mobilnya.
Mobil sudah berjalan. Marissa masih sibuk mengelap bibir sambil mengamati matanya yang bengkak.
Tiba-tiba Arya membuka percakapan. "Kamu tau ngga alasan kenapa aku beli es krim pelangi itu selain sebagai pelampiasan stress kamu?" tanya Arya sambil menyetir, matanya fokus pada jalanan. Bukannya menjawab pertanyaan Marissa tadi, Arya malah membuka topik baru.
"Karena murah? Lu kan pelit!" tebak Marissa.
"Salah. Lagian tau darimana kalau aku pelit? Ngarang aja kamu!"
"Ga ngarang kok, orang keliatan! Soalnya kalo lu ga pelit, mantan lu si Jalan Raya itu ga akan mungkin selingkuh. Lu pasti ga pernah beliin dia apa-apa selama pacaran, ya kan?" selidik Marissa.
Dalam hati, Arya menjerit. Memang apa yang belum dia berikan pada Raya? Walau dia kaku, dingin, cuek tapi dia merasa sudah cukup memberi Raya perhatian. Boneka beruang besar, surat puitis, kalung, cincin anyaman buatan tangannya sendiri saat nembak Raya, jalan-jalan tiap akhir minggu, dan selalu bergandengan tangan. Kurang apalagi? Apakah hanya bergandengan tangan saja tidak cukup?
"Emang waktu kamu pacaran sama mantan kamu si Kelvin itu suka di beliin banyak barang?" tanya Arya balik, menahan rintihan hati.
"Mmm... Ngga sih. Cuma dia kasih perhatian banget. Bisa bikin cewek nyaman dan percaya sama dia. Pokoknya hidup tuh kayak yang bahagia gitu kalau lagi sama dia," jawab Marissa membuat mata Arya terbuka lebar-lebar seolah menyadari sesuatu, "tapi yaaa itu semua sebelum dia selingkuh sama mantan lu!" sambung Marissa lagi sambil manyun kesal.
"Eh, lu belum jawab. Lu pelit kan sama si Jalan Raya? Ya kan?" Paksa Marissa penasaran.
"Aku ga pelit sih, kalau selagi ada," jawab Arya jujur, "hanya saja.."
"Hanya saja apa?" tanya Marissa antusias.
Arya tersenyum ambigu. Marissa menunggu jawaban Arya tapi laki-laki itu enggan menjawab.
"Iihh lu ya kalau ditanya tuh jawab napa!"
"Hanya saja, aku ga bisa seperti Kelvin yang bisa membuat wanita nyaman. Mungkin itu alasan Raya khianati aku," jawab Arya akhirnya, tampak sedih. Alasan dia membuka matanya lebar tadi adalah karena dia telah menyadari sesuatu. Dia tidak memiliki arti kenyamanan yang di inginkan oleh Raya. Arya tidak bisa memberikan itu walau dia pikir dia sudah memberikannya.
Marissa jadi salah tingkah mendapati jawaban itu. Sepertinya obrolan ini terlalu sensitif bagi Arya. Dia pun mencoba mencari topik lain.
"Terus yang tadi, alasan lu beliin es krim pelangi itu kenapa?"
Arya tersenyum iseng, moodnya mudah sekali berubah.
"Karena es krim itu tuh cocok sekali dengan filosofi akan ada pelangi setelah hujan. Yang artinya akan ada kebahagiaan setelah kesedihan," jawab Arya yang di sambut tawa Marissa.
"Ahahaha apaan sih lu ga jelas banget! Ini sih elu yang ngarang! Jadi kebahagiaan gue ini cuma seharga es krim doang, gitu?" tanya Marissa masih ngakak.
"Ya habisnya kan ga ada hujan, mana bisa kamu liat pelangi. Dan aku juga ga bisa ciptain pelangi untuk kesedihan kamu, karena aku bukan siapa-siapa, makanya aku kepikiran kasih itu, mungkin bisa membantu. Tapi jujur deh, kamu suka kan es krim nya? Enak kan? Adem kan hati kamu setelah makannya? Bahagia kan kamu sekarang?" tanya Arya bertubi-tubi, "buktinya kamu ketawa tadi!"
