Mahabbah Rindu
Sore itu Nur menepati janjinya untuk pulang.
Memenuhi keinginan bapak dan ibu Farhan. Meski tak tahu apa tujuannya
Keluarga Farhan adalah orang yang sudah merawatnya sejak masih bayi hingga sampai dia sebesar ini. Tak ada alasan untuk tidak mempercayai mereka.
Perlakuan mereka terhadap dirinya, tak beda dengan sikap mereka kepada kakaknya, yang merupakan anak kandung mereka berdua. Tak pernah membeda-bedakan. Semua sama dalam kasih sayang, perlakuan, bahkan benda-benda yang ingin mereka miliki.
Terlihat senyuman menghias wajah cerianya. Ketika langkah kakinya memasuki pelataran rumah. Seakan ingin memberi kabar, bahwa lembayung senja tak semuram dengan cerita yang pernah didengarnya.
Whuuuaaaalah ...
Maaf, dapat contekan kata-kata romantis kakak.
"Assalamu'alaikum ..., Kak Nadya." Kusapa
Kakakku yang selalu ceria dan penuh cerita. siapa lagi kalau bukan kak Nadya Aminatus Shoffa.
Aku melihat mbak Nadya sedang bersih-bersih ruang tamu, yang penuh dengan tanah. Perbuatan siapa lagi, kalau bukan perbuatan keponakanku tersayang. Si kembar, Novi Auliyaur Rohimah dan Noval Auliyaur Rohman
"Wa'alaikum salam ..., Nur."
Ritual teletabies. Berpelukan ....
Kehangatan yang biasa kami lakukan ketika berjumpa.
"Mana keponakanku?"
"Lagi bersenang-senang sama abinya. Lebih tepatnya ngerjain abinya ...."
"*Kok?!"
"Ya ... tuch lihat!"
Tak berselang lama melintas di depan rumah, kakak ipar Hamdan As Syauki, yang sedang menarik 'gledegan' dengan susah payah. Sedangkan, Novi dan Noval naik di atas 'gledekan' dengan tertawa, sambil memberi semangat.
"Jauh-jauh dari kota, yang dicari cuma 'gledegan' ". kataku sambil berlalu.
Rasanya punya keluarga seperti kakak, pasti akan menyenangkan dan senantiasa bahagia.
Teringat kata ustadzah TPQ dulu, kalau sedang tanya kabar pada kita. Pasti ada kata, senantiasa bahagia. He ... he ... he ....
"Ibu sama ayah di mana, Kak?"
"Ayah ke rumah haji Shodikin. Ibu di dapur."
"Udah, Kak. Aku ke ibu dulu."
"Ya, sudah. Sana!"
Aku meninggalkan kakak yang sudah hampir selesai membereskan kamar tamu. Tumben kursi-kursinya kok dikeluarkan. Dan itu karpet untuk apa?
Ah tak tahulah ....
Aku teruskan jalanku menuju dapur, untuk menemuai orang yang kurindu. Kata-katanya ... kelembutannya ... perhatiannya ... serta paket komplit lainnya.
"Assalamu'alaikum wr.wb." Aku hampiri ibu yang sibuk memasak.
"Eh ... Nur. Alhamdulillah kamu sudah pulang."
"Ya, Bu."
Kulihat ibu memasak tak seperti biasanya. Dan itu kenapa ada kue-kue pesanan dan tambahan masakan pesanan.
"Bu, mau ada acara ya ..., kok masak banyak banget."
"Ya ... Nur. Ini untuk acaramu."
"Acara Nur, Bu?!"
"Ada yang menginginkanmu."
"Maksud ibu?!"
Aku benar-benar tak tahu dengan semua ini. Apa yang dimaksud mereka ....
"Ba'da isya' teman ayahmu datang, keluarga besar ...."
"Ibu ... aku benar-benar nggak ngerti."
"Jangan dipikirkan. Mandilah dulu. Agar kamu segar."
Ingin diriku bertanya lebih jauh , tapi ku urungkan. Karena ibu ku lihat lelah. Biarlah semua pertanyaan ini, aku simpan dulu.
"Nur mandi, Bu."
"Ya, Nak."
Aku berlalu dari hadapannya dengan pertanyaan yang menyesakkan. Benarkah aku akan dijodohkan. Kenapa mereka tak memberitahuku terlebih dahulu.
Apa mereka begitu percaya padaku, bahwa aku bisa menerima semua keputusan mereka.
Aku balik lagi ke depan, ingin menemui mbak Nadya. Mungkin dia bisa memberi penjelasan.
Begitu melihat diriku, mbak Nadya mengibaskan tangan.
"Mandilah dulu, nanti kakak tunggu di kamarmu. Oke!"
Ah semuanya tiba-tiba membuatku bertanya. Tak ada penjelasan apa-apa, sekedar untuk mengurangi gelisahku terhadap peristiwa yang sedang mereka siapkan untukku.
Ku turuti saja saran mereka, untuk segera mandi, membersihkan diri. Agar tubuh ini segar. Sebagai haknya yang telah kugunakan lama dalam perjalanan, antara Bandung sampai Klaten sini.
