Alhamdulillah, akhirnya Nur bisa meninggalkan tempat itu. Meninggalkan tempat yang membuat hatinya benar-benar kacau. Seperti terdholimi. Ada yang simpati, ada yang tak menyukai. Hanya saja yang tidak suka lebih banyak, membuat dirinya jengah berlama-lama di sana.
"Mari ibu-ibu, saya pulang dulu. Assalamu'alaikum ..."
"Wa'alaikum salam..."
Beberapa orang menjawab dengan ikhlas.
Namun lebih banyak yang mencibir melepas kepergianya.
Ah bodoh amat, kata anak zaman sekarang. Tapi itu sulit kulakukan ....
Ya ... beginilah sisi lain dari kehidupan di kampung. Kepedulian dengan sesama teramat kental. Tapi bila masalah pribadi. Diperlukan kesabaran yang luar biasa. Tapi aku amat sayang dengan kampung halaman ini hingga aku sendiri sulit meninggalkannya.
Beruntung saat tiba di rumah, si kembar telah menyambutku dengan wajahnya yang sudah blebotan dengan adonan nagasari di mulut mereka.
"Dik, minta dong ...!" kelihatan Noval memohon dengan sangat pada adiknya, yang masih memegang sepucuk daun pisang adonan itu.
"Minta sana, sama umi. Salahnya sendiri dihabiskan. Giliran habis, punyaku kakak minta."
"Punya kakak tadi hanya sedikit. Punyamu banyak." celoteh Noval beralasan.
"Yei ... Kakak. Ya udah aku kasih. Tapi dikit aja."
"Oke." jawab Noval senang.
Novi merasa kasihan melihat wajah Kakaknya yang memelas. Akhirnya diberikannya juga miliknya.
Pemandangan yang menarik. Kemesraan sebuah persaudaraan, habis bertengkar sedikit, lalu balik lagi dan semakin kuat ikatannya. Membuat diri ini tersentuh. Tergerak hati untuk menyelami arti semua ini, dengan apa yang baru saja terjadi.
Adakah sama dengan yang aku alami saat ini. Akankah mereka bisa menerimaku, setelah sekian lama mereka mencibirku, bila ayah dan ibuku ditemukan?
Adalah nyata bahwa setiap kali ada bisikan yang sampai di telingaku tentang diriku yang terbuang , diri ini menangis dan hanya bisa diam.
Beruntung diriku mempunyai keluarga yang sangat-sangat menyayangiku, mengasihiku, melindungiku dari cemooh-cemoohan yang tidak perlu. Hingga aku bisa setegar ini menjalani kehidupanku.
Meski demikian bisikan-bisikan tertangga, sangat membuatku resah semenjak kanak-kanak hingga kini akan menikah.Semoga apa yang dikatakan oleh ibu haji Shodikin itu benar. Dan itu tentang orang tuaku. Orang yang selama ini aku nanti kedatangannya.
Setiap lima waktu, aku berdoa untuknya. Meminta pada yang maha Pengatur agar mereka segera di temukan. Terkadang itu membuatku hampir-hampir putus asa. Untuk menantikannya agar kami segera bersua.
Pagi ini sudah cukup bercerita, tentang resah, tentang marah, tentang gelisah. Semua berpadu indah dalam langkah menjalani apa yang telah tertulis di sana. Yang sudah digariskan olehNya.
Biarlah dia berjalan seiring terik yang membakar kini. Toh pada akhirnya sinar itu tak selamanya demikian. Pada masanya, semua akan berlahan sirna.
Yang diawali dengan turunnya lembayung senja yang menyapa dalam indah penantian.
Mungkinkah, inilah awal dari ujung penantian itu?
Sore itu ada sebuah mobil berjalan berlahan memasuki halaman pak Farhan. Tapi entah siapa yang. Yang jelas bukan keluarga kak Andre.
Siapa gerangan yang datang. Nur bertanya-tanya ....
"Assalamu'alaikum wr. wb." sapa pak haji Shodikin begitu keluar dari mobil.
Ternyata pak haji Shodikin dan satu keluarga yang diantarkannya.
"Wa'alaikum salam wr.wb." jawab pak Farhan, yang sore itu sedang bersantai di luar.
Beliau turun dari beranda rumah menyambut tamu yang datang.
