Alia baru saja selesai mengikuti Sidang Pleno 3 yaitu salah satu rangkaian kegiatan dalam kongres itu. Ia sedang mengemasi beberapa buku dan alat tulisnya. Ketika itu juga tangannya ditarik oleh seseorang.
"Al...ayo ikut aku," ternyata Kak Selvia. Ia menyunggingkan senyum kecil dibibirnya. Dengan tergesa-gesa ia menarik tangan Alia.
"Mau kemana Kak? Sebentar" tanya Alia yang tergopoh-gopoh merangkul beberapa buku dan pulpennya.
"Pokoknya ikut aja Al," pinta Kak Selvia tidak ingin dibantah. Bagaikan anak ayam yang membuntuti induknya Alia berjalan mengekori Kak Selvia dengan tangan yang masih digenggam Kak Selvia.
Mereka berhenti di sebuah stan food court di wilayah asrama haji tersebut. Karena selain Kongres disini juga diadakan bazar dan expo produk UMKM.
Awalnya Alia santai saja, karena mungkin Kak Selvia ingin mengajaknya makan atau sekedar minum dan bersantai disana.
"Kak, ini wanitamu," ucap Kak Selvia sambil senyum-senyum. Ia langsung mendudukkan tubuhnya di samping Pria yang tidak asing lagi dimata Alia.
Melihat punggungnya saja Alia sudah mengenal siapa laki-laki itu. Tanpa disadari Alia mengucap nama laki-laki itu dengan nada lirih namun masih bisa terdengar olehnya.
"Kak Urai...kau" suara Alia tercekal tidak menyangka bahwa Kak Urai ada disana, di sekitar mereka. Setahu Alia Kak Urai tidak pernah memberitahunya bahwa ia terlibat dalam kegiatan ini. Namun kenapa laki-laki itu tiba-tiba muncul disana?
Kak Urai memandang Alia. Menatap wanita pujaan hatinya itu lekat-lekat. Ada rasa penyesalan, kagum dan rindu berkecamuk dalam hatinya.
Kak Urai menyesal telah membiarkan Alia dan Selvia ikut perjalanan panjang itu yang mungkin membuat Alia kerepotan mengurus adiknya. Kak Selvia sudah menceritakan bagaimana Alia merawat dan mengurusnya selama di kapal.
Hal itu, menambah kekagumannya terhadap gadis yang sekarang berada di hadapannya itu. Rindu, ya ia sangat merindukan gadis itu. Gadis yang sudah lama memenuhi hatinya dengan perasaan cinta, kasih dan sayang.
Melihat gadis itu hanya akan selalu membuat perasaannya bertambah dan bertambah. Gadis itu bagaikan heroin untuknya, yang membuatnya kecanduan untuk terus dan terus mendambanya. Walaupun dalam hatinya belum cukup yakin bahwa gadis itu memiliki rasa yang sama dengannya.
"Assalamu'alaik Al.." sapa Kak Urai.
"Wa-wa'alaiksalam Kak. Se-sejak ka-kapan Kakak be-berada disini?" mungkin setelah peristiwa makan malam itu, Alia merasa canggung dan tidak nyaman jika bertemu dengan Kak Urai. Hal itu membuat kalimat demi kalimat yang dia ucapkan jadi terbata-bata.
"Aku sudah mengikuti kegiatan ini dari awal Al,"
"A-apa??? Aku tidak salah dengar Kak?" Alia merasa tidak percaya secepat itu Kak Urai berada disana. Sedangkan mereka harus menempuh perjalanan jauh dan melelahkan.
"Sudah sudah, duduk dulu nanti akan ku ceritakan bagaimana aku bisa berada disini."
Alia duduk di samping Kak Selvia. Tidak enak dan canggung baginya untuk duduk berdekatan dengan Kak Urai.
"Kakak bi-bilang ng-ngak ikut dalam ke-kegiatan ini, ta-tapi kok bi-bisa berada di-disini?" tanya Alia penasaran, ia tidak sabar menunggu penjelasan dari Kak Urai.
"Kenapa terburu-buru sekali Al? Penasaran ya?" goda Kak Urai. Kak Selvia ikut tersenyum.
"Sudah selesai sidang Plenonya?" lanjut Kak Urai.
"Su-sudah Kak," jawab Alia singkat dengan menundukkan pandangannya. Mungkin ia sedikit kecewa Kak Urai tidak mengindahkan pertanyaannya.
"Ya sudah, nggak usah dipikirin Al, mending kita jalan-jalan aja Kak Urai mau ajak kita keliling ni mengunjungi beberapa tempat di wilayah ini," sambung Kak Selvia.
Reflek Alia mengangkat wajahnya menatap Kak Selvia, "benarkah Kak?" kemudian ia memindahkan tatapannya kepada Kak Urai seolah menagih jawaban.
"Iya Al, ayo kita berangkat sekarang," ajak Kak Urai sembari bangkit dari duduknya. Wajah Alia terlihat sumringah menyambut ajakan itu.
