Raya Juga Hamil

20 panggilan tak terjawab. 15 panggilan video call terabaikan.

Semua dari Raya.

Semalam saat Arya masuk kamar, ia membanting smartphone miliknya hingga mati. Lalu tertidur dalam tangisan tanpa suara. Laki-laki kaku ini tanpa sadar menangisi nasib yang tak baik padanya.

Paginya saat bangun ia tersadar untuk menghubungi Raya. Pasti dia sudah tau keadaan ini sekarang.

Arya memungut smartphone miliknya, ia lihat hanya mati saja tanpa ada kerusakan berarti. Untunglah tidak pecah hanya lecet sedikit. Ia lantas menyalakannya dan tambah bersyukurlah dia ternyata masih berfungsi.

Arya buru-buru langsung menelpon Raya.

Tak berapa lama telpon itu di angkat dengan suara serak di ujung sana.

"Ay.." sapa Arya. Lalu hening.

"Kamu ga apa-apa kan, Ay?" Tanya Arya pelan. Lalu di jawab dengan isak tangis Raya.

Arya yang khawatir langsung mengalihkan telponnya menjadi video call. Saat Raya mengangkatnya tampak wajah Raya yang sembab. Matanya bengkak. Sakit hati Arya melihat keadaan Raya yang seperti itu.

"Aku.. aku.. aku ga mau kita berakhir seperti ini, Ay!" ujar Raya terbata-bata berlomba dengan isak tangis. Suaranya bergetar terdengar begitu pilu.

"Kamu sudah tau ya semuanya?" tanya Arya murung.

Raya mengangguk sambil sesenggukan.

"Aku akan bicara lagi dengan Papa. Kamu jangan sedih gitu dong, Ay." hibur laki-laki itu.

"Masa ceweknya orang ganteng nangis jadi jelek gini, wajahnya kusut loh.." goda Arya.

"Apa sih ih Ayang! Aku ga peduli mau jelek mau apa juga. Aku tuh lagi sedih tau ga." kata Raya sebel.

"Aku paham ko, Ay. Tapi udah jangan nangis lagi, ya. Sini aku kasih pelukan udara biar kamu tenang." seru Arya. Pria kaku dengan gombalan aneh.

"Apa sih kamu tuh. Aku kesel sama kamu. Lagi gini bisa-bisanya ngomong ga serius gitu!" ucap Raya marah.

Mereka jadi hening.

"Jangan pelukan udara. Maunya yang asli pelukannya. Udara mulu bosen!" kata Raya lagi mencoba tenang sambil menghapus air mata di pipinya. Dia mencoba tegar dan berusaha berhenti menangis.

"Kan nanti pelukan aslinya kalau kita udah nikah, dan.."

"Iya kalau kita nikah. Kalau kamu jadinya nikah sama pelakor itu gimana?" sela Raya lalu menangis lagi kini semakin menjadi-jadi.

Arya merasa bersalah. Ia bingung melihat Raya seperti itu. Arya mencoba kembali menenangkan Raya dan menghiburnya, tapi sudah tidak mempan.

"Ay, aku tau keadaan ini salah. Aku juga tau sebagai laki-laki aku ini sangat pengecut tidak bisa berbuat apa-apa. Dan aku bingung harus gimana..." ujar Arya tapi hanya ditanggapi oleh tangisan Raya.

"Sekarang kamu istirahat aja ya, aku mau coba bicara lagi dengan Papa, siapa tau Papaku akan berubah pikiran." Akhirnya ia pun menyuruh Raya untuk beristirahat sementara Arya akan bicara lagi dengan Papanya.

Arya berlari-lari menuruni tangga mencari Papanya. Ia lihat Papa ada di ruang tamu bersama Mamanya.

"Baik, Dok. Tolong selamatkan ibu saya, berapapun akan saya bayar asal ibu saya tetap hidup!" Papa panik sambil telpon. Nenek Arya masuk rumah sakit lagi. Sudah sering hal seperti ini terjadi, sakit jantungnya kumat lagi dan perlu tindakan operasi. Papa sangat sayang Nenek. Tiap seminggu sekali Papa bahkan berkunjung ke rumah Nenek untuk melihat keadaanya dan hampir tiap hari Papa menelpon untuk menanyakan kabar.

