Waktu berganti hari. Tak terasa sudah satu minggu Sabila berada di rumah keluarga Salman. Kehadirannya membawa warna baru di dalam rumah itu. Sabila yang polos dengan kepintarannya membuat Salman begitu menyayanginya. Tak jarang Salman menggendongnya kala Tiara sibuk mengerjakan tugas rumah tangga.
Tiara saat ini berusia 28 tahun. Ia menikah dengan Tio ketika lulus dari perguruan tinggi. Dahulu awalnya Tiara hendak menikah dengan Asrul, keluarga kedua belah pihak sudah setuju untuk menikahkan mereka meski Asrul sudah memiliki kekasih yang kini telah menjadi istrinya, Kania. Tiara sama - sekali tak keberatan dengan perjodohan itu karena ia juga mencintai Asrul. Tio pun merasa gusar dan kecewa.
Tatkala dua hari lagi perjodohan mereka akan berlangsung Asrul menolak dengan keras yang berakibat putusnya hubungannya dengan kedua orangtuanya. Tiara patah hati dan disaat itulah Tio mencari kesempatan untuk merebut hatinya. Perlahan Tiara mulai mencintai Tio dan akhirnya mereka pun menikah. Tio menyimpan dendam kesumat pada Asrul, itu sebabnya ia tak menyukai Sabila.
Gadis kecil itu bergelayut manja pada Salman, ia tak ingin duduk dan meminta Salman menggendonya sambil berdiri. Pinggang Salman terasa agak pegal, tentu karena usianya sudah tak muda lagi.
"Bila berat ya, Kek?" tanyanya dengan mata membulat.
Salman tersenyum dan lantas bangkit mengangkatnya. Sabila tertawa senang karena kekhawatirannya tidak terbukti.
Tiara keluar dari dapur dengan membawa semangkuk bubur ayam untuk menyapihnya, "Ngemil dulu yuk,'" ajaknya. Sabila mengangguk dan meminta diturunkan.
Salman meregangkan otot - ototnya. Tiara yang menatapnya tersenyum nyengir dan membimbing Sabila duduk di kursi.
Restoran cepat saji milik Tio langsung diramaikan oleh pengunjung. Dengan sigap ia memerintah pekerjaanya untuk melayani para tamu dengan gesit. Tak jarang ia membentak pegawainya yang terkesan lelet saat menjalankan tugas mereka. Matanya tak berhenti menatap ke segala arah memastikan semuanya terlaksana dengan sempurna.
Ketika ia hendak masuk kedalam kantornya ponselnya tiba - tiba berbunyi, ia tersenyum ketika tahu itu dari istrinya, "Iya, Sayang?"
"Bagaimana keadaan di resto?" tanya Tiara yang sudah selesai menyuapi Sabila."
"Alhamdulillah semuanya berjalan lancar. Kamu sedang apa?"
"Habis menyuapi Sabila."
Tio mengernyitkan alisnya, "Jangan terlalu dimanja," pintanya.
"Nggak, ia tak manja sama - sekali. Namanya juga anak - anak, sikap mereka sama. Lagipula aku senang melakukannya."
Tio kehabisan kata - kata. Ia menggaruk alisnya yang tak gatal, "Ya sudah, baik - baik di rumah. Telpon aku kalau ada yang kamu inginkan."
"Iya," jawab Tiara.
Tio dan Tiara merijek ponsel mereka bersamaan. Sabila menatap Tiara bingung, "Kapan Bila sekolah, Bu?" tanyanya tiba - tiba karena tadi pagi ia melihat Salwa dan Lia berangkat ke sekolah.
Tiara terheran, "Memangnya Sabila mau sekolah?"
Sabila nyengir, "Iya dong, Bu. Masa sudah besar nggak sekolah?"
Tiara tersenyum dan membelai kepalanya, "Sabila masih terlalu kecil, nanti ada masanya Sabila masuk sekolah."
"Masa itu apa sih, Bu?"
"Masa artinya waktu. Kalau waktunya sudah tiba, Sabila akan ibu masukkan
ke sekolah terbaik," tukasnya.
"Oooo," gumam Sabila terpana. Ia lantas berlari menuju jendela dan membuka gorden transparan yang menutupinya. "Nanti Sabila naik sepeda ke sekolah kan, Bu?" lanjutnya sembari menatap Tiara dengan telunjuk mengacu kejalan komplek yang sepi.
"Iya, Sayang," jawab Tiara dengan sabar.
Tak sampai disitu Sabila berlari kembali kehadapannya dan membelai perutnya. Tiara tertegun
"Nanti dedek bayi keluar dari perut Ibu dan Sabila akan bonceng ke sekolah"
Tiara terharu dan mencium kepalanya, "Semoga," bisiknya.
