Seluruh keluarga saling pandang. Mereka ragu untuk menyerakan Sabila kepada Tiara dan Tio kecuali Mumtaz dan Sita. Mereka tahu benar seperti apa Tiara dan ketulusan hatinya.
"Saya akan membesarkan Sabila dengan penuh kasih sayang. Saya janji, saya akan sering - sering mengajaknya untuk mengunjungi keluarga di sini."
"Ibu!" teriak Sabila sambil berlari dan memeluk kaki Tiara. "Bila pengen ke mall!"
Tiara lantas mengangkatnya dan menaruhnya di pangkuannya. Ia mendekapnya dengan erat seraya mencium kepalanya, "Iya sayang, nanti kita jalan-jalan ke mall kalau sudah sampai di Mataram. Nanti kita tinggal rumah nenek, kita tinggal di sana."
Sopiah dan seluruh keluarga terheran. "Kalian akan tinggal di rumah Mas Tio?" tanya Iqbal, saudara laki -laki satu - satunya almarhumah Kania.
"Iya, karena kak Tio sudah beli ruko di sana untuk bisnis makanan cepat saji mulai minggu depan."
Tio sebelumnya adalah seorang pegawai negeri di sebuah instansi pemerintah di wilayah Lombok Timur, tetapi sejak dua minggu yang lalu ia resign karena tabungan untuk membangun sebuah bisnis sudah terkumpul lebih dari cukup.
Perundingan alot lantas didiskusikan untuk mencari celah dan keputusan yang tepat agar tak akan ada persengketaan atas masa depan Sabila serta usaha milik kedua orangtuanya.
Akhirnya karena kakek dari Sabila mengizinkan cucunya diasuh oleh Tiara dan Tio seluruh anggota keluarga pun mengamininya. Dan rumah beserta aset Asrul akan dijual untuk tabungan masa depan Sabila.
"Soal biaya pendidikan Sabila saya akan menanggungnya," tukas Tio tanpa ragu sedikitpun. Tiara tersenyum lega dan merasa sangat bahagia. Ia tahu di balik sikap angkuh suaminya sesungguhnya ia memiliki hati yang mulia.
Fajar menyingsing. Sabila berlari keluar kamar setelah didandani Tiara.
Sabila memeluk kakeknya dengan erat, ia berbisik, "Nanti Bila bawain oleh - oleh es krim kalo pulang kemari."
Pak Markum menangis dan mencium berkali - kali wajahnya. Ia melepas kepergiannya dengan ridho seraya berdoa untuk keselamatannya. Dan akhirnya ia pergi. Mobil yang membawanya kian jauh dan menghilang dari pandangan Markum.
Tio, Tiara, dan Sabila kini telah sampai dirumah kontrakan mereka tepatnya dikawasan Labuan lombok. Tio heran melihat tingkah polah sabila yang tidak bisa diam. Gadis kecil itu terus bernyanyi dan menari. Tingkahnya sama seperti saat ia bersama kedua orangtuanya. Asrul dan Kania mengajari Sabila agar jangan jadi penakut dan jika ada kejadian yang tak berkenan menimpanya maka ia tak boleh larut dalam kesedihan. Dan ternyata Sabila benar - benar menganggap kejadian mengerikan itu sebagai awal dari perjalanan kedua orangtuanya kembali ke pangkuan Allah swt.
"Ya Allah! Rumah Papa besar bingit!" teriaknya ketika akan memasuki rumah kost satu pintu itu.
Tiara tertawa geli, Tio diam - diam gemas dan tersenyum.
"Assalamualaikum!" seru Tiara dan Sabila saat melangkahkan kaki masuk ke dalam rumah.
Hari ini pun berlalu dan bergantian menjadi malam yang sunyi. Ada sedikit rasa rindu dihati Sabila. Ketika tepat pukul satu dini hari ia terbangun dan menangis. Tio merasa bising dan menyumbat telinganya dengan bantal yang ia tiduri.
"Mama!" teriaknya. Sontak Tiara terbangun dan berlari memeluknya. Sabila merasa ketakutan karena ia tidur sendiri. Sebelumnya ia selalu tidur bertiga bersama kedua orangtuanya. Sementara saat ini ia tidur di ranjang kecil tak jauh dari Tiara dan Tio.
"Ibu! Takut!"
"Ibu di sini, Nak. Jangan takut."
Tiara tertidur disamping Tio sambil memeluk Sabila yang tertidur pulas setelah merasa tenang. Tio tak habis pikir kenapa istrinya mau bersusah payah membesarkan anak orang lain seperti ini. Kekesalannya mulai muncul tatkala melihat wajah polos Sabila.