"Nenek kenapa, Pa?" tanya Arya.

"Jantungnya kumat lagi. Papa harus segera kesana sekarang dengan Mama." ucap Papa buru-buru dan bergegas menuju pintu keluar sambil menelpon supirnya.

"Kami pergi dulu ya, Nak. Kalau ada berita baru tentang nenek akan Mama hubungi kamu." kata Mama sambil mengelus lengan Arya lalu pergi mengikuti Papa.

"Nak, persiapkan saja segala sesuatu untuk pernikahan kamu dan Marissa. Jika butuh apa-apa bilang sama Arman." Kata Papa dari kejauhan.

"Pa.. pa.. tapi Arya mau bicara masalah Raya, Pa.." kejar Arya namun Papanya hanya melambaikan tangan tanpa menoleh pada Arya. Mama yang mendengar itu menoleh dengan tatapan nanar tapi tidak bicara apapun. Lalu kembali mengikuti Papa.

Arya mendengus kesal. Aduh bagaimana ini. Arman kan hanya asisten Papa. Bukan orangtua Arya. Yang Arya butuhkan adalah tetap menikah dengan Raya dan membatalkan pernikahan dengan Marissa bukan malah sebaliknya. Apakah Arman dapat membantunya untuk hal seperti itu?

Arya galau. Maka ia pun putuskan untuk pergi ke rumah Raya, setidaknya dia bisa membujuk ayah Raya agar tetap mempertahankan pernikahan mereka.

Namun sayang, sesampainya di rumah Raya, Om Randy tetap pada keputusannya untuk membatalkan pernikahan tersebut.

"Nak, perusahaan Ayah sedang di ambang kebangkrutan. Kamu ga sayang sama Ayah? Nanti gimana kita makan, gimana kita hidup, dimana kita tinggal kalau sumber penghasilan kita hilang?" Kata Om Randy meminta pengertian Raya.

"Tapi.. tapii.. Raya.. Raya ga bisa, Yah! Raya sayang sama Arya.." jawab Raya dalam isak tangis.

"Iya Ayah tau, kalian saling menyayangi juga mencintai. Tapi keadaan kita sedang kurang baik. Sekarang kita harus mengalah dulu, kan ada waktunya juga kalian nanti dapat bersama. Hanya sampai Marissa melahirkan saja." ucap Om Randy.

"Tapi Om, saya juga ga bisa seperti ini. Bagaimana saya menjalani kehidupan pernikahan dengan orang lain walau hanya kurang dari satu tahun. Saya tidak tahu harus bagaimana menghadapinya." ujar Arya.

"Dengar Nak, kamu hanya perlu menjalaninya saja. Anggap saja nanti dia hanya teman yang tinggal bersama. Teman berbagi atap seperti di asrama." Jawab Om Randy.

"Hanya teman bagaimana, Yah? Bagaimana bisa pria dan wanita tinggal bersama? Bagaimana jika suatu saat Arya mulai suka sama pelakor itu? Raya ga rela! Raya ga mau! Raya ga mau!" jerit Raya histeris membuat Arya sedih. Pikir Arya, segitu cintanya gadis itu padanya sampai tidak ingin kehilangan Arya.

"Kenapa Arya harus bertanggung jawab atas kehamilan orang lain? Menjaga nama baik sebuah brand dan perusahaan? Omong kosong macam apa itu, Ayah? Persetan dengan semua ini!" Lagi-lagi Raya histeris.

"Rayana! Sikap macam apa ini. Mengapa kamu seperti itu? Ayah tidak pernah mengajarimu untuk berkata kasar seperti tadi!"

"Raya ga peduli. Ayah tidak mengerti perasaan Raya! Mengapa Arya harus bertanggung jawab atas kehamilan orang lain? Arya itu milik Raya. Arya harusnya bertanggung jawab atas kehamilan Raya bukan orang lain. Arya itu pacar Raya! Calon suami Raya!" jerit gadis itu lagi.

Arya bingung pada apa yang baru di ucapkan Raya. Kehamilan Raya? Maksudnya apa?

"Kamu bicara apa Raya! Kehamilan apa maksudnya?" Tanya Om Randy.

