Suasana restoran Tio kian ramai dalam waktu satu minggu. Rasa masakan di restorannya bisa dikategorikan sangat lezat dan memiliki tampilan yang cantik. Harga yang ia patok lumayan mahal dengan sasaran pegawai kantoran dan dari kalangan kelas atas. Pengunjung yang datang di hari pertama datang kembali hingga hari ini dengan membawa teman atau rekan kerja mereka.
Di ruang kerjanya Tio mengecek pembukuan pengeluaran dan pemasukan. Ia berniat minggu ini akan membagi bonus untuk semua pekerjanya yang telah bekerja dengan sangat baik. Tiba - tiba ia tersenyum. Ia pun meraih ponsel yang ada di hadapannya lalu menekan nomor Tiara.
"Sayang," panggilnya. "Itu suara apa?" tanyanya gusar
"Oh... Sabila tak sengaja memecahkan gelas," jawab Tiara panik takut Sabila terkena pecahan gelas kaca itu. Ia lantas menggendong Sabila menjauhi lantai yang berserakan menuju halaman depan.
"Anak itu buat ulah?!" sergahnya kesal.
"Ya Allah Kakak, namanya juga anak kecil... Sudah biasa."
Tio menghela nafas kesal.
"Ada apa, Kak? Tumben jam segini nelpon?"
Amarah Tio pun perlahan mereda.
"Kita diner malam ini, kamu mau?" tanyanya mulai tersenyum.
"Aaammm, boleh. Habis Kakak pulang kerja ya?" senyumnya nampak menggoda. Sabila yang ada di gendongannya menatapnya heran.
Tio tertawa geli, "Dandan yang cantik. Kita langsung pergi setelah aku pulang," godanya.
Tiara tersenyum simpul. Sabila kian tak mengerti dengan sikap Tiara.
"Hati - hati, Kak. Jangan terlalu lelah," bisiknya.
"Memangnya kenapa kalau aku lelah?"
Tiara tertawa terbahak - bahak, "Udah dulu ah, bicaranya jadi yang nggak - nggak," tukasnya. Ia pun mengucapkan salam dan menaruh ponselnya di saku bajunya.
Sabila garuk - garuk kepalanya yang terasa gatal karena rasa penasarannya dengan sikap ibu angkatnya itu, tetapi ia sama - sekali tak berniat untuk bertanya.
Tiara mengajak Sabila keluar rumah menuju apotik untuk membelikannya es krim. Sepanjang perjalanan Sabila hanya diam. Tiara menatapnya seraya menyapu keningnya yang tertutupi oleh rambut. Sabila memeluknya dan menatap kearah belakang sambil berpikir, "Katanya Papa mau ulang tahun minggu depan. Bila punya uang banyak di tas. Kalau pergi bareng ibu buat beli hadiah, nanti Papa tau." Gumamnya. Tiba - tiba ia merasa mendapat ide brilian, "ahaaa!" pekiknya dalam hati seraya mengacungkan telunjuknya, "online ajah. Bila bakal pinjam Hand Phone kakek!" giginya yang kecil terlihat tatkala ia tertawa.
20.00 wita:
Didalam kamar, Tiara sudah siap dengan dandanannya. Ia terlihat sangat cantik dengan hijab trendi yang ujungnya ia gulung di leher dan gamis berwarna putih depan motif bunga - bunga. Kini ia sedang mendandani Sabila diatas tempat tidur. Tiara memakainya hijab dan busana muslimah. Ia sedikit memakaikannya bedak bayi agar wajah cantiknya semakin terpancar.
"Anak Ibu cantik sekali..." pujiannya dengan senyum merekah. Sabila tertawa. Ia lantas menggendong gadis kecil itu keluar dari kamar.
Tatkala sosok mereka tertangkap oleh mata Tio senyumnya tiba - tiba memudar. Ia berjalan mendekati mereka dan bicara dengan ketus, "Anak ini ikut?"
Tiara menjadi gagap, ia tak enak hati terhadap Sabila, "Tentu saja, kan kita pergi sekeluarga...."
Salman mendekati mereka dan mengambil Sabila, "Bicarakan dulu," tukasnya kecewa pada putranya.
"Kita diner romantis, kenapa malah mengajak anak itu?!" pekiknya tertahan.
Kali ini Tiara benar - benar kecewa pada Tio. Ia hanya diam menatapnya.
"Sekarang kita pergi. Aku sudah pesan tempat untuk kita." Ia kemudian berjalan diikuti Tiara tanpa mau berbasa basi lagi.
