Tak berapa lama, mobil yang dikendarai keluarga Andre tiba di halaman rumah pak Farhan. Setelah menghentikan mobilnya. Pak Syofyan diam sejenak. Dia termangu lama, sepertinya dia ragu.
Ada sebuah mobil yang terparkir di halaman rumah pak Farhan. Tak tahu milik siapa. Yang pasti, bukan milik keluarga pak Farhan.
"Andre, sepertinya sudah ada yang mendahului kamu, " kata pak Sofyan cemas.
Andre juga demikian, dia tidak bisa menyembunyikan kegusaran dan kecemasannya.
"Papa, jangan ngomong gitulah, Andre benar-benar cemas nich."
"Kali aja Anwar sudah datang duluan. Begitu mendengar Kakak mau melamar Nur," kata Rima, membuat hati Andre semakin tak menentu.
"Siapa lagi itu Anwar, Rima?" tanya Pak Sofyan.
"Eeeee ...,"
Belum sempat Rima membuka suara, Andre sudah ngomong duluan.
"Sebentar, Papa. Aku telpon Nur dulu?"
"Ehemm ... ehemm, yang takut ...," Rima tak hentinya menggoda.
Kali ini, hati Andre benar-benar campur aduk tak karuan.
Apalagi sepintas dilihatnya seorang pemuda tinggi, bermata coklat, terlihat berbincang-bincang hangat dengan suami kak Nadya.
Jangan-jangan yang dikatakan Rima benar. Andre merasa sedikit terlambat datang. Kalau Anwar yang datang. Andre punya keberanian untuk bersaing. Tapi kalau yang ini, sepertinya Andre sudah 'keder' duluan
"Berisik!!" Andre melihat adiknya dengan kesal dan gemas.
Lalu dia melangkah keluar mobil agar terbebas dari godaan adiknya. Untuk berkomunikasi dengan Nur langsung. Siapa tahu hanya salah faham.
Pada saat yang sama Rima melakukan juga panggilan dengan Nur. Sengaja bikin hp Nur sibuk. Agar kakaknya makin kusut, tidak bisa berkomunikasi dengan Nur.
Sedangkan Andre yang tak menyadari tingkah laku Rima, tetap menelepon Nur, dengan bersandar di belakang mobil.
Dia terlihat kecewa, karena beberapa kali menghubungi namun tak juga diangkatnya jua. Terdengar nada sibuk melulu. Akhirnya dia balik lagi ke mobil.
"Ada apa, Andre?"
"Tak tahu, Pa."
Rima senyum-senyum melihat wajah kusut kakaknya. Lalu menyodorkan hpnya.
"Ternyata kamu yang bikin gara-gara?!" makin geram Andre dibuatnya.
Dia terima hp itu lalu dimatikan. Dia memasukkkan ke dalam sakunya. Setelah itu baru dia hidupkan hpnya sendiri.
"Assalamu'alaikum ...," sapa Andre gugup.
Ingin memanggil Nur dengan sebutan 'sayang'. Kok sulit, mungkin karena belum resmi menikah.
Dan mungkin akan membuat Nur tak berkenan. tambah merepotkan. Atau malah sebaliknya, membut Nur terlena. Tak bisa jawab telponnya. aduh ... bingung dech ....
Akhirnya kata itu disimpann dalam bibirnya yang terkatup. Masuk lagi ke dalam tenggorokannya.
Maka Andre menanti dengan sabar, jawaban yang dirasa sangat lama.
"Wa'alaikum salam .... Mas sudah berangkat."
"Kami semua sudah di depan rumahmu."
"Lalu kenapa nggak masuk, kami menunggu keluarga mas."
"Itu ... apa mas tidak terlambat?"
Agak ragu juga Andre mengucapkannya.
"Terlambat apa?"
Membuat dahi Nur berkerut.
"Siapa yang mendahului mas datang?"
"Maksud Mas apa, mendahului apa. Nur nggak ngerti."
Nur tambah bingung dibuatnya.
"Siapa, Naura?"
"Mas Andre, Mom."
"Pemuda yang mau melamar Nur."
"Sini!" nyonya Efsun meminta hp Nur. Dengan bingung Nur memberikannya.
"Ahlan wa sahlan, Andre."
Dia melakukan pembicaraan dengan melirik putrinya yang masih bingung. Lalu menyerahkan hp itu kembali ke Nur sambil tersenyum.
Nyonya Efsun keluar menemui suami, meninggalkan Nur yang masih memegang hp, dengan kebingungannya.
Sedangkan Andre, menerima sapaan dari wanita yang tak kenalnya, sedikit terkejut. Apalagi logat dan bahasa yang dipakai bukan bahasa Indonesia.
Setengah gugup dia bertanya pada Nur.
"Sayang, siapa dia."
Keluar juga kata itu meski tanpa dia sengaja. Efek menyimpan rasa terlalu lama, tidak bisa disembunyikan lagi ....
"Mommy Efsun,"
"Mommy Efsun?"
"Ya, orang tua kandungku,"
"Makasih, Sayang. Mas sekarang lega. Assalamu'alaikum ...."
"Wa'alaikum salam ...." jawab Nur yang menatap hp dengan wajah bingung.