"Raya hamil, Yah! Raya hamil anak Arya!" jerit Raya.

"Haa... hamil?" gumam Arya kebingungan.

Mata Arya berasa kunang-kunang. Kepalanya mendadak pusing. "Apakah aku tidak salah dengar?" batinnya

"Om.. saya tidak..melakukan apa-apa.." ucap Arya terbata.

Mereka terdiam. Hanya Raya yang masih menangis.

Om Randy tampak berpikir, ia bergantian menatap Arya dan Raya lalu mendadak tertawa. "Hahaha anak gadisku.. Ckckck.. Sampe segitunya kamu Nak ga mau pisah sama Arya." Om Randy mendesah kasihan pada Raya. "Ayah tahu kamu bohong, membuat alasan agar pernikahan kalian tetap berjalan kan. Tapi keputusan sudah bulat. Ayah minta tolong pengertian Raya dan juga kamu Nak Arya, Om minta tolong maklumnya atas keadaan ini. Om janji ini hanya sementara. Hingga Marissa melahirkan Om pasti akan menikahkan kalian," saat Om Randy berbicara seperti itu tiba-tiba pintu depan rumah terbuka. Tampak ibu Raya datang bersama anak keduanya, seorang laki-laki kecil yang masih berusia 6 tahun. Raka.

"Ehh.. ada Nak Arya." Sapa ibu Raya. Arya pun membalas sapaan itu.

"Loh kakak ko nangis?" tanya suara mungil Raka.

Om Randy yang mendengar itu tak mau membuat suasana tak nyaman ini sampai terlihat oleh anak laki-lakinya yang belum mengerti apa-apa.

"Raya, sekarang kamu istirahat saja. Kamu juga nak Arya pulang saja, istirahat dirumah. Lusa kan pernikahan kamu dengan Marissa," mendengar itu ibu Raya tampak murung lalu cepat mengajak anak laki-laki nya untuk masuk ke ruangan dalam.

"Jaga kondisi kamu agar tetap sehat sampai hari H." pesan Om Randy. Arya hanya diam tak mau menanggapi.

Ia pun bangkit berdiri, tapi Raya masih bersikeras atas apa yang sempat di katakannya tadi.

"Raya ga bohong, Yah. Raya beneran hamil!" kata Raya lagi. Tampak raut wajah Om Randy yang iba. Begitupun dengan Arya. Ia jadi merasa bersalah. Bukan karena telah menghamili Raya, karena memang tidak ada sejarahnya Arya menyentuh Raya selain hanya bergandengan tangan saja. Tapi ia merasa bersalah atas sikap Raya yang begitu aneh. Arya takut hal ini membuat Raya jadi stress dan depresi.

Arya pun mendekati Raya, bersimpuh didepannya sambil menggenggam tangannya. "Raya, kamu tenang ya. Aku memang ga bisa membatalkan semua rencana ini. Tapi seenggaknya ini hanya sementara. Kita hanya perlu waktu tambahan hingga kita dapat bersatu. Aku janji ga akan ada hubungan sama Marissa sampai dia melahirkan. Karena satu-satunya wanita di hati aku itu hanya kamu. Dan kamu tau itu kan." ucap Arya lembut tapi terkesan sudah menyerah pada keadaan.

Raya sambil menangis geleng-geleng kepala. "Engga, engga.. aku ga mau Ay. Aku ga bisa. aku ga bisaaa!" tangis Raya histeris.

Om Randy menepuk bahu Arya mengisyaratkan untuk membiarkan Raya seperti itu. Dengan berat hati ia berdiri dan melepas genggamannya. Namun hal itu dicegah oleh Raya, ia ikut berdiri dengan tetap menggenggam dan menatap Arya sambil menangis sesenggukan dan tetap menggeleng kepala.

Om Randy juga sama dengan berat hati memegang lengan Raya membantu untuk melepas kepergian Arya.

Ia mengangguk pada Arya untuk segera pergi dan Arya nurut. Raya masih menjerit-jerit memanggil namanya bahkan setelah Arya keluar.

Arya masuk mobilnya, ia kalut. Memukul-mukul setir mobil dan menyalahkan dirinya sendiri. Apa aku harus terima keadaan dan membiarkan Raya seperti itu? Tanyanya dalam hati.

