Mungkin kah Daddy hendak bermain-main dengan penguntit itu. Selesai sholat dhuhur berjamaah, Daddy tidak segera menuju mobil terparkir, melainkan asyik mengobrol dengan seseorang dari jamaah masjid ini.
Terlihat mereka sangat akrab, sesekali terdengar gelak tawa menyelingi obrolan mereka.
Tak berapa lama mobil yang mengikuti kami, berjalan berlahan meninggalkan tempat itu. Bosan kali ya ...
Yang ditunggu-tunggu, lama nggak keluar-keluar.
Syukurlah ....
Hanya saja, kesabaran cacing-cacing di dalam perut ini, mulai tak terkendali. Lapar sekali rasanya. Tapi daddy masih asyik mengobrol. Tak peka sama diriku yang menantinya dengan rasa lapar.
Alhamdulillah, ternyata nasib baik masih berpihak padaku. Tak berapa lama Daddy mengakhiri bincang-bincangnya. Mereka berdua berjalan ke arahku.
"Ahmad, kamu lupa siapa ini?" kata Daddy padaku.
Aku terpaku menatapnya. Mencoba mengingat-ingat orang itu.
"Den Ahmad lupa dengan saya, ya ...?"
" Eeeee.... Pak ...." Aku mengetuk-ngetuk kepalaku.
Terus terang tak ada sedikitput terlintas dalam anganku, tentang siapa orang yang sekarang berdiri di depanku, dengan senyumnya yang tulus.
"Dia pak Arman, yang suka ajak main kuda-kudaan, waktu kamu kecil. Dan yang nolong kamu, waktu kamu mau jatuh dari pohon mangga. Itu sampai tangannya patah."
"Pak Salim ini berlebihan, nggak den. Hanya luka sedikit, sekarang sudah normal" ujarnya sambil menatap lekat padaku.
Baru diriku sadar siapa sebenarnya orang yang kini berada di depanku. Dan akupun memeluknya dengan erat.
"Pak Arman. Maafkan Ahmad."
Rupanya dia adalah satpam rumah kami, 23 tahun silam. Yang sering aku goda.
"Aden sekarang sudah besar."
Dia membalas pelukanku dengan hangat sambil mengacak-ngacak rambutku yang 'klemis' dan tertata rapi
"Pak Arman kita cari makan dulu, yuk."
"Boleh, tuan Salim."
Akhirnya rasa sabar perutku terdengar, juga oleh deddy. Bertiga kita menuju mobil.
Kali ini aku menjadi sopir yang baik bagi mereka.
"Kalau boleh kasih saran kita ke Hayana Restorant aja, Tuan."
"Boleh, dimana itu?"jawabku yang sudah tak sabar menahan lapar.
" Depan situ, Den. Nach ... itu belok kiri. Kelihatan."
"Ahmad, kalau soal makanan cepatnya bukan main." ledek daddy yang bikin pak Arman tertawa.
"Ya, memang sudah waktunya." jawabku tanpa dosa.
"Nach, itu dia."teriakku gembira.
Setelah mobil ini aku parkirkan dengan sempurna, kami melagkah ke restoran tersebut. Memesan makanan untuk mengganjal perut.
Kami menunggu pesanan dengan santai, di sebuah joglo yang terletak di sebuah danau buatan, yang penuh dengan ikan koi. Teduh dengan adanya sebuah pohon besar yang rindang.
Dari tempat itu secara tak sengaja, mata ini menangkap adanya sebuah mobil yang tadi mengikuti kami, memasuki area parkir restorant. Terlihat 2 orang keluar dari mobil tersebut menuju ke restorant ini juga.
Apakah ini sebuah kebetulan atau sebuah kesengajaan. Aku tak tahu . Tapi yang pasti tujuannya sama, yaitu hendak menikmati makan siang. Sama seperti kami.
" Tumben, tuan ke Indonesia?" kata Pak Arman memecah kesunyian.
"Iya, Pak. Kami ke sini mau mencari Naura. 3 bulan yang lalu sindikat yang menculik anak kami tertangkap. Dan dia menunjukkan di mana terakhir mereka meninggalkan Naura."
"Lalu?"
"Sebenarnya, kami sudah menemukannya. Hanya sayang menurut hasil tes DNA, dia bukan Naura."
"Maksudnya gimana, Tuan."
"Aku nggak bisa jelaskan. Aku nggak yakin dengan hasil tes itu."
"Tuan sudah melihat den Naura?"
"Justru karena aku sudah melihatnya, aku berkesimpulan kalau dia benar-benar putriku."
"Jangan-jangan ...."
"Maksudmu apa, Arman."
