20.00 wita:
Tio pulang dalam keadaan letih. Suasana rumah malam ini agak sedikit sepi karena semua anggota keluarga berada di kamar mereka masing-masing. Ketika melintasi kamar Salwa terdengar dengan jelas suara tawa Sabila yang membuat langkah Tio terhenti. Ia menatap pintu kamar itu lekat, "Bagaimana mungkin aku bisa menganggap anak orang lain sebagai anakku?" batinnnya. Ia membayangkan wajah Sabila dengan pikiran tak ridho dan melangkah menuju kamarnya.
"Assalamualaikum," ucapnya ketika melihat Tiara yang sudah siap dengan gaun tidurnya sambil memperbaiki tempat tidur mereka.
Tiara menoleh dengan senyum mengembang. Ia pun menghampiri Tio dan mencium telapak tangannya. "Pegal?" tanyanya sembari menyentuh pundak Tio.
"Sedikit."
"Kakak mandi dulu, nanti akan ku pijat."
Tio lantas beranjak menuju kamar mandi. Di dalam kamar mandi ia terus berpikir tentang anak. Ia tak tahu harus bagaimana lagi. Berkali-kali istrinya hamil tapi selalu mengalami keguguran karena rahimnya lemah. Ia merasa tak tega pada Tiara jika harus memaksanya mengandung anaknya, apa lagi jika keselamatan istri yang sangat dicintainya itu harus dipertaruhkan. Ia sudah merasa hampir putus asa.
Tio keluar dari kamar mandi dengan wajah datar. Tiara menatapnya lekat dengan senyum memudar. Tio terlihat sangat berbeda malam ini. Tak biasanya ia melintas tanpa memandangi dirinya, apa lagi dengan wajah datar seperti itu.
Tiara bangkit dan menyodorkan baju kaos dan celana panjang pada Tio sembari menyentuh punggungnya. Tio berbalik kebelakang dan menerima pakainnya. Tiara ingin sekali bertanya namun diurungkannya. Ia duduk di sisi ranjang sambil menatap Tio lekat.
Ketika Tio sudah selesai mengenakan pakainnya Tiara lantas memeluknya erat. "Jika Kakak ada masalah ceritakanlah padaku" pintanya.
Tio mendekapnya erat dan mencium kepalanya, "Tak ada apa-apa. Aku hanya sedikit kelelahan."
"Aku pijiti ya?""
Tio mengangguk. Mereka naik keatas tempat tidur. Tiara mulai memijiti kakinya dengan kuat. Tio memejamkan matanya berusaha menikmati pijitan itu.
Beberapa saat kemudian dengakuran Tio terdengar, Tiara menghentikan pijitannya dan meneyelimuti kaki Tio. Ia berbari dan memeluk pinggang Tio dengan erat.
Pagi menjelang....
Sabila menatap Salwa dan Lia dari atas sampai bawah yang tengah memakai seragam sekolah. Salwa menoleh, "Sabila pingin pakai seragam juga?" tanyanya.
Sabila nyengir dan mengangguk. Salwa lantas mengambil salah satu seragam miliknya dan memasangkannya pada tubuh kecil Sabila. "Hehehe.... Kebesaran, Dek!"
"Ya udah deh, nanti Bila minta seragam sekolah sama, Ibu,'' ujarnya sambil melepas kancing baju itu.
Mila masuk kedalam kamar mereka dan mengajak kedua putrinya keluar dari kamar. Sabila berlari menyusul dan menyambar gamis Mila tanpa ia sadari.
Seluruh anggota keluarga telah berada di bibir pintu. Tio menatap lekat si Kecil Sabila. Ia merogoh sakunya dan mengeluarkan selembar uang pecahan 50.000 ribu dan memeberikannya padanya sambil membuangkuk. Sabila bingung. Tiara tersenyum dan lantas berkata, "Ambil, Nak," ucapnya.
Sabila mengambil uang itu malu-malu.
"Nanti aku akan pulang lebih cepat, kita jalan sejenak untuk membeli kebutuhan rumah," guman Tio.
Tiara mengangguk dan mencium telapak tangannya.
Setelah Salman, Ibram, dan Tio berangkat bekerja Mila berpamitan kepada Tiara untuk mengantar Salwa dan Lia berangkat sekolah.
"Nenek!" panggil Sabila. "Bila, boleh ikut sekolah nggak?"
Mila menatapnya dingin, ia tak ingin meladeni anak itu. Ia pun beranjak bersama Salwa dan Lia. Tiara merasa tersinggung dan lantas mengangkat Sabila kedalam pelukannya dan mencium dengan gemas pipi tembemnya.
"Sekolahnya sama Ibu aja ya, Nak?"
Sabila mengangguk. Mereka masuk pun masuk kedalam rumah.
Ditempat lain.
Saat ini Mumtaz berada bersama dua orang pria tua di kantor milik Asrul, tepatnya di kawasan cakra. Mumtaz menerima sejumlah uang bernila miliaran hasil dari penjualan perusahaan percetakan milik mendiang Asrul. Setelah proses transaksi selesai mereka berjabat tangan dan Mumtaz beranjak keluar dari perusahaan yang telah berpindah tangan kepada salah satu dari kedua pria itu. Mumtas menatap spanduk perusahaan itu seraya menghembuskan nafas dengan lega. Ia masuk kedalam mobil dan meluancur menuju sebuah bank syariah untuk menyimpan uang itu sebagai deposit tabungan atas nama Sabila.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 122 Episodes
Comments
Cacil
lanjut sis😍, terus semangat upnya😘
2020-11-01
0