Segarnya air pegunungan yang mengguyur tubuhku, terasa benar di kulitku. Lelah sesaat lalu, kini hilang bersama perginya air yang mengalir, meninggalkan diriku lari ke dalam got-got di bawah sana.
Kini dengan pikiran yang mulai terang dan siap untuk menerima penjelasan, aku memasuki kamarku.
Ternyata Mbak Nadya tidak mengingkari janjinya. Menunggu diriku dengan santai duduk di depan meja belajarku.
Meja belajar yang ku gunakan sejak ku SMP hingga SMA di kotaku tercinta ini. Sebelum melanjutkan kuliah di salah satu perguruan tinggi negri di kota Bandung.
"Mbak. Sebenarnya ada apa?"
"Maafkan kami, Nur. Kami belum sempat memberitahumu."
"Aku tak mengerti maksud semua ini, Kak?"
"Sebenarnya sejak lebaran kemarin, mereka ingin menjalin kekeluargaan dengan ayah.
Tapi ayah tak mau mengganggumu. Ayah hanya diam, tak menerima maupun menolak.
2 minggu yang lalu, mereka meminta agar kalian dipertemukan. Siapa tahu berjodoh."
"Apakah selama ini kamu pernah dihubungi seseorang, untuk sekedar ta'arufan denganmu?"
"Seingatku semenjak lebaran hingga sekarang, aku tak pernah dihubungi ikhwan."
"Masak! ... tapi mengapa mereka begitu cepat memutuskan itu."
"Maksud kakak?"
"Mereka ingin melamarmu hari ini."
Mungkin ini yang namanya mendengar petir di siang bolong. Tak terasa aku seperti tersengat aliran listrik bertegangan tinggi. Hingga membuat diriku terdiam seketika.
Nadya pun tak bisa berkata apa-apa lagi. Dia hanya memeluk Nur dengan kasih sayang.
"Apakah dia bernama Bahrul?"
"Iya,"
"Ibu pernah bicara ke aku, tapi kukira saat itu hanya main-main. Aku tak mempedulikannya."
"Mengapa?"
"Karena aku ingin melanjutkan kuliah dulu. Dan kukira sudah berhenti sampai di situ saja. Karena tak ada lagi kabar tentang hal itu, sampai hari ini."
"Lalu menurutmu, bagaimana?"
"Maaf Kak, kapan mereka akan datang?
"Ba'da isya'."
"Izinkan aku sholat dua rekaat dulu. sehabis maghrib ini. Maaf kalau aku tak bisa bantu ibu dan kakak, untuk mempersiapkannya."
"Ya, Nur. Sabarlah, siapa tahu ini jodohmu."
"Ya, Kak."
"Ini ada hadiah dari kakak, bisa kau pakai malam ini."
"Terima kasih, Kak."
Tak lama kemudian suara adzan maghrib terdengar dari masjid yang ada di kampungku. Aku melihat ibu dan bapak serta kakak ipar berangkat ke masjid. Noval dan Novi juga ikut bersama mereka.
"Kakak nggak ke masjid?"
"Kakak nemenin kamu saja sholat di rumah."
Setelah keduanya sholat, Nadya melanjutkan pekerjaannya, mempersiapkan acara penyambutan keluarga yang akan melamar Nur Aini, adiknya. Sebentar lagi akan datang.
Sedangkan Nur Aini sendiri masih melanjutkan sholatnya. Bermunajat pada yang kuasa. Mengadukan segala resah yang kini dirasakannya.
Bukankah telah diajarkan padaku,
Maka mohon pertolonganlah kalian semua dengan sabar dan sholat. Sesungguhnya hal itu sesuatu yang sangat luar biasa besar (berat) kecuali bagi orang-orang yang khusyu'
Qs. 2: 45
Dengan bersimpuh di atas sajadah, Nur Aini menunduk. Berseru lirih pada yang maha Pendengar dan Penuh Kasih.
"Wahai Robbku yang Maha Tahu dan senantiasa kurindu.
Aku tak tahu apa yang engkau tetapkan untukku, tentang rizkiku, tentang usiaku, tentang jodohku, tentang bahagia dan sedihku. Semua masih rahasia untukku.
Maka ampuni aku bila meminta sesuatu,yang aku tak tahu baik-buruknya bagiku. Yang kadang sering aku salah sangka pada takdirmu. Sungguh wahai Robbku ....ampuni aku.
Jika yang kau datangkan padaku hari ini, jodoh yang engkau pasangan diriku dengannya sudah tertulis di lahful mahfud maka itu suatu kebaikan bagi hambamu ini.
Jika bukan dia, aku berpasrah diri padamu. Karena engkau yang maha tahu.
Akan Engkau titipkan pada siapa ,kasih yang Engkau beri padaku. Karena Engkau Maha Kasih.
Salam shalawat atas nabi pilihanmu. aamiiin.."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 117 Episodes
Comments
Cah Dangsambuh
skrol skrol skrol nemu cerita bagus mampir insya allah sampai ful
2023-08-01
0
Tati Suwarsih Prabowi
perjodohan lagi...
2023-05-10
0
نور✨
Assalamualaikum kka, aku baru mampir baca nih☺️.... semangat terus berkarya kka 🥰💪
2022-06-09
1