"Maafkan saya, tuan. Terakhir-terakhir ini santer terdengar berita, bahwa ada sindikat penculikan gadis asing untuk dijual ..... begitulah, Tuan."
"Lalu, dokter itu bekerja sama dengan mereka?"
Seketika pak Arman diam karena tak sengaja membuat tuan Salim sangat gelisah.
"Kalau Naura tak punya identitas yang jelas, mudah bagi mereka membawa Naura. Dan pak Farhan tak bisa melindunginya. Kami juga demikian." Ahmad mengambil kesimpulan sambil bergumam.
"Ahmad, bisa kamu percepat makanmu, aku benar-benar khawatir pada Naura."
"Baik, Dad."
"Pak Arman, bisa ikut aku. Dan tolong setelah ini carikan aku rumah. Agar aku bisa tinggal."
"Dengan senang hati tuan. Dan ijinkan saya untuk jadi satpam tuan kembali."
"Jangan, nanti aku dimarahi sama putramu. Masak dianya polisi, bapaknya tega dibiarkan jadi satpam."
"Itu masalah saya, Tuan. Insya Allah anak saya tak keberatan."
"Ya, baiklah. Terserah kamu." kata pak Salim sambil berdiri, diikuti Pak Arman, melangkah pergi.
Sesegera itu Ahmad menyelesaikan makannnya, ikut berdiri lalu melakukan pembayaran atas semua yang telah mereka lahap. Lalu sedikit berlari mengikuti daddy nya menuju parkiran.
"Kita ke mommymu, mungkin ada cara lain untuk membuktikan kalau Nur adalah Naura. Sebelum semua terlambat. Habis ini kamu langsung pulang dan lakukan tes DNA ulang di Turki. Dan juga urus perusahaan selama daddy di sini."
"Baik, Daddy."
Tanpa di perintah, Ahmad segera menghidupkan mobil meninggalkan tempat itu, agar sesegera mungkin tiba di rumah pak Farhan.
Tanpa lagi memperhatikan, bahwa saat ini sedang diikuti pula.
Baru setelah berjalan sekitar 500 meter, Ahmad menyadari. Membuat dirinya gelisah, namun tak berani mengusik daddynya, yang memang sudah terlihat sangat gusar. Untunglah pak Arman menyadarinya.
"Ada apa, Den Ahmad."
"Itu, di belakang."
"Tenang, ada polisi satlantas di depan."
"Baiklah."
Begitu mereka sampai di depan polisi satlantas tersebut, pak Arman segera turun, berbicara sejenak. Lalu kembali lagi ke mobil.
"Beres, Den."
Ahmad segera melajukan mobilnya dengan cepat namun tenang meninggalkan mereka.
Mobil yang mengikuti mereka terlihat dihentikan oleh pak polisi. Dan dibuat sibuk, sehingga tak bisa lagi mengikuti mobil yang dikemudikan Ahmad.
💎
Sementara siang itu, Nur sedang sendirian di ladang, hendak mengambil daun-daun pisang yang akan digunakan dalam acara tumpengan nanti malam. Sebagai acara awal untuk memohon doa dari para tertangga, agar semua rangkaian acara dari ijab qobul sampai dengan resepsi dapat berjalan lancar.
Tak menyadari kalau ada sebuah mobil jip berhenti di sisi ladangnya. Tak lama kemudian keluar 2 orang pria mendekati Nur yang sibuk mengait daun pisang.
Menyadari ada orang yang mendekatinya, Nur membalikkan badan dengan masih memegang galah di tangannya.
Dia menangkap maksud yang tak baik dari pria yang datang.
"Mau apa kalian.?"
Tanpa menjawab mereka maju mengepung Nur. Nur segera mengibaskan galahnya. Namun galah itu berhasil ditangkap salah satu diantara mereka. Dan menariknya hingga terlepas dari tangan Nur. Lalu mematahkannya.
Sedangkan yang lainnya menarik kedua tangan Nur dengan paksa. Pada saat seperti ini, Nur hanya mampu berteriak,
"Tolong .... tolong." dengan harapan ada orang yang mendengarnya. Meski dia menyadari kalau di ladang saat ini, sedang sepi dan hanya ada dia sendiri.
Beruntung dia melihat ada sebuah sedan hitam yang tiba-tiba melintas di jalanan itu. Dan sepertinya mereka mendengar teriakannya.
Sedan itu berhenti. Keluar 2 orang pria. Yang satu, sepertinya dia kenal. Yaitu yang selama ini dia rindu ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 117 Episodes
Comments
Conny Radiansyah
Kak Uya
2021-05-19
1
sahabat syurga
dag dig dug ser bcnya
2021-04-23
0
🍃🌻 Imazz 🌻🍃
Aku hadir Thor 🤗🤗🤗
2021-03-18
0