Marissa menaikkan sebelah bibirnya mengejek. "Gue ga bahagia tuh cuma gara-gara es krim gitu doang. Sorry ya, gue ga level sama es krim murahan lu, heuh!" ucap Marissa sambil membuang muka.
Arya geleng-geleng kepala. "Kasian sekali kamu, Nak. Masih belum lahir aja udah di ajarin bohong sama ibumu," gumam Arya pada anak dalam perut Marissa.
Marissa berpaling lagi melihat Arya. "Kamu lagi ngomongin aku?" tanya Marissa kesal.
"Aku ngomong sendiri kok. Ga lagi ngomongin siapa-siapa," dalih Arya.
Marissa mencubit lengan atas Arya sehingga membuat laki-laki itu berteriak.
"Sakit Marissa! Kamu bisa aku tuntut loh dengan alasan kekerasan rumah tangga!" ujar Arya kesal tapi bercanda.
"Kamu sih ngomongnya ngeselin!"
"Makanya jadi orang jangan gampang emosian coba," saran Arya malah makin membuat Marissa kesal.
Mendengar itu kali ini Marissa mencubit lebih keras lagi.
Arya berteriak membuatnya hilang fokus, mobilnya sedikit oleng namun bisa terkendali lagi.
"Gini nih kalau bawa macan di jalanan. Membahayakan!" ledek Arya.
"Apa kamu bilang? Aku macan?!"
"Iya macan. Aumm!" ledek Arya lagi sambil memperagakan sebuah auman.
"Kamuu yaaa!" Marissa mengepalkan tangan, dan membunyikan tulang-tulang ditangannya. "belum tau ya kalau aku marah gimana!"
"Tau kok," jawab Arya polos. "Persis banget sama macan! Ahahaha!"
Marissa memicingkan mata benar-benar seperti macan yang hendak menerkam mangsanya. Sedangkan Arya tertawa-tawa melihat tingkah Marissa.
"Tunggu sebentar!" tahan Marissa sambil menyelidiki wajah Arya sungguh-sungguh.
Seolah menyadari sesuatu, Marissa mengamati wajah Arya dengan serius "Sebenarnya, lu mau coba gombalin gue ya kan? Lu sengaja bilang macan, macan gitu ya kan?!" bentak Marissa.
"Lah, kamu kenapa sih tiba-tiba ga jelas gitu? Macan, macan apa sih?" tanya Arya sambil nyengir. Dia merasa aneh dan lucu.
"Macan itu artinya mama cantik, kan?" Kata Marissa polos percaya diri sekali.
Arya tertawa ngakak. Gemuruh tawanya memenuhi seluruh ruangan mobil itu.
"Ya ampun. Geer banget. Aku malah ga ada kepikiran sama sekali kalau macan itu artinya mama cantik, loh," jelas Arya masih tertawa.
"Terus kenapa kamu sebut-sebut gue macan?" tanya Marissa cemberut.
Arya berdeham. "Ya karena kamu kayak macan. Macan beneran. Galak, ganas, suka makan orang. Ppfftt.." Arya menahan tawa namun Marissa memelototinya.
"Sejak kapan gue makan orang?" tanya Marissa tertahan.
"Sejak lahir ke dunia," jawab Arya lalu kembali tertawa.
Sama seperti di film horror, aura di sekitar Marissa jadi tampak gelap.
Tapi Arya tak mempedulikannya. Dia malah senang melihat Marissa seperti itu.
Rasanya Marissa yang asli sudah kembali. Bagi Arya, Marissa yang menangis beberapa saat tadi itu seperti bukan diri Marissa yang biasanya.
Saking kesalnya Marissa tak lagi membalas omongan Arya. Tapi dia membalasnya dengan cara lain.
Marissa menatap Arya tajam. Melihat sampai mana tawa itu akan membahana.
Arya yang tertawa sendiri jadi canggung, dia merasakan suasana yang garing karena hanya dia sendiri yang menganggap ini lucu.
Sedangkan Marissa sedang dengan gelagat anehnya menatap Arya. Dia memandangi Arya lekat-lekat.
