14 tahun kemudian

Beberapa saat kemudian

Mumtaz keluar dari bank dengan membawa beberapa surat dan buku tabungan milik Sabila yang ia taruh didalam tas selempangnya dan masuk kembali kedalam mobil. Ia terdiam sejenak, ia berpikir untuk menemui Sabila tanpa kehadiran Sita, padahal Sita sudah berpesan padanya agar mengajaknya turut serta ketiga menemui Sabila. Akan tetapi rasa rindu nya pada cucu kecilnya itu tak dapat ia tahan lagi. Apalagi ia harus balik terlebih dahulu pulang ke Lombok Timur yang jaraknya sangat jauh dari kota Mataram.

Mumtaz lantas meluncur ke kediaman keluarga Salman.

..........................

Didalam kamar Salwa, Tiara mendandani Sabila diatas tempat tidurnya. Sebentar lagi Tio akan segera tiba untuk menjemput mereka. Sabila merasa sangat senang sebab janji Tiara yang dulu untuk mengajaknya jalan-jalan ke mall kini akan segera terlaksana. Ia begitu manis dengan bandana cantik yang terpasang diatas kepalanya. Ia terus saja menatap wajah Tiara dengan senyum tersinggung di bibir kecilnya yang nampak merah alami.

"Nah, sekarang anak Ibu sudah beres dandannya. Kita tunggu Papa didepan yuk!" ajaknya dan menurunkan Sabila dari atas tempat tidur. Sabila menggenggam tangannya dengan sangat erat. Ia pun meraih tubuh Sabila dan mendekapnya dalam gendongannya. "Jika memang aku tak ditakdirkan untuk memilih seorang anak.... Aku harap Sabila akan selamanya bersamaku,'" batinnya menatap Sabila lekat.

Tak berselang lama Mumtaz tiba disusul Tio yang berada dibelakang mobilnya masuk kedalam halaman rumah keluarga Salman. Kedua mobil itu parkir didepan pintu masuk. Mumtaz lantas turun disusul Tio. Senyum kelegaan tampak jelas diraut wajah Mumtaz. Ia lantas menghampiri Tio dan mengulurkan tangan, "Tio, apa kabar?!"

Tio tersenyum ragu, "Selamat datang. Mari masuk."

Tiara terkejut melihat sosok Muntaz dan segera menghampirinya, Mumtaz tersenyum senang melihat sosok Sabila.

"Cucu, Kakek!" serunya dan mengambil Sabila dari gendong'an Tiara.

Mereka bercengkrama hingga dua jam lamanya. Muntaz memberikan bekal beberapa juta untuk Sabila kepada Tiara. Setelah merasa cukup dengan semua keperluannya akhirnya Mumtaz pun memohon pamit. Ia berpesan kepada Tio dan Tiara untuk menghubunginya jika ada perlu yang bersangkutan mengenai Sabila. Tiara menyambutnya dengan baik, namun Tio merasa itu adalah sebuah beban.

"Jadi kan Bu, ke mall nya?" rengek Sabila yang kini dalam gendongan Tiara.

Tio mengernyit kesal, "Kenapa aku dalam masalah yang seharusnya tak ku tanggung?" desahnya kesal menatap Sabila. "Aku balik ke resto," ucapnya tanpa memperdulikan Tiara dan lantas menuju mobilnya.

Tiara menatap kepergiannya tanpa bisa berbuat apa-apa. Ia memeluk Sabila erat, "Ke mall nya besok aja ya."

Sabila menunduk kecewa. Tiara sungguh tak tega padanya. Ia mengusap wajah Sabila yang hampir menangis. Sabila lantas memeluknya erat. Perlahan isak tangisnya terdengar.

20.00 wita

Tio naik keatas ranjang dan langsung menyelimuti tubuhnya sampai kedada. Ia memejamkan mata berusaha untuk tertidur. Tiara mulai merasa Tio kini telah berubah padanya. Sejak pulang tadi suaminya itu hanya mengajaknya berbicara dua kali. Ia pun pasrah dan berusaha juga untuk tertidur.

Sabila diam-diam keluar dari kamar menuju dapur. Ia membuka kulkas dan mengambil sepotong kue yang dibuat Tiara untuknya. Ia duduk diatas lantai disamping kulkas dan menghabiskan kue itu sambil terkantuk. Setelah selesai ia kembali kedalam kamar dan menatap jam dinding. Karena merasa ini sudah waktunya sholat malam ia pun segera mengambil air wudlu.