12.00 wita:
Perjalanan menggunakan mobil dari Labuan Lombok ke kota Mataram cukup panjang dan menguras energi Tio. Sejak setengah jam yang lalu Sabila sudah tertidur karena kelelahan. Sesekali Tiara mengusap kepala Sabila yang kini ada di pangkuannya.
"Sekarang kita sudah ada di mana, Kak?"
"Alhamdulillah sudah masuk Cakra."
Tiara tak sadar dan ia segera bersiap - siap karena sebentar lagi mereka akan turun di rumah keluarga Salman.
Beberapa saat kemudian mereka tiba di dalam sebuah kompleks perumahan elit. Pintu gerbang rumah keluarga Salman terbuka otomatis. Tio turun dan membukakan pintu mobil untuk Tiara.
"Tolong gendong Sabila."
Tio terlihat ragu.
"Kak!" sergah Tiara.
Tio memapah tubuh Sabila perlahan. Tiara turun dan mengambil Sabila dari pelukannya.
Mila dan Salman serta adik - adik Tio bangkit dan menyambut mereka tatkala Tio dan Tiara memasuki ruang tamu.
"Ya Allah, Tio!" pekik Mila seraya memeluk dan mencium wajah putra sulungnya itu. "Kamu kenapa semakin kurus!"
Sabila tiba - tiba terbangun dan mengusap wajahnya. "Udah dimana nih?"
Sontak seluruh adik - adik Tio tercengang. "Ini anak siapa sih, Kak?" sergah Salwa gemas. Ia mencubit pipi Sabila.
"Ini siapa Tio?" tanya Salman kebingungan.
"Nanti biar Tiara yang menceritakan."
Tiara sebal dengan sikap dingin Tio kepada Sabila. Ia lantas memeluk Sabila kian erat. "Ya, Abi. Biar nanti aku yang ceritakan," tukasnya.
Ibram, adik tertua Tio membawakan tas milik kakaknya kedalam kamar mereka. Tiara menidurkan Sabila diatas ranjang karena Sabila masih terlihat mengantuk. "Tidur saja, Sayang. Nanti kalau Sabila sudah ngantuknya hilang kita mandi."
Sabila memejamkan matanya dan kembali tertidur. Diam - diam Salwa dan Lia mengintipnya dari luar kamar. Mereka merasa senang karena memiliki teman baru. Maklum usia mereka tak beda jauh dengan Sabila, hanya selisih 4 dan 3 tahun.
Sore hari:
Hidup Tiara terasa lengkap dan berarti. Ia menggosok tubuh Sabila dengan lembut menggunakan sabun bayi yang tadinya akan ia gunakan untuk memandikan calon anaknya yang kini telah tiada. Senyumnya mengembang, ia bersyukur Allah swt memberinya kesempatan untuk menjadi seorang ibu sekali pun anak ini bukan terlahir dari rahimnya.
Sabila memukul - mukul air di bak mandinya hingga percikannya membasahi baju dan wajah Tiara. Tiara tertawa bersamanya. Tio yang mendengar tawa istrinya dari luar kamar mandi sedikit merasa bersyukur karena istrinya tak lagi bersedih karena kehilangan buah hati mereka. Ia pun keluar dari kamar menuju dapur. Ia duduk di samping uminya yang sedang memotong kacang panjang mempersiapkan makan malam.
"Istrimu mana?" tanya Mila.
"Di kamar, ia sedang memandikan si Kecil."
"Umi senang istrimu tak lagi fokus memikirkan soal anak. Tapi kalian tak boleh putus asa dan tetap berikhtiar untuk mendapatkan keturunan."
Tio mengangguk seraya mencomot kacang panjang itu dan mencoba memakannya, "Tak enak," ucapnya merem melek karena rasanya yang tak lazim. Salman memanggilnya dari ruang tamu. Ia menoleh dan bangkit menemuinya dan duduk di seberangnya. "Launching resto mu senin depan, apa semuanya sudah beres?"
Tio mengangguk mantap. "Seratus persen. Karyawan ku juga sudah cukup. Jadi tak ada kendala lagi."
"Kamu harus jeli mengikuti perkembangan pasar. Apa yang diinginkan konsumen dan apa yang sedang trend dari hari ke hari, kamu tak boleh lengah. Persaingan di dunia bisnis makanan sangat ketat. Setiap hari selalu ada yang baru baik itu dari segi makanan dan minuman."
Tio tersenyum, "Terimakasih, Abi."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 122 Episodes
Comments
ARSY ALFAZZA
mantap 👍🏻
2021-03-04
1
alien
tio sebenernya udah mulai nerima sabila belum?
2020-12-24
1