Sekilas beliau menatap tamu-tamu. Dia tertegun manakala ada seorang wanita, yang wajahnya hampir-hampir mirip dengan Nur.
Dia memiliki kulit yang lebih cerah dari orang kebanyakan sini, rambut yang ikal kecoklatan, matanya meski hitam tapi ada garis kecoklatannya dan alis yang sedikit tebal. Sangat-sangat mirip Nur.
Memang selama ini hampir tidak ada yang tahu wajah Nur. Karena sejak kecil dia sudah menggunakan cadar. Disebabkan wajahnya yang amat berbeda dari dari keluarga pak Farhan. Dia seperti bukan keturunan Indonesia, tapi entah dari mana.
Sejenak pak Farhan berdiri mematung. Sampai kemudian pak haji Shodikin menepuk pelan bahunya. Seketika dia tersadar. Dan mengajak mereka masuk ke dalam rumahnya.
"Mari, silahkan masuk ....!"ajak pak Farhan pada semua tamunya.
Rombongan itu tidak banyak. Sepertinya itu adalah pasangan suami istri. Seorang pria yang menjadi sopir mereka yang wajahnya juga mirip dengan Nur. Dan seorang pria lagi yang berbakaian resmi tapi santai. Rupanya dia yang menterjemahkan segala percakapan di antara mereka.
" Maaf rumah kami sempit."kata pak Farhan merendah.
"Sorry, our house is cramped." penerjemah.
"It is okey. We are happy with all of this." jawab seorang pria paruh baya yang duduk di samping pak Farhan.
"Tidak mengapa. Kami senang dengan ini semua." penerjemah.
"Bolehkah saya tahu anda ini siapa?"kata pak Farhan.
"May i know, who are you?" penerjemah.
"I Salim, that's my wife Afsun, and that's my son Ahmad."
"I am a Turkish person. I have lived in Indonesia 23 years ago."
"Saya Salim, itu istri saya Afsun, dan itu putra saya Ahmad."penerjemah.
"Saya orang Turki yang pernah tinggal di Indonesia 23 tahun silam." penerjemah.
"Maaf, apa keperluan bapak ibu kesini?"
"Sorry, what do you need here?" penerjemah.
"We want to find our daughter who went missing becauser of the kidnapping syndicate."
"Kami ingin mencari putri kami yang hilang karena dibawa oleh sindikat penculikan anak." penerjemah.
Di tengah-tengah perbincangan mereka, Nur keluar menghampiri mereka, dengan membawa sebuah napan yang berisikan teh hangat dan juga kue-kue yang dia buat.
Dengan wajah menunduk, dia meletakkan itu semua di hadapan orang-orang yang ada di sana. Hingga cangkir terakhir yang dia letakkan di hadapan wanita itu.
Tanpa dia sadari, ada sebuah kelereng Noval yang terlewat diberesi, waktu mereka bermain. Tertinjak oleh Nur. Menyebabkan dia terpeleset. Kepalanya hampir saja terantuk meja, kalau saja wanita yang bernama Afsun tidak menyanggahnya. Membuat cadarnya sedikit terbuka.
Wanita itu berteriak.
"My baby ... "
Dia terkejut waktu melihat wajah Nur. Demikian juga Ahmad yang duduk disebelah Afsun. Karena dia juga melihat wajah Nur dengan jelas.
"Maaf nyonya, Nur tidak sengaja."
Nur segera masuk ke dalam meninggalkan Afsun, yang menatapnya dengan keterkejutan .
Tak lama kemudian Afsun berteriak, seperti hendak mengalahkan detak jantungny yang berpacu sangat cepat.
"Daddy. That's our daughter Naura. I am sure..."
"I'm sure too. She is my younger sister."
"Calm down, dear. Daddy will ask first to make things clear."
Mendengar keributan kecil yang terjadi di ruang tamu, membuat bu Farhan keluar meninggalkan Nadya dan Nur yang masih mempersiapkan hidangan untuk lamaran.
"Oh maaf, rupanya ada tamu." kata bu Farhan sambil menarik sebuah kursi untuk diduduki
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 117 Episodes
Comments
Baihaqi Sabani
nur psti cntik...keturunan turki
2022-09-19
0
Conny Radiansyah
alhamdulillah bertemu orang tua Nur
2021-05-18
1
Lia Rosita
Bu Retno nanti menyesal udah menghina Nur
2021-04-23
1