Didalam mobil hingga menembus jalan raya Tiara diam seribu bahasa. Ia juga sama - sekali tak menoleh ke arah Tio. Hingga mereka tiba didalam parkiran sebuah restoran bernuansa arabian Tio membukakan pintu untuknya, "Silahkan Nona Besar," candanya. Tiara pun tersenyum dan keluar dari dalam mobil.
Sementara itu Sabila meminta Salman menurunkannya dari gendongan. Salman menurutinya. Sabila lantas masuk kedalam kamar Salwa dan naik ke tempat tidur. Ia mengeluarkan foto kedua orangtuanya dari dalam tas mungil yang akan ia bawa dan merabanya. Bulir - bulir kristal hangat jatuh dari mata indahnya. Ia merasa sendiri. Kerinduannya terhadap Asrul memenuhi rongga dadanya hingga membuat dadanya terasa sesak. Ia mendekap foto itu dengan tangis terisak. Ia menumpahkan segala kekecewaannya terhadap Tio dengan menangis. Perlahan ia berbaring dan berkali - kali menatap foto itu dan terpejam. Salman mengintipnya dan balik pintu, hatinya terenyuh. Ia mengawasi Sabila beberapa waktu hingga anak tak berdosa itu tertidur lelap. Ia kemudian mendekat dan membelai kepalanya dengan lembut.
"Ya Allah Tio...." bisiknya. "Dosa besar apa yang telah kamu lakukan?!" geramnya tertahan.
Di ruang tamu Mila menggerutu kesal terhadap Salman. Ia tak mengerti mengapa suaminya begitu membela anak kecil itu. Mila mengira suaminya tak peka terhadap perasaan Tio, anak kandungnya sendiri.
Salwa tiba - tiba saja menyentuh telapak tangannya, "Mama marah?" tanyanya bingung. "Kenapa?"
"Tak ada" sergahnya. "Mama tak marah pada siapa pun," jelasnya berbohong.
"Tapi Mama cemberut," tukas Lia.
Mila lantas menarik kedua putrinya dan membelai wajah mereka, "Sekarang tidur di kamar Mama." Ia lantas membimbing kedua putrinya menuju kamar. Ketika melintas di kamarnya Salwa menatap kamar itu mencari sosok Sabila, tapi ia tak mampu menatap hingga ke dalam.
Saat ini Tio dan Tiara tengah menikmati hidangan istimewa di restoran itu. Tio berusaha bersikap romantis dengan menyuapi istrinya menggunakan garpu. Tiara sangat merasa tersanjung. Ia menatap suaminya lekat. Mencari sisi baik dari Tio. Hingga saat ini ia tak mengira Tio bisa berbuat tak manusiawi kepada seorang anak kecil, terlebih anak itu adalah seorang yatim piatu.
Tio berusaha menikmati suasana remang di sekelilingnya. Jujur, ia juga merasa bersalah memperlakukan Sabila seperti itu. Tapi rencananya dari awal ia hanya ingin berduaan dengan sang Istri.
"Aku bahagia," ucap Tiara. Ia tahu kini perasaan suaminya agak terganggu.
Tio menatapnya dengan senyum membias.
Tiara menggenggam telapak tangan kanannya dan berbisik, "Kakak yang terbaik."
Senyum Tio kian mengembang, "Aku tau," ucapnya lirih. "Mau bersansa?"
Tiara tertawa, ia mengangguk dan lantas bangkit dibimbing oleh Tio menuju lantai dansa. Beberapa pasangan berdansa diantara mereka. Tiara tertawa bahagia. Perasaan kecewanya sirna sesaat.
Jarum jam menunjukkan pukul 23.00 wita. Tio dan Tiara telah tiba dimuka pintu. Tio menggandeng Tiara kedalam rumah dengan hati yang puas karena kencan mereka berhasil. Ia berpikir andai anak itu ikut pasti tak akan seromantis itu dinernya bersama sang Istri.
"Kak," panggil Tiara menghentikan langkahnya tepat didepan pintu kamar Salwa. Tio menengok. "Aku lihat keadaan Sabila dulu."
"Dia pasti ada di kamar kita," ucap Tio yakin. Mereka kemudian masuk kedalam kamar dan tak mendapati Sabila. Tiara menjadi gusar dan keluar mencari putrinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 122 Episodes
Comments
megumi
ini agak membingungkn ceritanya ...asli aneh
2021-03-17
0
ARSY ALFAZZA
like + rate bintang ⭐⭐⭐⭐⭐😇 saling mendukung ya Thor 👌
2021-03-04
1
Little Peony
Like like like
2021-01-12
1