Sabila memeluk gulingnya diatas tempat tidur sambil berbaring. Ia membayangkan wajah Tiara yang tak henti-hentinya tersenyum. Ia juga tak menyangka Tio mau menerima kue darinya.
Sejenak ia membayangkan bibir Tio yang menggigit potongan kue itu, hatinya terasa bergetar. Perasaan aneh yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata telah menyelimuti qalbunya.
Keesokan paginya:
Tio mengecek cabang-cabang restorannya yang berada dikawasan Mataram bersama Ibram untuk memperkenalkannya dunia bisnis yang sebentar lagi akan diserahkannya sebagian kepada adik laki-lakinya itu. Ibram baru saja keluar dari pekerjaannya di institusi pemerintah.
"Abang yakin kamu akan berhasil," gumam Tio.
Ibram merasa beruntung memiliki kakak seperti Tio yang begitu perhatian padanya dimasa berkabungnya atas pengkhianat calon istrinya beberapa bulan yang lalu. Wanita itu yang ia anggap sangat setia malah menikah dengan pemuda lain, hingga membuatnya hengkang dari pekerjaannya karena merasa terpukul.
"Cukup sekali, hanya karena wanita kau jatuh kedalam lubang yang curam!" tandas Tio tepat didepan matanya.
Ibram pun mengangguk, ia yakin bisa bangkit.
"Aku akan ikut arahan, Abang," tukasnya.
Ponsel Tio tiba-tiba berdering. Ia merogoh kedalam saku jas nya dan menatap layarnya, "Abi...." bisiknya.
"Tio," panggil Salman.
"Ya Abi, ada apa?"
"Bisa pulang sekarang?"
Tio diam sejenak. Tanpa bertanya ia lantas berkata "ya" pada Salman.
"Nanti Aurora akan menjelaskan semuanya padamu. Abang pulang dulu."
Tio berlalu dan Aurora menghampiri Ibram. "Kita lanjutkan, Pak," ucap Aurora agak sedikit sungkan.
Ibram tersenyum. Aurora mulai menyambung apa yang tadi dijelaskan oleh Tio.
Dirumah tepatnya diruang tamu Tiara duduk dengan kaku dan perasaannya tegang. Wanita yang ingin merebut suaminya kini ada didepan matanya. Ia serasa sulit bernapas. Rasanya ia ingin berteriak dan mengusir wanita itu dari hadapannya.
Tio mempercepat laju kendaraannya karena mendapat firasat yang tak enak.
Sesampainya didalam halaman ia lantas turun dan masuk. Langkahnya terhenti saat melihat Nuri dan kedua orangtuanya telah duduk berhadapan dengan istri dan kedua orangtuanya.
Syekh Hasyim merasa lega setelah penantiannya beberapa waktu dan segera ingin mendengar kepastian dari Tio.
Tio duduk disamping Tiara. Ia bingung dengan situasi di hadapannya.
"Syekh Hasyim datang kemari untuk melamarmu," tukas Salman tak ingin berbasa-basi karena tak ridho dengan apa yang sudah dilakukan putranya hingga situasi menjadi runyam seperti ini.
Tio kaget bukan kepalang. Ia kian bingung dan tak tahu harus berkata apa.
"Seperti yang sudah Abi dan Tio bicarakan, untuk menghindari fitnah maka sebaiknya pernikahan kalian dipercepat," tukas Hasyim.
Tiara makin tertekan. Ia ingin lari dari tempat itu namun kehormatannya dan seluruh keluarganya akan tercoreng jika ia bertindak tak tahu sopan santun seperti itu. Ia menatap Tio dengan mata penuh amarah.
"Apa keputusan, Kakak?" bisiknya tajam di telinga Tio.
Tio tak berani menatap matanya dan hanya diam terpaku.
"Pertanggungjawabkan perbuatan, Kakak!" ringisnya tertahan.
Tio sudah merasa terpojok, akhirnya ia pun angkat bicara, "Aku akan menikah Nuri, secepatnya."
Tiara terperanjat sedangkan Nuri tersenyum lega.
Keputusan Tio bukan tanpa alasan, biar bagaimanapun ia sudah berjanji kepada gadis itu dan kedua orangtuanya. Jika ia sampai mengingkari janjinya maka akan terjadi perpecahan antara keluarganya dan keluarga S'yekh Hasyim. Ia sudah siap menanggung segala resiko kedepannya.
Tio menjamah telapak tangan Tiara untuk meyakinkannya, "Jangan takut. Aku akan tetap menjadi milikmu. Aku akan berusaha bersikap adil."
Tiara pun tersadar jika suaminya juga harus mendapatkan penerus untuk mewarisi semua apa yang telah dibangunnya. Ia pun menarik nafas panjang sambil terisak dengan tangis tertahan.
