"Potong kuenya, dek!" seru Salwa dan Lia.
Sabila memotong kuenya dan memberinya kepada Tiara. Tiara tersenyum bahagia dan mencium pipinya dengan lembut, "Terimakasih sayang," ucap Tiara.
"Terimakasih, Bu," balasnya seraya mencium kening Tiara.
"Potongan kedua untuk siapa ya....?!" goda Salwa gemas.
Sabila diam sejenak dengan senyum tertahan. Ia kemudian berjalan kearah Tio dengan ragu, "Untuk Papa," ucapnya agak takut.
Tio hanya menatapnya lekat. Tiba-tiba perasaan aneh menghinggapi batinnya. Sabila menyapihnya dan ia pun menggigit kue itu tanpa lepas memandangi wajah gadis itu. Sabila merasakan ada getaran dalam hatinya saat Tio menggigit kue itu dari tangannya.
Salman menangkap ada hal ganjil dari tatapan Tio dan ia tak suka itu.
"Terimakasih," ucap Tio berbisik.
Tiara bahagia dengan sikap yang ditunjukkan Tio. Ia tak curiga sedikit pun terhadap kata dan sikap suaminya.
Alunan gitar yang dimainkan Ibram mengalun dengan syahdu. Lia dan Salwa berdansa dengan indahnya.
Hari ini seluruh keluarga cuti bekerja untuk merayakan ulang tahun Sabila. Mereka menghabiskan waktu bersama hingga dhuhur menjelang.
Perasaan Tiara resah saat melihat Tio merapikan baju gamisnya didepan cermin, terutama saat mencium aroma parfumnya.
"Aku berangkat dulu," ucap Tio seraya menjulurkan tangannya.
"Hati-hati," ucap Tiara melepas kepergian suaminya. Hatinya khawatir jika Tio nantinya akan bertemu dengan Nuri.
Ketika keluar dari gerbang rumah, syekh Hasyim beserta Adnan, dan Nuri menyapa Tio dan Salman. Tio menatap Nuri sekilas. Rasa dan perhatiannya pada gadis itu seolah lenyap tak bersisa setelah acara ulang tahun Sabila.
Salman merasa sedikit sungkan saat berjalan beriringan bersama Syekh Hasyim dan Adnan. Nuri berharap Tio mengatakan sepatah atau dua patah kata padanya yang berada tak jauh darinya. Tetapi jangankan menegur, menatapnya saja Tio merasa tak ingin sama sekali karena rasanya telah hilang.
Dalam sujutnya Tiara berharap hati suaminya kembali sepenuhnya padanya. Usai sholat ia menengadahkan tangannya seraya berdoa dalam hati, " Ya Tuhanku, hatinya adalah milikmu dan jasadnya berada dalam kekuasaanmu. Ku mohon.... Bimbing hatinya kedalam jalan lurusmu. Jadikan aku menjadi pendamping hidupnya untuk selamanya. Amin."
Sabila yang ada disampingnya pun larut dalam doa-doanya. Ia berdoa untuk keselamatan dan Tio dan Tiara. Ia tak lupa memohonkan ampun untuk kedua orangtuanya yang telah wafat serta kakek dan neneknya yang juga telah tiada. Ia pun merintih agar hati kedua kakek dan neneknya dari sang ayah dapat melunak sebelum kematian memisahkan mereka.
Usai sholat Sabila mencium tangan Tiara seraya menghirup aromanya. Perasaannya selalu tenang dengan aroma telapak tangan sang Ibu.
Tiara memeluknya erat seraya berbisik, "Semoga Allah selalu bersamamu."
Sabila berusaha bersikap baik pada Mila dengan menghampirinya untuk mencium telapak tangannya. Namun setiap kali Sabila melakukan itu ia seolah tak ridho dan menarik tangannya dengan cepat.
Mila bangkit dengan meninggalkan Sabila yang masih duduk terpaku dengan sikapnya yang dingin.
Hatinya merintih berharap Mila mau menerimanya. Entah harus berada belas tahun lagi ia harus berusaha melunakkan sang Nenek angkat.
Beberapa saat kemudian:
Dalam perjalanan pulang dari surau lagi-lagi Tio mengacuhkan Nuri. Nuri merasa bingung dengan sikapnya yang berubah drastis. Hatinya terasa ngilu dan sakit. Ia sudah terlanjur mencintai lelaki itu dan menyerahkan seluruh rasa cintanya kepadanya.
Malam tiba:
"Abi,'" tegur Nuri disela-sela makan malam di meja makan.
Ayahnya menengok, "Mm."
"Tadi mas Tio tak menegurku sama sekali."
"Benarkah?" tanyanya enteng.
Nuri mengangguk.
"Kalian kan belum sah, wajar jika dia bersikap begitu. Lagipula jika terlalu dekat akan menimbulkan fitnah diantara para tetangga yang melihat kalian," gumam Adnan.
"Tapi harusnya bang Tio tak bersikap begitu juga dari cerita, Nuri," bela Fauziah yang ada disamping Nuri.
"Dah..." sela umi Fia. "Makan dulu. Nanti saja lanjut bicaranya."
Ketiga putra-putrinya terdiam. Syekh Hasyim memikirkan ucapan Nuri hingga ia naik ke tempat tidur.
Fia menatap suaminya, ia meraih tangan Hasyim dan menarunya dipangkuannya, "Ada apa, Bi?" tanyanya sembari mengusap tangan itu dengan lembut.
"Abi hanya kepikiran ucap, Nuri."
Fia tersenyum, ia paham dengan kekhawatiran suaminya. Ia pun menyentuh dada Hasyim dan mengusapnya, "Besok, minta kepastian Tio. Abi bisa memanggilnya atau datang langsung ke rumahnya."
Hasyim tersentak, ia berpikir ucapan istrinya ada benarnya. Ia pun memutuskan untuk datang secara langsung menemui Tio di kediamannya.
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 122 Episodes
Comments
SimboLon Hayati Nur
mknya jngn terll benci Tio,jd suka kan
2021-06-23
2
Cinta Marisa
Semangat thor. ditunggu next partnya ya. Semangat selalu
2020-11-13
0
Wisteria
ganbatte baby🤗😆
2020-11-13
0