Dengan tenang dia makan es cream di pangkuanku. Sesekali memberikannya padaku, hingga tak terasa es cream itu memberikan lukisan di sekitar mulut kami.
"Kak Uya lucu."
"Kamu juga lucu, Nur."
Segera kuusap bibirnya dengan tissu. setelah itu menyusapnya di bibirku juga.
"Kak Uya, mau pergi? " tanyanya manja.
"Ya, adik kakak yang manis."
"Nul nggak punya teman lagi dong."
Kata-katanya yang masih cedal semakin membuatku gemas.
"Kan ada kak Nadya, ayah dan ibu Farhan."
"Tapi Nul pasti kangen sama kak Uya."
"Kapan-kapan kakak akan cari Nur. Dan kita bisa bertemu lagi."
"Benarkah?"
Aku mengangguk. Dan mendekapnya dalam pelukanku.
Lalu dia menunjukkan jari kelingkingnya ke hadapanku.
"Oke, kak Ulya janji."
Kukaitkan pula jari kelingkingku pada jarinya sambil tertawa.
"Kakak sudah waktunya pergi. Nur jaga diri baik-baik dan selalu belajar agar pintar. Nanti kalau sudah pintar akan kakak ajak naik pesawat sama-sama."
"Benalkah?"
"Pasti."
Kuangkat tubuh mungilnya tinggi, lalu meletakkannya di bahuku seperti orang terbang. Dia menikmatinya dengan riang. Serta dengan tawa lepas.
"Sudah Nur, kak Ulya mau pergi. Itu abah dan ummi manggil."
Kulihat wajahnya kembali redup saat menatapku.
"Jangan bersedih Nur, ini ada hadiah untukmu."
Ku keluarkan kalung dengan liontin hati dari dalam saku. Dan memakaikannya. Terlihat indah setelah tergantung di lehernya.
"Nur, di situ ada gambar kakak dan Nur. Agar Nur nggak lupain kakak. Dan kalau Nur kangen bisa lihat kakak."
"Nul senang sekali, Kak."
"Pakailah terus."
"Oke."jawaban yang manis, sebelum menutup wajahnya dengan ujung kerudungnya kembali.
Aku kembalikan dia dalam gendongan bu Farhan sebelum mengikuti ummi dan abah melangkah.
"Da ... da ... Nur."
"Da ... da ... kakak Uya."
💎
Kenangan itu masih terlalu kuat dalam ingatanku. Nur yang kecil yang kini sudah menjadi gadis. Entah diriku masih dalam angannya. Atau telah hilang tersapu.
Aku tak tahu ....
Tapi biarlah ....
Selama aku tak bisa menyembuhkan diriku, sulit bagiku untuk bisa menemuinya.
Selamat tinggal adik kecilku.
Entah kakak bisa menemuimu .
Atau kakak akan sendiri untuk selamanya.
Sebuah mobil hitam berhenti di depan masjid.
Dari dalam keluar seorang pria, berperawakan sedang dan gagah menghampiri Bahrul Ulya.
"Assalamu'alaikum ..."
"Wa'alaikum salam, Anas. Sulit cari lokasinya ?"
"Iya, Pak. Muter-muter, mana gelap lagi."
"Kita di sini dulu. Tunggu terang, kita balik."
"Ya, Pak." Dia mengangguk
Anas berlalu dari hadapan Bahrul, mencari tempat yang hangat untuk merebahkan diri. Sekedar beristirahat. Melepaskan lelah dan kantuk. Yang dirasanya semakin berat menghampirinya. Tak lama kemudian, Anas sudah terlelap dalam mimpinya. Meski harus berselimut udara yang dingin, menjelang fajar ini.
Sedangkan Bahrul Ulya melanjutkan munajatnya pada Penguasa Hati. Hingga fajar menghampiri. Beberapa orang yang tinggal di sekitar masjid, sudah mulai datang.
Salah satunya adalah orang yang membawa kunci ruang utama untuk sholat.
Tak sangka di masjidnya telah ada musyafir yang sedang sholat dan beristirahat.
"Mari Pak. Masuk saja. Di luar dingin."
"Ya, Pak. Terima kasih."
Bahrul menerima ajakan orang tersebut. Lalu, mengikutinya masuk ke dalam ruang sholat.
Terlihat lelaki itu melaksanakan sholat beberapa rekaan. Dan juga berdo'a.
Setelah itu membunyikan tipe recorder. Yang mengumandangkan bacaan ayat-ayat suci al Qur'an. Yang dilanjutkan dengan tarkhim. Untuk membangun orang-orang di sekitar masjid agar dapat melaksanakan sholat subuh secara berjamaah.
Tak lama kemudian satu persatu penduduk datang pada saat adzan subuh diperdengarkan.
Bahrul membangunkan Anas yang masih tertidur pulas.
"Hai bro. Bangun ... sudah subuh."