14 tahun kemudian:

Sabila mencium telapak tangan Tiara dan memohon izin untuk berangkat ke sekolah. Ia bergegas menuju sepedanya dan meluncur dengan kecepatan tinggi. Hari ini gilirannya untuk menjadi pengeret bendera.

10 menit kemudian ia tiba di sekolah. Setelah sampai ia berlari menerobos kerumunan teman-temannya yang menghalangi jalannya menuju ke kelas.

"Guys!" teriaknya kepada sekumpulan gadis-gadis berhijab yang tengah asyik mengobrol dibangku kelasnya paling dengan.

Lira dan Fina menyambutnya heboh. "Nona sempurna!" pekik Fina dan lantas memeluknya erat. Semua teman-temannya tersenyum, "pangeranmu belum tiba! Sebentar lagi kali!"

Sabila melotot menahan rasa malunya sembari mencubit pergelangan tangan Fina.

"Sini, tas mu," pinta Hanifah yang yang duduk di bangkunya.

Tiba-tiba bel tanda upacara bendera akan segera dimulai berbunyi. Seluruh guru dan siswa SMA N 12 berhamburan keluar ruangan dan berkumpul dilapangan upacara.

Setengah jam berlalu. Setelah serangkaian proses upacara dilalui oleh anak-anak dan guru dibawah terik sinar matahari yang menyengat, tiba saatnya pengibaran bendera merah putih. Sabila berada di posisi tengah diapit Mona dan Sinta, rivalnya dalam merebut hati Soni, ketua kelas mereka. Mata Soni tak lepas menatap Sabila. Sekilas Mona menatapnya, gadis berambut pendek sebahu itu tahu jika ia sedang memandangi Sabila. Wajahnya yang muram nampak jelas dimata seluruh siswa yang menatapnya. Ini akan menjadi hot gosip di sekolah itu.

Setelah upacara berakhir Sabila tak lantas kembali ke kelasnya. Ia menuju ruangan guru untuk mengambil soal ujian untuk ulangan harian bersama Mona. Saat perjalanan kembali ke kelas Mona menghadangnya tiba-tiba. Sabila menatapnya tajam, "Ada apa?" bentaknya.

"Kamu belagu sekali! Kamu pikir sesempurna apa dirimu?!" hardiknya bengis. Saat ini suasana koridor sepi. Ia mendorong bahu Sabila hingga gadis itu surut kebelakang.

Sabila masih bersabar, ia hanya terdiam menatap Mona tajam. Karena melihat reaksi dan tatapan Sabila, Mona semakin geram. Ia menarik kerah bahu baju Sabila dan menjinjingnya, "Kamu jangan coba-coba menantangku!" bisiknya tajam dan menusuk urat syaraf Sabila.

Sabila tersenyum sinis, "Coba lakukan jika kamu mampu!" tukasnya. Ia menginjak telapak kaki Mona dengan keras.

"Auh!!" pekiknya membungkuk sambil berjingkrak kesakitan.

Sabila nampak puas dan berlalu meninggalkannya. Sejujurnya ia tak ingin melakukan itu, tapi apa boleh buat. Mona adalah gadis yang sangat emosional dan mampu berbuat apapun, bisa-bisa ia merobek baju seragamnya jika ia tak cepat mengambil tindakan.

Sabila mengetuk pintu kelasnya dan masuk dengan santun. Ia berjalan menuju meja guru dan menaruh soal ujian itu.

"Mana, Mona?" tanyanya pak Farhan.

"Dia masih di belakang, Pak,''' jawab Sabila ragu.

Mona muncul dengan langkah terpincang-pincang. Sabila berbalik ke belakang menatapnya dengan wajah datar.

"Kenapa dengan kakimu?" tanya pak Farhan heran.

"Sabila menginjak kaki saya," jawabnya merengut.

Pak Farhan bangkit, "Kalian bertengkar?!" hardiknya.

Sontak seisi kelas heboh. Sabila tak terima dan lantas membela diri, "Kamu kan yang cari masalah?!"

"Memangnya apa yang sudah ku lakukan padamu!" hardik Mona.

"Kamu yang mendorong dan menarik kerah bajuku!"