Arya sebenarnya ingin tidak menyerah. Ia ingin mencoba sekali lagi untuk terakhir.

Sesampainya orangtua Arya dirumah nanti setidaknya ia harus kembali membahas hal ini dengan mereka. Jika dengan Om Randy tak bisa, mungkin dengan papanya bisa. Karena tidak mungkin papanya tega menggadaikan Arya hanya demi sebuah produk perusahaan.

***

Tapi ternyata, papanya memang tega.

"Nak, apa kamu tidak melihat kondisi kita yang seperti ini? Nenekmu adalah ibu yang sangat Papa sayang. Dia sekarang sedang sakit. Butuh perawatan, butuh biaya, kita juga butuh sumber penghasilan. Karyawan kita juga perlu kita gaji. Pajak perusahaan, rumah, kendaraan harus kita bayar. Kalau kamu tidak ingin membantu Papa sekali ini saja, akan seperti apa kehidupan kita kedepannya?" tanya Papa "..kamu adalah penerus perusahaan. Kamu juga yang akan menikmati kelak pengorbanan ini. Papa hanya minta tolong sekali ini saja padamu, Nak. Please." Mohon Papa saat Arya mengutarakan keinginannya untuk tetap menikah dengan Raya.

Arya diam sejenak. Walau semua ini salah, tapi apa yang di katakan Papa memang benar. Meski dia sanggup membeli mobil mewah, mampu membiayai pengobatan nenek, tapi jika usaha keluarganya bangkrut akan seperti apa kehidupan mereka nanti. Seolah kata-katanya yang dulu menggampangkan masalah ini sudah tak lagi berarti.

Hal yang sama juga dengan kehidupan keluarga Raya yang sedang berjuang untuk pulih dari hutang piutang yang harus segera di bayar pada bank. Jika memang Pak Aga akan berinvestasi dengan Om Randy sebagai mitra kerja, pasti akan sangat menguntungkan keluarga Raya.

Terngiang-ngiang ucapan papa tadi, apa Arya harus mengalah saja hanya sampai Marissa melahirkan?

Arya ingin berdiskusi dengan Raya namun entah mengapa ia susah sekali dihubungi. Bahkan Raya tak ingin bertemu Arya walau sudah disamperin kerumahnya. Apa Raya semarah itu pada Arya?

Hingga hari pernikahan tiba Raya tetap tak bisa dihubungi. Arya bingung dan cemas. Ia berkali-kali menanyakan hal ini pada Om Randy namun ayah Raya itu hanya mengatakan bahwa putrinya baik-baik saja dan menyuruh Arya untuk tetap fokus pada pernikahannya.

Hingga hari pernikahan yang tak di nantikan itu tiba.

Gedung pernikahan megah yang sudah di persiapkan untuk pesta tampak berkilauan. Honda civic hitam dengan hiasan bunga di depannya sudah terparkir di depan pintu altar. Nampak seorang wanita cantik yang begitu asing berjalan dari pintu itu dengan gaun putih panjang. Wajahnya tertutup tudung kain tulle putih. Namun Arya yang sedang berdiri menunggu gadis itu masih bisa melihat wajahnya walau tidak jelas. Sepertinya aku pernah bertemu orang ini di kantor. Ah, wajar saja. Kan dia brand ambassador produk perusahaan. Pikir Arya.

Wanita itu berjalan di tuntun seorang pria yang pernah Arya temui, Pak Aga.

Pak Aga tampak tersenyum menyapa orang-orang di kanan kirinya. Senyum palsu, pikir Arya lagi.

Sambil menunggu gadis itu Arya tampak celingukan kesana kemari, apakah Raya akan datang ke sini? Apakah dia baik-baik saja dengan hal ini?

Tapi diantara tamu tak ada wajah gadis yang dicintainya itu. Sedang apa dia sekarang? Pikir Arya tak hentinya. Ia ingin cepat sekali menyelesaikan pernikahan hari ini, ah tidak, ia ingin menyelesaikan beberapa bulan kedepan sampai hari dimana Marissa melahirkan. Di saat seperti ini Arya malah membayangkan jika Raya yang memakai gaun pengantin itu, dan berjalan menuju ke arahnya sambil dituntun oleh Om Randy. Andai hal itu terjadi bukan muka murung seperti ini yang akan Arya tunjukkan di hari pernikahannya.