"Asik jalan-jalan," ucapnya sambil bangkit. Mereka menuju sebuah mobil yang mungkin sedang disewa oleh Kak Urai. Mobil itu termasuk dalam daftar mobil mewah.
Tidak dipungkiri, Kak Urai memiliki banyak bisnis. Di usianya yang masih terhitung muda (27 tahun) ia sudah memiliki usaha sendiri. Ia juga mempunyai beberapa unit mobil, rumah dan banyak lagi investasi-investasi yang tidak Alia ketahui.
Alia sendiri tidak ingin mengetahuinya. Ia takut. Dari awal kekagumannya kepada Kak Urai hanya sebatas Kakak. Ya, hanya sebatas itu saja. Tidak lebih.
Setelah mereka masuk ke dalam mobil. Kak Urai langsung melajukan mobil itu dengan kecepatan sedang. Kak Selvia duduk di depan berdampingan dengan Kak Urai. Sedangkan Alia duduk di kursi belakang.
Sesekali Kak Urai mencuri pandangan melihat pantulan wajah Alia dari kaca spion. Alia yang menyadari hal itu membuat ia salah tingkah dan memalingkan wajahnya keluar jendela.
"Kita mau kemana Kak?" Kak Selvia memecah keheningan diantara mereka.
"Ke Jembatan Ampera, kakak dengar ada kuliner terkenal di sekitar sungai musi. Kalian pasti belum makan kan?" Jelas Kak Urai.
"Wah kebetulan sekali Kak, kami memang belum makan, iya kan Al?" Kak Selvia menoleh ke belakang mengerlingkan matanya kepada Alia. Berharap Alia mengerti maksudnya.
"I-iya Kak" Alia gadis cerdas ia takut diomeli Kak Selvia nantinya.
"Sekalian cari oleh-oleh ya Kak," pujuk Kak Selvia dengan manja kepada Kak Urai.
"Iya iya..dasar adik manja," Kak Urai mengapit hidung Kak Selvia dengan jarinya gemas sekali melihat ekspresi adik satu-satunya itu.
Melihat keharmonisan Kakak beradik itu, Alia spontan teringat kepada adiknya. Adiknya juga sangat manja kepadanya. Sering kali ia meminta dibelikan sesuatu setiap Alia pulang kampung. Mengingat hal itu membuat Alia senyum-senyum sendiri.
***
Sesampainya di jembatan Ampera Alia sangat takjub melihat jembatan merah yang panjang dengan dua gerbang dibagian tengahnya yang tinggi menjulang seakan mencakar langit.
Sungguh mengagumkan. Lebarnya sungai musi juga menambah kekaguman dalam diri Alia. Seumur hidupnya baru kali ini ia melihat sungai yang sangat lebar itu membuat ukuran jembatan yang menghubungkan tepi sungai menjadi sangat panjang.
Saat ini mereka sedang duduk di sebuah tempat makan yang lumayan terkenal di daerah tersebut. Posisinya berada di tepi sungai musi. Kebetulan terletak dibagian paling atas bangunan tersebut.
Hal ini mengingatkan Alia kepada momen makan malam bersama kak Urai tempo hari di roof top.
***
Setelah selesai makan dan berbelanja beberapa pernak pernik untuk oleh-oleh, Kak Urai mengajak mereka mengunjungi Monpera (Monumen Perjuangan Rakyat yang terletak di Kecamatan Bukit Kecil Kota Palembang, Sumatra Selatan.
Tujuannya agar Kak Selvia dan Alia bisa studi tour di tempat tersebut. Di sana ada museum kecil yang bisa menambah wawasan.
Di museum tersebut terdapat sebuah menara yang jika naik keatas akan melihat keseluruhan kota dan sungai musi dengan jelas. Mereka tidak melewatkan kesempatan itu.
Alia memandang sekitar dengan perasaan kagum dan penuh syukur. Ia sangat bersyukur bisa sampai di tempat ini. Sungguh pemandangan yang sangat indah. Tanpa disadari ia menatap Kak Urai dengan hangat. Ingin rasanya memeluk laki-laki itu sebagai tanda terima kasih. Tetapi itu hanya diangan-angannya saja.
Bagaimana mungkin ia berani memeluk Kak Urai. Berbicara dengannya saja membuat kalimatnya terbata-bata. Apakah setakut itu Alia kepada Kak Urai? Timbul pemikiran lain dibenaknya. Bagaimana bisa dia menikah dengan Kak Urai? Hatinya menolak. Lagi-lagi Alia tertunduk sedih.
"Hei...kenapa bersedih? Ada masalah?" tiba-tiba Kak Urai muncul dihadapannya.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
bantu like, komen dan votenya yaa man temaaan💞 thank you🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 144 Episodes
Comments
MyNameIs
hayo Alia lagi mikirin apa coba???
2021-01-30
1
Delfia
monpera? aku tau itu thor
2020-12-09
0
Husna
sungai musi,,,jembatan ampera😍😍😍😍
2020-12-09
1