"Sudah!" bentak pak Farhan. "Ini sekolah. Kalian anak gadis tak sepatutnya berkelahi seperti ini! Sekarang duduk!" perintahnya.

Senyum tengil anak-anak laki-laki mengembang. Soni hanya diam dan geleng-geleng kepala melihat kelakuan kedua gadis yang menyukainya itu. Ia tahu mereka bertengkar pasti gara-gara dirinya. Sedikit rasa bangga muncul dibenaknya.

13.00 wita

Sabila tiba didepan pintu rumah. Ia menoleh kebelakang masih di atas sepedanya, "Papa," bisiknya.

Tio keluar dari dalam mobil dan membuka kacamata hitamnya.

Sabila turun dari sepedanya dan segera menghampirinya, "Papa baru pulang?" tanyanya tersenyum.

Tio membuang muka dan meninggalkannya. Hati Sabila kian nyeri dengan sikapnya.

Malam harinya entah Tio berbicara dengan siapa lewat ponselnya disamping pintu kamar mandi. Tiara terbangun saat mendengar suara tawanya. Baru pertama kalinya suaminya itu tertawa lepas setelah kandungannya keguguran 10 tahun yang lalu karena menyelamatkan Sabila yang hampir tertabrak sepeda motor saat anak itu hendak mengambil bolanya yang berguling ke tengah jalan ketika mereka bermain di taman Sangkareang, hingga rahimnya harus diangkat. Sejak saat itu Tio tak pernah lagi tertawa lepas seperti itu bersamanya.

Terpopuler

Comments

Tiurma Sibarani

Tiurma Sibarani

Lanjut thor

2020-12-05

1

lihat semua
Episodes
1 Pendahuluan
2 Kecelakaan
3 Perpisahan Sabila dengan keluarganya
4 Tentang Tiara
5 Kekecewaan pertama Sabila
6 Ketakutan Sabila pada Tio
7 Belajar Mengaji
8 Uang jajan pertama Sabila dari Tio
9 14 tahun kemudian
10 Tangisan Tiara
11 Masuk rumah sakit
12 Kedatangan polisi ke sekolah
13 Perasaan yang terpendam
14 Runyam
15 Berdua dirumah
16 Siasat Aliandro
17 Khitbah
18 Indra
19 Rahasia Diary Tiara
20 Kedatangan pak Rt
21 Pernikahan Siri
22 Malam Pertama
23 Penyesalan Soni
24 Kamu Hanya Anak!
25 Tiara Kian Cemburu
26 Hari H
27 Nuri Hamil
28 Sinta hamil
29 Jatah
30 Insiden kecil
31 Ketemu di jalan
32 Teman Baru
33 Keguguran
34 Tangisan Hasyim
35 Aurora
36 Masuk rumah sakit jiwa
37 Joging
38 Surat cinta Son
39 Hubungan yang kembali erat
40 Si bos galak!
41 Kegalauan Soni
42 Perkelahian
43 Rintihan Sabila
44 Malam yang indah
45 Perasaan Tio
46 PHP
47 Nuri sembuh
48 Diskusi di cafe
49 Anak
50 Azka
51 Azka 2
52 Hamil
53 Perhatian Dimas
54 Siasat Nuri
55 Ketakutan
56 Jangan pulang
57 Periksa kehamilan
58 Alwi dan Nunik
59 Pulang
60 Menemui Sabila
61 Kembali ke kota
62 Sup
63 Shopping
64 Shopping 2
65 Belajar online
66 Penyesalan
67 Wiliam
68 Kecelakaan
69 Pertemuan Rahasia
70 Kejutan
71 Kedatangan Dimas dan Daud
72 Nikahi Nuri kembali!
73 Siasat
74 Talak
75 Perpisahan
76 Berkemas
77 Siapa pria itu?
78 Rumah baru
79 Rombak rumah baru
80 Tio nongkrong minum kopi
81 Pengusiran
82 Adi dan Tiara
83 Bunga warung
84 Kematian Alwi
85 Maaf
86 Ina datang ke kantor
87 Kecelakaan Tio
88 Batal
89 Kenyataan
90 Kedatangan Sabila ke kantor
91 Mumtaz tak menyetujuinya
92 Kamu mempermainkanku?
93 Cinta Dimas
94 Hari Pertunangan
95 Menikahlah
96 Kelahiran Safea
97 Kekesalan Mila
98 Ingatan dalam potongan kecil
99 Indah
100 Minggu pagi
101 Percintaan Pertama
102 Tangisan Lia
103 Ingatan yang kembali
104 Percintaan ke-2
105 Dua Cinta
106 Tio dan Sabila
107 Pernikahan Ina dan Tio
108 Kekesalan Mulyana
109 Nasihat Mulyana
110 Kerinduan
111 Pulang kampung untuk Nunik
112 Rembulan malam
113 Perceraian Nuri
114 Tangisan Hasyim 2
115 Sesampainya di rumah
116 Kedatangan Soni
117 Pikiran sesat Mila
118 Serangan jantung
119 Jalan bersama
120 Hamil
121 Tio sadar
122 Akhir yang indah
Episodes

