Mungkin karena terlalu lelah berfikir dan menerka nerka, kepala Arin jadi terasa semakin berat, di tambah lagi hembusan sejuk air conditioner semakin membuat kolapak mata Arin tak kuasa menahan kantuk. entah berapa lama ia terlelap dalam mimpi hingga tiba tiba
Cup...
"sayang...kita sudah sampai...." kecupan lembut di kening dan sayup sayup suara Eza membangunkan Arin dari tidurnya
"uugghh..." Arin meregangkan tubuhnya
"Aku lama banget ya tidurnyaaa...?
"kamu capek...?"
Arin menggeleng pelan
Eza membelai lembut wajah Arin, mengelus pipin mulus gadis itu dengan jemarinya hingga tengkuk, membuat pipi Arin mulai bersemu merah. di sibakkanya helaian rambut Arin yg menutupi sebagian wajahnya. tubuh Arin bergetar, detak jantungnya mulai tak beraturan. hembusan nafasnya terasa berantaka, tubuhnya terasa mulai menghangat, tatapan mata Arin mulai sayu menikmati rasa yg aneh dari setiap sentuhan Eza
Sepertinya Eza sudah menyetel sandaran kursi tempat Arin duduk, sehingga posisi tidur Arin menjadi sangat nyaman.
Posisi Arin dan Eza kini sangat dekat sekali. Eza yg memiringkan tubuhnya ke arah Arin menjadikan ia sangat leluasa memandang dan menyentuh gadis itu. Eza kembali mengecup pucuk rambut Arin
"kamu sudah siap sayaaang?"
mata Arin membulat terkejut "Apa yg akan di lakukan cowok ini ?" gumamnya dalam hati, pikiran liar mulai merasuki isi kepala Arin
sebelum tiba tiba Eza membuka pintu,
bagian kemudi, berjalan dari arah depan mobil dan membuka pintu untuk Arin
mengulurkan jemarinya menyambut genggaman tangan Arin. "ya tuhaann....buang fikiran kotormu Ariiinn" hardik Arin dalam hati
Eza membimbing tangan Arin menyusuri jalan setapak menanjak agak terjal, Eza tersenyum memandangi wajah polos Arin yg tampak bingung.
Di sekeliling Arin di suguhi pemandangan ilalang dan belukar yg menghiasi sepanjang kiri dan kanan jalanan yg di laluinya, tercium aroma laut dan suara berisik ombak yg memecah kesunyian
Mereka hanya bisa melalui jalan itu dengan berjalan kaki, karena selain jalanya yg terjal terdapat jurang yg dalam disisi kiri dan kanan jalan itu. sehingga Eza hanya bisa memarkirkan kendaraanya di bawah tadi.
Sudah hampir 10 menitan mereka berjalan kaki, Ezapun menghentikan langkahnya
"Kita sudah sampai sayaang..."
Arin melihat kesekitar tempat itu, sejauh mata memandang yg dilihatnya adalah hamparan padang ilalang di sebuah tebing berbatu menghadap ke laut,
Eza kembali membimbing tangan Arin menuju kesebuah bangunan tua mirip benteng jaman dulu. bangunan itu berbentuk melingkar dengan sisi depan yg menjorok ke laut lebih tinggi. bangunan itu tampak tidak terawat, terlihat dari beberapa bagian bangunan yg hancur dan tertutup belukar, warnanyapun sudah pudar berlumut. banyak coretan coretan di tiap sisi dindingnya
Dengan ringan Eza melompat keatas dinding benteng itu dengan bertumpu pada bongkahan bangunan yg roboh, kembali dia menjulurkan tangan agar Arin menggapai dan mengikutinya. Arin terlihat ragu
"tenang saja sayaaang...aku akan menjagamu" tatapanya seolah berusaha meyakinkan Arin
Kini keduanya telah berdiri diatas tembok benteng yg paling tinggi. menatap garis lurus cakrawala di ujung laut sana menikmati deburan ombak yg menghantam tebing dimana mereka berdiri saat ini.
Arin membentangkan lenganya lebar lebar, menghirup dalam dalam aroma laut sembari memejamkan matanya. sungguh terasa menenangkan.
ada sesuatu yg terasa bergerak melingkar di area perutnya, Arin sedikit terkejut dan melongok kebawah. tampak olehnya lengan kekar Eza kini sudah melingkar nyaman mendengkap tubuhnya. kepala Eza menyandar manja pada ceruk leher Arin. hingga Arin bisa merasakan desahan hangat nafas Eza di leher dan tengkuknya. degupan jantung mereka seolah saling beradu, bercerita tentang gelora asmara yg begitu membara
"Biarkan seperti ini Ariiinn....rasanya sangat nyaman sekali"
Arin tersenyum dan mengeratkan dekapan tangan Eza di tubuhnya. Hingga beberapa saat mereka dalam posisi itu, hanyut dalam suasana yg syahdu.