Sekarang lega rasanya, mengetahui bahwea mobil itu adalah bukan saingannya. Melainkan orang yang ingin meminta restu darinya.
"Bagaimana, Andre?" tanya Pak Sofyan.
Andre tersenyum bahagia.
"Insya Allah. Itu kepunyaaan calon mertua Andre, Pa."
"Alhamdulillah, berarti kita bisa ke sana sekarang."
"Yeeii ... yang bahagia. Mana hpku."
"Nanti ...," jawab Andre
Dia berlalu, meninggalkan Rima yang masih cemberut.
"Aku sita, sampai nanti di rumah." kata Andre.
Berhasil membuat Rima kesal. Lalu meninggalkannya.Untuk membuka bagasi, mengeluarkan hantaran dan juga 'peningset' pada wanita yang ingin sia nikahi.
"Rima, bantu mama, Sayang." kata mama Erika.
Sedikit bersungut-sungut, Rima membantu, membawa bingkisan untuk keluarga Pak Farhan.
Kebetulan bawaan mereka agak banyak. Masing-masing orang membawa 2-3 kotak. Beruntung keluarga Nur menyambutnya dengan sigap terutama Nadya, kakak ipar dan putra-putrinya. Ditambah pula seorang yang sesaat lalu, telah membuatnya cemburu.
Setelah semua orang berada di ruang tamu, baru Andre menyadari bahwa bersama mereka ada beberapa orang asing. Apakah mereka orang tua kandung Nur? Entahlah.
Begitu juga dengan mama Erika. Ia juga merasa heran. Sejenak mereka bingung. Beruntung dia bisa berbahasa Inggris, sehingga dengan cepat bisa akrab dengan nyonya Efsun.
Namun satu yang membuat mama Erika penasaran adalah calon manantunya, yang hingga kini belum nampak diantara mereka. Padahal ingin sekali dia bertemu.
"Bolehkah aku menemui calon mantu," tanya mama Erika pada bu Farhan yang sedang bersamanya pula.
"Silahkan, dia ada di kamarnya."
Bu Farhan meminta nyonya Efsun untuk mengantarkannya. Dengan senang hati dia mendampingi mama Erika ke kamar Nur.
Saat mama Erika masuk, Nur belum sempat memakai jilbab, apalagi cadarnya. Sesaat nyonya Erika terkesimak.
"Assalamu'alaikum .... Benarkah kamu Nur?"
"Wa'alaikum salam ..., Mama," jawab Nur.
Dia menyambut mama Erika dengan senyum dan juga pelukan hangat. Dengan didahului salam yang penuh ketakdziman. Sebagaimana yang biasa dia lakukan kepada ibu Farhan.
Mama Erika terpesona dengan gadis yang di depannya. Tak ada bayangan dalam dirinya, bahwa calon menantunya adalah keturunana asing. Dan memiliki paras yang sama cantiknya dengan wanita yang kini di sampingnya.
"Pantas saja Andre hanya menginginkanmu, Nak."
"Dan buru-buru ingin segera menikahimu,"
"Aku tak sangka bu Farhan memiliki putri yang cantik dan baik sepertimu."
"Mama jangan terlalu memuji, Nur belum tahu apa-apa. Ini baru bagi Nur. Mohon bimbingannya dan restunya, Mama."
Mama Erika mengangguk senang.
"Lanjutkan pakai jilbabmu. Mama tunggu."
Nur melanjutkan memakai jilbab dan melengkapinya dengan cadar pula. Sedangkan mama Erika dan nyonya Efsun menunggunya sambil mengobrol. Melanjutkan pembicaraan yang tadi sempat tertunda.
"Naura sudah selesai, Mom."
Nyonya Efsun menatap Nur dengan terrsenyum.
"Mari!" ajak nyonya Efsun pada mama Erika. Nur mengikuti langkah keduanya keluar menuju ruang tamu dimana semua sedah berkumpul dan bercengkrama.
Setelah berbasa-basi sejenak. Hamdan segera memberi sedikit kata sambutan pada keluarga serta memperkenalkan keluarga baru Nur pada keluarga pak Sofyan. Yang semenjak datang telah berbincang-bincang bersamanya.
Demikian juga pak Sofyan, secara gamblang menjelaskan maksud kedatangannya. Yaitu ingin mempersunting Nur. Akan dipersandingkan dengan putranya yaitu Andre Sunarya. Dan juga rencana Andre untuk mengadakan pernikahan keesokannya.
Hamdan yang belum mengetahui rencana itu, agak terkejut. Ada sedikit ganjalan di hatinya, bila benar pernikahan itu dilaksanakan esok harinya.
"Apa nggak lebih baik sedikit ditunda. Agar tuan Salim bisa menikahkan sendiri putrinya?"
"Maksud mas Hamdan?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 117 Episodes
Comments
Baihaqi Sabani
tuh kn tuh kn.....q bnr2 dag Dig dor....mrka nikah g yaaaaa soaly kyyy authoryaa lbh memihak ma bahrul ulya🙈🙈🙈🙈🙈
2022-09-19
0
Conny Radiansyah
nunggu hasil test DNA...
2021-05-19
1
anggita
Ca Men.
2021-03-17
0