Selama hidup, Arya selalu berpikir bahwa pernikahan itu sakral. Hanya sekali, sehidup semati. Namun kini pikiran itu telah terpatahkan, karena baginya pernikahan hanyalah permainan saja yang bisa di putuskan dengan uang.

Marissa berhenti tepat di depan Arya. Kini mereka saling berhadapan untuk mengucapkan janji suci.

Janji suci kepalsuan yang bisa di kontrak di atas kertas.

Arya melingkarkan cincin di jari Marissa dan begitupun sebaliknya. Lalu ia membuka tudung wanita itu, semua orang bersorak-sorak meminta Arya mencium gadis itu.

Arya kikuk, bagaimana caranya? Apa harus di bibir apa gimana? Mati rasa dia disana.

"Cium kening, bodoh." bisik Marissa membaca wajah Arya yang pucat karena gugup.

Arya tersentak disebut bodoh oleh gadis yang baru sah menjadi istrinya itu. Tak tau apa yang harus diperbuat, ia pun melakukan hal yang dibilang Marissa tadi.

Semua bertepuk tangan bersorak-sorak saat Arya mencium kening Marissa, ada juga yang cie-cie sampai suruh mereka berciuman. Tapi Arya pura-pura budek saja.

Saat semua orang bergembira, tiba-tiba pintu masuk itu terbuka lebar, tampak seorang wanita berpenampilan lusuh dengan wajah kusut dan rambut acak-acakan berteriak tak karuan. Tampak beberapa orang menarik gadis itu termasuk ada Om Randy diantaranya.

"Raya!" pekik Arya.

"Kamu ga boleh menikah Ayang. Aku ga rela, aku sedang hamil. Aku ga mau melahirkan sendiri. Kamu harus nikahin aku!" teriak Raya membuat semua tamu membeku menatapnya, tak selang lama timbul suara kegaduhan bisik-bisik tak karuan dan pertanyaan-pertanyaan lainnya.

Tampak Raya diseret paksa keluar oleh orang-orang yang memegangnya tadi.

Melihat hal itu MC acara segera bertindak untuk menenangkan tamunya dan meminta maklum karena keributan ini.

Arya bergegas untuk meninggalkan panggung tapi ditahan oleh Papanya.

"Biarkan orang lain disana yang mengurusnya. Kamu hanya perlu fokus, tetap disini dan jangan melakukan sesuatu yang gegabah." ucap Papa.

Wajah panik Arya tak dapat disembunyikan. Mengapa Raya bertindak sejauh ini? Mengapa Om Randy bicara Raya baik-baik saja padahal keadaannya sebaliknya?

Arya menuruti perkataan papa walau pikirannya ke mana-mana.

"Ternyata lu gila juga ya bisa ngebuntingin anak orang. Padahal tadi berlagak polos." bisik Marissa tepat dikuping Arya membuat kepala pria itu panas.

"Yang gila itu kamu, mau-maunya di buntingin suami orang." balas Arya. Marissa menoleh sambil melotot pada Arya tapi ia tak peduli. Yang dipikirkan dia saat ini adalah bagaimana keadaan Raya sekarang.

Beberapa menit setelah kejadian itu ada acara doorprize yang dipercepat waktunya untuk mengalihkan perhatian para tamu. Dan terbukti para tamu segera melupakan kejadian tadi dan tetap menikmati pesta sebagaimana mestinya.

"Hanya untuk pernikahan 7 bulan saja papamu rela kasih doorprize mobil mewah. Sungguh sebuah pencitraan." ujar Arya sambil melirik perut Marissa yang sedikit terlihat buncit seperti lemak padahal ada bayi di dalamnya.

"Ga ada bedanya kan dengan lu dan papa lu. Untuk pernikahan 7 bulan ini juga lu nelantarin anak orang yang lagi hamil anak lu." balas Marissa. Kata-katanya menusuk hati Arya.

Mana ada Raya mengandung anaknya. Arya tau ucapan Raya tadi hanya bentuk depresi saja dari ketidakadilan kondisi yang sedang ia alami. Walau Arya tau tapi ia pilih diam. Rasanya terlalu malas buat menanggapi Marissa lagi.