Ketika malam tiba Tio merasa ingin melakukan hubungan intim dengan Tiara. Sabila masih saja tak mau lepas dari istrinya hingga membuatnya kesal. Ia mendekati Tiara dan berbisik di telinganya, "Aku mau."
Tiara pun merasa terangsang, ia mencoba memberikan pengertian kepada Sabila agar malam ini ia tidur bersama Salwa dan Lia. Tanpa ia sangka Sabila mengangguk. Tiara tersenyum dan mengantarnya menuju kamar Salwa.
3 jam kemudian:
Tio merasa puas dan memejamkan mata sesaat ketika usai menggauli Tiara. Peluhnya membanjiri tubuhnya dari atas hingga ke telapak kakinya. Tiara merasa kewalahan. Ia merasa suaminya semakin liar setelah seminggu mereka tak melakukannya.
"Kakak minum obat kuat ya?"
Tio menoleh dan tertawa, "Kenapa berpikir seperti itu?" selanya.
Tiara membalikkan tubuhnya menghadap Tio, "Kakak semakin liar," gumamnya.
Tio pun membalikkan tubuhnya dan mendekatkan wajahnya pada istrinya, "Kamu yang membuatku semakin liar."
Tiara tersenyum, "Memangnya ada yang beda?" tanyanya nakal.
"Cintamu yang berbeda," bisiknya. Ia lantas memeluk Tiara dan mendekapnya kuat.
Tiara mencium aroma tubuh Tio yang basah. Ia merasa Tio semakin mencitainya.
Di kamar Salwa ketiga gadis kecil itu tidur berjejer sambil mendengarkan cerita sang Kancil dari Salman. Salwa dan Lia mengapit Sabila. Jika diperhatikan Salman, ketiganya memiliki senyum yang sama. Diantara ketiga gadis kecil itu Sabila lah yang paling sering bertanya. Jika pertanyaan yang satu terjawab ia akan bertanya pertanyaan yang lain sampai merasa puas, jika tidak seperti itu ia takkan merasa tenang dan terus terbayang hingga tak bisa tertidur.
Seiring berjalannya cerita tentang sang Kancil Salwa dan Lia mulai terpejam. Salman menatap Sabila yang masih mendengarkan dengan matanya yang membulat, "Astaga.... Anak ini tak tidur juga...." gumamnya dalam hati.
Tiba - tiba saja Sabila menguap, ia pun memejamkan matanya. Salman waspada menatapnya, ia tak yakin anak itu benar sudah tertidur. Tiba - tiba dengkurannya terdengar, Salman bersyukur sembari mengelus dadanya. Perlahan ia turun dari ranjang dengan hati - hati. Ia menatap ketiga bidadari kecil itu dan menutup pintu kamarnya dengan hati - hati.
Salman masuk ke dalam kamarnya dan mendapati istrinya tengah manyun kesal. Sejak dua jam yang lalu ia sudah menunggu suaminya itu diatas ranjang dengan riasan bak pengantin baru. Salman membuka baju kokonya dan naik keatas ranjang lalu mencium rambut Mila.
"Ngapain aja sih?" desah Mila
"Tau sendiri anak - anak gimana, Abi juga dari tadi udah kebelet!"
Mila bersandar pada tubuh Salman dengan manja seraya meraba dadanya, "Kalau umi sudah tak cantik lagi, apa Abi akan berpaling?
Salman mengusap rambut panjang Mila yang berwarna kemerahan akibat disemir, "Umi jodoh dunia akhirat abi. Lagipula mana ada yang dapat menyaingi kecantikan Umi?"
"Kalau ada?"
Pertanyaan itu seperti jebakan betmen bagi kebanyakan pria. Salman pun diam sejenak sambil putar otak. "Cinta itu tak mudah hadir kepada hati seseorang. Lagipula Abi sudah tua, siapa juga mau dengan lelaki bangkotan seperti Abi?" candanya merendahkan diri cuma untuk menyenangkan hati istrinya. Padahal ia sendiri tak suka jika ada yang menyebutnya sudah tua.
Mila tersenyum, ia mulai mencium aroma tubuh Salman dan merayap keatas hingga bibirnya menyentuh bibir Salman.
Malam kian larut, jarum jam kamar Salwa berada di angka tiga. Mata Sabila tiba - tiba terbuka. Ia lantas duduk dan mengucek kedua bola matanya. Ia menatap Salwa dan Lia bergantian lalu turun dari ranjang menuju kamar mandi. Didalam kamar mandi itu ia membuka keran perlahan dan berwudlu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 122 Episodes
Comments
Dyah Shinta
Kenapa Tio dendam pada Asrul ya?
Kan harusnya terima kasih karena Asrul ga mau sama Tiara. Apa ada masalah lain?
2021-04-08
0
ARSY ALFAZZA
like 👍🏻
2021-03-04
1
alien
sabila rajin solat tahajud ya
2020-12-24
1