Anas sebentar menggeliat, lalu bangun dan menuju kamar mandi. Membersihkan diri sekaligus berwudhu untuk melaksanakan sholat subuh.
Setelah melaksanakan sholat subuh. Bahrul dan Aris hendak beranjak dari masjid, seseorang mendekatinya. Sepertinya orang yang memegang kunci masjid ini.
"Maaf, Bapak dari mana?"
"Kami dari Jakarta."
"Dan ke sini"
"Dari rumah saudara."
"Oh ..."
"Terima kasih, Pak. Sudah diperbolehkan menginap di sini."
"Tidak apa-apa."
"Mari, Pak."
"Assalamu'alaikum ..."
"Wa'alaikum salam ..."
Selesai melaksakan sholat subuh, mereka meninggalkan masjid itu. Suasana masih sangat gelap. Mentari belum menampakkan cahayanya. Kabut embun masih terasa amat sangat dingin menyentuh kulit ini. Jaket yang terpakaipun belum mampu menghalau rasa dingin itu. Membuat bulu-bulu di kulit ini berdiri.
"Dingin banget ya , Anas."
"Iya, Pak."
"Kita cari kopi dulu, yuk."
"Itu baru betul."
Bahrul hanya tersenyum menatap Anas. yang duduk di belakang kemudi.
Tak berapa lama kami mendapati sebuah warung di pinggir sawah.
Belum banyak orang yang datang. Mungkin kami pembeli pertamanya.
"Silahkan, Pak."
"Kopi dua, Bu."
"Sebentar."
"Sambil menunggu, kami menikmati pisang goreng yang ada di hadapan kami. Masih hangat. Kelihatannya baru saja di angkat dari penggorengan.
Tak lama pesanan kami datang. Secangkir kopi panas, menambah nikmat kami dalam menikmati pisang goreng ini. Hingga tak terasa satu piring pisang goreng yang tersedia, terkikis habis oleh ulah kami. Yang dengan nikmat memindahkan ke perut.
Saat matahari mulai terang, kita melanjutkan perjalanan. Tapi dalam dada ini masih berat. Ada rasa yang belum tersampaikan. Yaitu kerinduanku yang mungkin tak pernah terbalaskan. Atau, tak ingin aku mendapatkan balasan.
"Anas, kita keliling dulu, sebentar saja."
"Baik, Pak."
Dalam arahkanku, Anas melajukan mobil, balik lagi ke rumah Nur Aini. Aku ingin melihatnya untuk terakhir kali, sebelum aku meninggalkan tempat ini.
"Sudah, kita berhenti di sini."
Anas menuruti kata-kataku. Menghentikan mobil ini di pinggir jalan yang sepi. Dimana dari tempat itu, aku dapat melihat rumah Nur dengan jelas. Tanpa terhalang.
Kulihat gadis bercadar itu keluar. Dengan 2 keponakannya yang lucu menggemaskan. Berlari kecil mendahului sambil tertawa ceria. Rupanya mereka hendak jalan-jalan menikmati indahnya pagi.
Tak ingin kulewatkan moment ini. Segera kuambil kameraku dan membidiknya. Untuk memperoleh gambar dirinya.
Seperti dia memanggil-manggil keponakannya. Tapi tak mendapatkan perhatian. Sehingga dia harus berlari mengejar ke duanya.
Tapi terlalu sulit untuk mencapai keduanya. Akhirnya menyerah. Duduk dengan tenang di atas sebuah batu, di tepian ladang yang dikelilingi sungai-sungai kecil sebagai irigasi.
Rupanya air yang jernih telah menggoda dirinya. Dengan berlahan dia turun untuk membasuh muka.
Ah ... akhirnya kudapatkan wajahmu, Nur. Maafkan kakak harus mengambil gambarnu secara sembunyi-sembunyi.
Tak cukup di situ. Ternyata di pedesaan ini kecerian jiwamu tertata dengan baik. Ada beberapa pohon turi dari bunga yang merah sampai yang berwarna putih ada. Dengan terampil, engkau petik dan mengumpulkan di atas rumput.
Maaf Nur, terlalu indah untuk diabaikan. Untuk mengabadikanmu dalam foto. Semua moment itu sudah kusimpan. Ketika tanpa kusadari 2 mahluk kecil datang tiba-tiba menghampiri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 117 Episodes
Comments
Yuli a
bahrul kok gk mau nikah sm nur..???
2024-02-08
0
Cah Dangsambuh
jadi penasaran kan bahrul sangat merindukan nur tapi begitu ketemu kok seakan ada kemarahan,ada apa kira kira
2023-08-01
0
Baihaqi Sabani
binggung....bahrul ulya in nm yg mau d jodohkn nur sekaligus kakak msa kecily nur kah????? klw iya knp kyy y dingin bngt skpy wktu lmran🤔🤔🤔🤔🤔🤔
2022-09-18
0