Acara pernikahan ini berlangsung begitu meriah apalagi dihiasi dengan wajah-wajah orang yang beruntung mendapatkan hadiah doorprize. Walau tidak semua dapat tapi setidaknya para tamu itu membawa souvenir mahal. Parfum dengan merek terkenal. Arya tak tahu bagaimana souvenir handuk dengan tulisan nama dia dan Raya berubah menjadi parfum mahal. Dan bagaimana cara mereka mendapatkanya dengan waktu sesingkat itu pun Arya tak peduli.

Saat semua orang sudah dipastikan pulang Arya bergegas meminta Arman memberikan kunci mobilnya, ia hendak bertemu Raya.

Papa mencengkram lengan Arya. "Tidak perlu buru-buru seperti itu, Nak. Papa tau kamu mau kemana. Raya ada dirumah kita. Papa meminta mereka untuk menunggu dirumah agar kita bisa berdiskusi bersama." kata Papa.

"Berdiskusi untuk apa, Pa?" Tanya Arya.

"Tentang semuanya, terutama soal ucapan Raya yang sedang mengandung anak kamu tadi." Arya mendelik, bahkan papanya mencurigai Arya telah melakukan hal tidak senonoh pada Raya.

"Raya depresi Pa makanya dia seperti itu."

Tiba-tiba Marissa ikut nimbrung. "Dia memang depresi, itu karena dia udah ngerasa di ujung tanduk makanya nekat kayak gitu. Gue tau itu," ujar Marissa. "... karena gue juga pernah ada di posisi dia.. Arya, cewek lu beneran hamil!"

***

Terpopuler

Comments

No Name

No Name

masih ku pantau 😎👍🏻

2021-09-28

0

Sadrianty Yanti

Sadrianty Yanti

pusing aku...apakah melisa pura pura hamil...

2021-07-23

0

Dien Sriwahyuli

Dien Sriwahyuli

ini cerita paling nyesek.. ceweknya gak ada yang bener kasihan cowoknya udah menjaga diri dengan baik dikasih jodoh gini. bukannya laki2 yang baik tuk perempuan baik.

2021-06-27

0

lihat semua
Episodes
1 Hari Berdebar Nasional
2 Raya Juga Hamil
3 Kebenaran
4 Rasa Bersalah
5 Pertemuan Aneh
6 Kemenangan Istri Sah
7 Menutup Masalah Untuk Masalah Baru
8 Tamparan
9 Kentut
10 Ancaman
11 Harapan Patah di Kimochi Caffe
12 Siraman Jasmani
13 Ke'GeeR'an
14 Nostalgia
15 Perjalanan Malam
16 Asal Usul Arya Si Anak Kayu Putih
17 Ibu Mertua Rasa Ibu Negara
18 Es Krim Pelangi
19 Si Jalan Raya Di Pinggir Jalan Raya
20 Percakapan Keluarga
21 Sebuah Permintaan
22 Es Krim Pelangi untuk Arya
23 Tangis Penyesalan
24 Urusan Dengan Si Cebeng Matre
25 Bicara Lewat Ketikan
26 Udara Segar yang Menyesakkan
27 Taman Bunga Berdarah
28 Kemauan Hidup yang Kuat
29 Berita Terkini
30 Komentar Netizen
31 Wajah Merah Merona Satu Keluarga
32 Papa Si Mak Comblang
33 Teman dari Thailand
34 Mengungkap Isi Hati Arista
35 Kangen
36 Analisa Wajah
37 Handphone
38 Mengkhayal Cucu Sultan
39 Kecupan
40 Pertunjukan Gratis
41 Kenalan Dalam Kesempa(pi)tan
42 Permohonan Maaf
43 Impas
44 Penipu
45 SURPRISE!
46 Sini Bobo!
47 Ayo Duduk!
48 Suara Horor Dari Dalam Lemari
49 Ketinggalan Tas
50 Penculikan
51 Curhat Menegangkan
52 Kesepakatan
53 Telepon dari Si Cebeng Matre
54 Transaksi
55 Halusinasi
56 Bu Aga Marah-Marah
57 Renungan
58 Hilangnya Perawan Bibir Arya
59 Syok Berat
60 Aneh-Aneh
61 LABRAK
62 Usaha Perjodohan
63 C1uM4π
64 Bidadari
65 Nightmare
66 Menunda Perceraian
67 Tertolak
68 Kecebur Lagi
69 CIMOL
70 Pertemuan Haru Majikan dan Babu
71 GOSIP
72 Duduk di Bangku yang Lembap
73 PERNYATAAN CINTA
74 Ciuman Pertama atau Kedua?
75 Taruhan
76 Bukan Bulan Madu
77 BERSATU
78 Bayar Hutang
79 Sakit Hatinya Arista
80 Surat dan Uang
81 Ngidam Es Krim
82 Ku Bahagia Asal Kau Bahagia
83 Akhirnya Ketemu
84 Keciduk Kabur
85 Mimpi Buruk Arista
86 Ditolongin Jomblo
87 Penuturan Kakek
88 Roda Hidup Arista yang Berputar
89 Air Ketuban
90 Tangisan Sang Buah Hati
91 SPECIAL EDITION
Episodes