Perlahan Eza melepaskan dekapannya, membimbing tangan Arin untuk duduk di atas tembok tebal dan tinggi itu, di biarkanya kaki mereka menggantung di udara
"bagaimana kamu bisa menemukan tempat seindah ini Za..?" Arin mengawali pertanyaanya
"Dulu waktu masih kecil aku sering main petak umpet disini bersama kawan kawan"
"kamu pernah tinggal di sekitar disini?"
Eza mengangguk
Dulu aku dan ibu tinggal di kampung dekat sini, aku menghabiskan masa SD ku di tempat ini, bermain dengan anak anak nelayan, mandi di pantai, mencari ikan, sungguh masa kecil yg sangat menyenangkan. Eza menghela nafas berat dan melanjutkan ceritanya
Aku, Mama dan Adik perempuanku yg masih kecil tinggal di kampung dekat sini, sedang Papa tinggal di Kota mencari nafkah untuk kami. Papa jarang sekali pulang, sampai suatu hari usahanya di kota berhasil dan ia pun membawa kami pindah dari kampung ini.
tempat ini mempunyai sejuta kenangan untukku, kenanganku bersama Mama. mata Eza tiba tiba berkaca kaca, begitubi terlihat dengan sekuat tenaga ia menahanya agar tidak jatuh
Dulu sekali saat aku sedang marah pada Mama atau siapapun, aku akan datang ke tempat ini. untuk berteriak, memaki dan marah. merasa lebih tenang setelahnya
"kamu mau coba Ariinn...?"
"tapi aku sedang tidak marah Eza.."
"coba saja...aku jamin menyenangkan"
Eza segera bangkit dari duduknya, menangkupkan kedua telapak tangan pada sudut bibirnya dan berteriak dengan keras
"Aa....aaaarriiiiiiiiiinnn..aaa...kuuu....mee...nn...ciinn...taai..muuuu..."
suara itu terdengar begitu menggema dan di susul oleh suara tawa keduanya
"ayo Arin..kamu harus mencobanya"
dengan malu malu Arinpun membalas
"Eeezzzaa.....aakuu.....uuu....menn..ciiinn...taaii...muuuu"
keduanyapun saling tertawa dan berpelukan erat, seolah suasana sendu dan mata berkaca kaca Eza tadi lenyap seketika. ia sungguh lihai menyembunyikan dukanya, duka yg masih menjadi misteri.
Mereka masih saling memeluk erat seolah tak ingin lepas, sampai Ezapun mulai merenggangkan pelukanya, Arin mendorong perlahan dada bidang Eza menjauh. secepat itu pula Eza malah menahan lengan Arin agar tidak menjauh. di tatapnya wajah Arin lekat, membuat Arin mulai salah tingkah. Eza merapikan rambut Arin yg berantakan tersapu angin, mengelus pipinya dengan lembut, kemudian mengecup mesra kening Arin, membuat wajah Arin merona. Arin tak mampu menatap mata Eza, gemuruh jantungnya membuat tarikan nafasnya berantakan. dengan tanpa aba aba, Eza mendaratkan kecupan lembutnya pada bibir Arin, jantungnya hampir saja copot, tapi ia berusaha untuk tenang, berusaha kembali melepaskan rengkuhan Eza, tapi justru Eza makin mendekat dan terus mendekat hingga mata Arin tiba tiba saja terpejam menikmati kecupan dan ******* lembut dari bibir Eza, terasa lembut dan hangat. Eza seolah membimbing Arin yg masih kaku dalam hal ini karena ini memag ciuman pertamannya. lama kelamaan Arin mulai bisa mengikuti ritmenya, ciuman merekapun semakin dalam. saling mengulum menyesap penuh kenikmatan.
Arin merasa jantungnya seakan mau meledak, sekujur tubuhnya memanas, membuat kedua pipinya merona. lamanya ciuman mereka membuat Arin sulit bernafas, Eza yg mendari itu perlahan menghentikan ciumanya dengan meninggalkan kecupan mesra di atas bibir Arin
Eza tersenyum memandang Arin yg masih menutup matannya, mengusap bibir Arin yg terlihat basah karena ciuman tadi, hingga Arinpun tersadar dan berusaha menelan ludah meski tenggorokanya terasa kering.
------@@----
Terimakasih ***para readers yg telah sudi mampir untuk menikmati hasil karyaku, jangan lupa untuk meninggalkan like dan komennya untuk membantuku terus bersemangat dan menulis lebih baik lagi,
terimakasih***
💙💙💙💙💙💙💙💙💙💙💙💙💙💙💙💙💙💙
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 207 Episodes
Comments
Ummu Sakha Khalifatul Ulum
lanjut
2020-07-16
0
Triyani Muafa
jangan dibuat arin dan eza merusak masadepan mereka lho thor
2020-05-15
0
Mimi Irmayani
eoiooo
2020-04-30
1