"Aku ikhlas," tukasnya.
Tio merasa begitu bersalah pada Tiara. Ia pun kini tersadar bagaimana kesetiaan istrinya ini mendampinginya selama berbelas tahun dan kini ia malah membalasnya dengan sebuah pengkhianatan yang begitu menyakitkan.
Mila senang dengan keputusan Tio yang memilih Nuri untuk menjadi istri kedua putranya. Ia mengesampingkan perasaan Tiara yang terlihat begitu sakit didepan matanya.
"Tanggalnya akan kita tentukan besok," sambung Tio.
"Bukankah harus ada khitbah?" tanya Hasyim keberatan.
Tio dan Tiara tersentak.
"Oh.... Tentu" timpal Tio gagap. Genggaman tangannya kian erat menggenggam tangan sang Istri.
Akhirnya perundingan itu berakhir setelah kedua belah pihak bersepakat jika acara khitbah akan diadakan minggu depan.
Tiara berlari masuk kedalam kamar setelah kepergian syekh Hasyim dan keluarganya. Ia menangis sesenggukan sambil tertunduk disisi tempat tidur.
"Ya Allah.... Jika ini yang terbaik, beri aku kekuatan."
Tuhan sudah mengabulkan doa-doanya. Hati Tio kini telah menjadi miliknya.... Dan menjadi milik Sabila.
21.09 wita :
Diatas tempat tidur Tio memeluk Tiara dengan erat. Sesekali ia mencium kepalanya dan mengusap wajahnya dengan lembut.
"Kakak peluk sampai pagi?" tanyanya sekilas menengok wajah Tiara.
Tiara mengangguk dan memejamkan matanya.
Di kamarnya Sabila tengah sibuk mengerjakan pr yang menumpuk dari guru biologi dan kimia. Beberapa kali ia menyeruput kopi susu agar tak lekas mengantuk.
"Ya Allah.... Lembur lagi," gerutunya. Ia menengok pintu kamarnya, "coba Ibu membantu?" pikirnya seraya menggaruk pelipisnya dengan ujung polpennya.
Salwa merasa bosan dan menghampiri Sabila tanpa mengetuk pintu kamarnya.
"Kebetulan!" seru Sabila tertawa kecil.
"Ada apa?" tanya Salwa sembari naik keatas ranjang.
"Mumet, Kak!" gerutu Sabila dengan mulut monyong lima senti.
"Coba kakak lihat," ujar Salwa mengambil dua lembar soal dihadapan Sabila. "Sulit juga sih" ringisnya. "Pelan-pelan saja mengerjakannya."
Sabila kembali fokus tanpa menanyakan perihal apa yang membuat Salwa hingga menghampirinya. Hingga 2 jam lamanya Salwa tertidur disampingnya. Sabila menguap seraya merentangkan tangan meregangkan otot-otonya.
"Alhamdulillah," desahnya sambil memperbaiki kertas pr nya dan memasukkannya kedalam tas. Ia menatap Salwa yang sudah tertidur pulas. Ia menyelimuti tubuh gadis tomboi itu hingga kedada dan beranjak menuju kamar Lia untuk memastikan apakah ia sudah tertidur atau belum. Ia pun mendapati Lia tengah tertidur.
"Hoah...." Sabila menguap beberapa kali. Ia melihat ke sekeliling dan kembali kedalam kamarnya.
Malam yang sunyi, lebih sunyi dari biasanya.
10.00 wita, SMA N 12:
Sabila, Hanifah dan beberapa anak dari kelasnya menonton pertandingan basket dari depan kelas mereka dengan sangat antusias. Soni begitu bersemangat karena sang Kekasih tengah memperhatikannya tanpa lelah memberinya semangat. Disisi lain tepatnya didepan kelas 3A Sinta juga memberi dukungan untuknya, padahal kelas Sinta yang menjadi lawan Soni memperebutkan posisi maju pada turnamen basket tahun ini. Aliandro tak habis pikir dengan gadis itu karena tak mendukungnya sama sekali. Ia sangat berharap Sinta menoleh sedikit saja padanya. Dia kurang apa coba? Sama-sama ketua kelas dan pengurus Osis. Ia juga tak kalah tampan dan populer dari Soni.
Aliandro menatap Soni tajam dengan rasa benci yang sudah memuncak. Ia pun berniat untuk mencidrainya, tetapi guru olahraga raga tengah memperhatikan mereka tanpa lelah menatap. "Silal!" batinnya memekik.
Soni tahu jika sewaktu-waktu Aliandro bisa saja lepas kontrol karena dendamnya padanya, dan ia selalu waspada dengan gelagat rivalnya itu.
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 122 Episodes
Comments
megumi
ustadz apa syekh Hasim ini???
2021-03-17
0