Marissa membuka sabuk pengamannya. Bunyi bip-bip berisik sekali memekakan telinga. Tanpa peringatan dia mencondongkan badannya dari samping Arya dan meletakan kepalanya di dada Arya lalu mendongak menatap Arya dengan mata yang menyipit.
Arya yang diperlakukan seperti itu tampak terkejut seolah kehilangan nafas. Tak pernah sebelumnya dia diperlakukan seorang wanita seperti ini. Apalagi dia harus tetap fokus pada kendali stirnya. Dia mendongak agar jalanan tetap terlihat tetapi sesekali melirik ke bawah pada Marissa yang sedang bersandar di dadanya.
Arya tampak menahan nafas dan gugup saat Marissa sedang menikmati kelakuannya itu.
Wajah Arya tampak pucat jadinya. "Ngapain sih kamu disitu? Ganggu orang nyetir aja, bahaya tau ga!"
"Ga tau!" jawab Marissa cepat. Nafas Marissa masuk ke dalam hidung Arya. Wangi es krim pelangi itu masih kentara keluar dari mulutnya.
"Oke, cukup. Sekarang gue tau!" seru Marissa sesaat kemudian lalu memundurkan badannya dan kembali duduk seperti posisinya semula dan memasang sabuk pengamannya kembali.
Arya menghembuskan nafas lega "Baguslah kalau tau. Harusnya kamu jangan melakukan hal seperti tadi, bahaya!" Arya mengulang ucapannya lagi tentang bahayanya saat Marissa mengganggu Arya barusan.
"Bukan itu kali maksud gue udah tau!" sanggah Marissa sambil menampilkan senyum licik.
"Terus tau apa?" Arya jadi heran. Dia cari tau apa sih sampai melakukan hal aneh kayak gitu?
"Tau.. Ya tau aja.." jawab Marissa mempermainkan Arya. Lalu cekikikan sendiri. Aneh.
"Ga usah gitu deh, maksud kamu tau apa, sih?" tanya Arya penasaran.
"Uuhh kasih tau ga yaaa.." kata Marissa lagi makin menyebalkan, dia memandang Arya seolah kasihan sambil memelintir ujung rambutnya yang terurai.
"Ah, palingan kamu ngarang! Seolah-olah ada sesuatu yang ingin kamu sampaikan tapi sebenarnya ga ada, dan kamu emang sengaja seperti itu untuk bikin aku penasaran aja, ya kan!" ujar Arya berspekulasi merasa dirinya tak terpancing sama sekali.
"Emang ada sesuatu, kok!" jawab Marissa cepat tak suka dituding seperti itu.
Keyakinan Arya sedetik yang lalu seolah runtuh. Lalu dengan sabar ia bertanya sekali lagi.
"Terus apa? Tau apa sih sebenarnya maksud kamu?" tanya Arya yang malah memperlihatkan ketidaksabaran yang sedari tadi sudah ia tahan.
"Tau kalo lu itu sebenarnya suka kan sama gue?!" ujar Marissa dengan nada tinggi hampir tertawa lalu menyunggingkan sebuah senyum di salah satu sisi bibirnya. Dia merasa menang karena mampu membaca pikiran Arya.
Arya terbelalak. Dia menginjak rem mobilnya secara mendadak. Sebuah mobil mengklakson dari arah belakang karena ikut terkejut saat Arya berhenti tiba-tiba seperti itu.
Marissa pun sama terkejutnya, dia terguncang bersama dengan rem mendadak itu. "Gila lu ya! Omongan gue berdampak luar biasa banget gitu buat lu! Gue cuma main-main juga! Kaget sih kaget tapi ga usah gini juga kali! Kebiasaan banget main rem mendadak aja!" Marissa mengomel keras-keras sambil mengelus perutnya.
Bukannya menjawab, Arya malah sibuk menepikan mobilnya dan tak pedulikan dengan omelan Marissa juga pemilik mobil di belakangnya yang terlihat emosi.
Marissa yang melihat itu jadi bingung juga takut.
Sebenarnya kenapa Arya seperti ini? Apakah Arya marah karena Marissa ngomong seperti itu?
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments
linda
kok lama up nya thor
2021-04-25
0