Updated 122 Episodes

1
Pendahuluan
2
Kecelakaan
3
Perpisahan Sabila dengan keluarganya
4
Tentang Tiara
5
Kekecewaan pertama Sabila
6
Ketakutan Sabila pada Tio
7
Belajar Mengaji
8
Uang jajan pertama Sabila dari Tio
9
14 tahun kemudian
10
Tangisan Tiara
11
Masuk rumah sakit
12
Kedatangan polisi ke sekolah
13
Perasaan yang terpendam
14
Runyam
15
Berdua dirumah
16
Siasat Aliandro
17
Khitbah
18
Indra
19
Rahasia Diary Tiara
20
Kedatangan pak Rt
21
Pernikahan Siri
22
Malam Pertama
23
Penyesalan Soni
24
Kamu Hanya Anak!
25
Tiara Kian Cemburu
26
Hari H
27
Nuri Hamil
28
Sinta hamil
29
Jatah
30
Insiden kecil
31
Ketemu di jalan
32
Teman Baru
33
Keguguran
34
Tangisan Hasyim
35
Aurora
36
Masuk rumah sakit jiwa
37
Joging
38
Surat cinta Son
39
Hubungan yang kembali erat
40
Si bos galak!
41
Kegalauan Soni
42
Perkelahian
43
Rintihan Sabila
44
Malam yang indah
45
Perasaan Tio
46
PHP
47
Nuri sembuh
48
Diskusi di cafe
49
Anak
50
Azka
51
Azka 2
52
Hamil
53
Perhatian Dimas
54
Siasat Nuri
55
Ketakutan
56
Jangan pulang
57
Periksa kehamilan
58
Alwi dan Nunik
59
Pulang
60
Menemui Sabila
61
Kembali ke kota
62
Sup
63
Shopping
64
Shopping 2
65
Belajar online
66
Penyesalan
67
Wiliam
68
Kecelakaan
69
Pertemuan Rahasia
70
Kejutan
71
Kedatangan Dimas dan Daud
72
Nikahi Nuri kembali!
73
Siasat
74
Talak
75
Perpisahan
76
Berkemas
77
Siapa pria itu?
78
Rumah baru
79
Rombak rumah baru
80
Tio nongkrong minum kopi
81
Pengusiran
82
Adi dan Tiara
83
Bunga warung
84
Kematian Alwi
85
Maaf
86
Ina datang ke kantor
87
Kecelakaan Tio
88
Batal
89
Kenyataan
90
Kedatangan Sabila ke kantor
91
Mumtaz tak menyetujuinya
92
Kamu mempermainkanku?
93
Cinta Dimas
94
Hari Pertunangan
95
Menikahlah
96
Kelahiran Safea
97
Kekesalan Mila
98
Ingatan dalam potongan kecil
99
Indah
100
Minggu pagi
101
Percintaan Pertama
102
Tangisan Lia
103
Ingatan yang kembali
104
Percintaan ke-2
105
Dua Cinta
106
Tio dan Sabila
107
Pernikahan Ina dan Tio
108
Kekesalan Mulyana
109
Nasihat Mulyana
110
Kerinduan
111
Pulang kampung untuk Nunik
112
Rembulan malam
113
Perceraian Nuri
114
Tangisan Hasyim 2
115
Sesampainya di rumah
116
Kedatangan Soni
117
Pikiran sesat Mila
118
Serangan jantung
119
Jalan bersama
120
Hamil
121
Tio sadar
122
Akhir yang indah

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!