Updated 91 Episodes

1
Hari Berdebar Nasional
2
Raya Juga Hamil
3
Kebenaran
4
Rasa Bersalah
5
Pertemuan Aneh
6
Kemenangan Istri Sah
7
Menutup Masalah Untuk Masalah Baru
8
Tamparan
9
Kentut
10
Ancaman
11
Harapan Patah di Kimochi Caffe
12
Siraman Jasmani
13
Ke'GeeR'an
14
Nostalgia
15
Perjalanan Malam
16
Asal Usul Arya Si Anak Kayu Putih
17
Ibu Mertua Rasa Ibu Negara
18
Es Krim Pelangi
19
Si Jalan Raya Di Pinggir Jalan Raya
20
Percakapan Keluarga
21
Sebuah Permintaan
22
Es Krim Pelangi untuk Arya
23
Tangis Penyesalan
24
Urusan Dengan Si Cebeng Matre
25
Bicara Lewat Ketikan
26
Udara Segar yang Menyesakkan
27
Taman Bunga Berdarah
28
Kemauan Hidup yang Kuat
29
Berita Terkini
30
Komentar Netizen
31
Wajah Merah Merona Satu Keluarga
32
Papa Si Mak Comblang
33
Teman dari Thailand
34
Mengungkap Isi Hati Arista
35
Kangen
36
Analisa Wajah
37
Handphone
38
Mengkhayal Cucu Sultan
39
Kecupan
40
Pertunjukan Gratis
41
Kenalan Dalam Kesempa(pi)tan
42
Permohonan Maaf
43
Impas
44
Penipu
45
SURPRISE!
46
Sini Bobo!
47
Ayo Duduk!
48
Suara Horor Dari Dalam Lemari
49
Ketinggalan Tas
50
Penculikan
51
Curhat Menegangkan
52
Kesepakatan
53
Telepon dari Si Cebeng Matre
54
Transaksi
55
Halusinasi
56
Bu Aga Marah-Marah
57
Renungan
58
Hilangnya Perawan Bibir Arya
59
Syok Berat
60
Aneh-Aneh
61
LABRAK
62
Usaha Perjodohan
63
C1uM4π
64
Bidadari
65
Nightmare
66
Menunda Perceraian
67
Tertolak
68
Kecebur Lagi
69
CIMOL
70
Pertemuan Haru Majikan dan Babu
71
GOSIP
72
Duduk di Bangku yang Lembap
73
PERNYATAAN CINTA
74
Ciuman Pertama atau Kedua?
75
Taruhan
76
Bukan Bulan Madu
77
BERSATU
78
Bayar Hutang
79
Sakit Hatinya Arista
80
Surat dan Uang
81
Ngidam Es Krim
82
Ku Bahagia Asal Kau Bahagia
83
Akhirnya Ketemu
84
Keciduk Kabur
85
Mimpi Buruk Arista
86
Ditolongin Jomblo
87
Penuturan Kakek
88
Roda Hidup Arista yang Berputar
89
Air Ketuban
90
Tangisan Sang Buah Hati
91
SPECIAL EDITION

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!