Siang ini dengan terpaksa Nisa harus bekerja seperti biasanya. Wanita itu sekarang sudah bekerja di suatu cafe yang cukup terkenal di Jakarta. Ia begitu bersungguh-sungguh bekerja dibidangnya, meskipun sebagai seorang pelayan cafe, namun ia tak berkecil hati. Dengan lapang dada ia menerima propesi apa pun selama itu masih halal di mata tuhan.
Seperti saat ini Nisa sedang membawa pesanan salah satu pengunjung meja nomor 5. Ia memberikan makanan tersebut dengan ramah dan penuh santun sehingga para pengunjung senang dengan pelayanan diberikan oleh wanita itu.
"Makasih mbak!" Ucap wanita yang terlihat dari kalangan atas.
"Iya sama-sama. Selamat menikmati." Nisa menjuh dari sana sembari membawa nampan di tangannya yang sudah kosong. Diletakannya nampan itu di meja pantry.
Baru saja ia menghirup udara bebas, sebuah telapak tangan besar menutupi kedua matanya. Refleks Nisa berusaha melepaskan tangan yang menutupi matanya itu.
"Ih.. lepasin dong, siapa sih?"
Orang itu pun melepaskan telapak tangannya dan langsung muncul dihadapan Nisa. Nisa membuka matanya pelan-pelan dan menghela napas kesal karena ulah laki-laki yang berada di depannya.
"Pak Andi maaf," lirihnya ketika mengetahui orang yang telah melakukan kejahilan kepadanya.
Andi memasang wajah cemberut saat Nisa memanggil namanya dengan formal. Sudah berapa kali ia peringatkan kepada wanita itu agar memanggil dirinya hanya dengan sebutan nama saja. Dan Nisa menolak itu karena dianggap bisa membuat iri karyawan lain.
"Nisa, panggil Andi. Bukan bapak, emang aku bapakmu apa?" Rajuknya yang terlihat menggemaskan sebab sangat lucu sekali jika seorang laki-laki sedang merajuk seperti anak kecil. Nisa rasa mungkin anaknya lebih pintar berekspresi ketimbang dengan bosnya ini.
"Nggak enak pak. Bagaimanapun status kita berbeda di sini, jadi kita harus saling menghormati dengan atasan maupun bawahan. Jika saya manggil bapak dengan nama aja berarti Nisa nggak hormat dong dengan bapak."
Laki-laki itu menarik kursi yang berada di dekatnya dan duduk di sana dengan bersedekap dada. Ia seperti sedang menimbang-nimbang sesuatu. Setelah mendapatkan jawabanya laki-laki itu menatap Nisa yang masih saja menundukan kepalanya. Ayolah Andi tidak suka melihat ekspresi itu jika Nisa yang menampilkannya.
"Yaudah terserah kamu aja. Aku bisa apa," ucapnya sedih.
Nisa memandang direkturnya dengan tidak enak. Menahan rasa yang berkcemuk di dadanya, wanita muda itu menggigit bibirnya. Ia memandang kepenjuru sudut. Tak enak hati menyatu dengan malu ketika banyak pasang mata yang memandangnya dengan iri dan juga benci.
Bagaimana pun ia seorang bawahan yang tak pantas melakukan hal yang lebih kepada seorang bos.
Andi memutar mata malas melihat Nisa yang selalu memperdulikan orang-orang sekitar. "Kalian liat apa hah!! Kerja sana," bentaknya kepada karyawan-karyawan di sana
Nisa ingin menangis ketika nada bentakan Andi keluar untuk karyawan yang sama sekali tidak bersalah. Baginya tatapan tersebut wajar dirasakan setiap orang, sebab setiap mahluk pasti ingin menjadi orang tersayang.
"Ya sudah Nisa kerja lagi ya pak." Ia meninggalkan Andi di sana sendirian.
"Tapi Sa entar aku boleh mampir kerumah kamu kan. Ridu Gabriell," rengeknya.
Nisa memutar tubuhnya yang memebelakangi Andi. Berat sekali ia ingin menjawab permintaan Andi, hendak menolak namun ia juga tak bisa melarang Andi ingin bertemu Gabriel, pasalnya anaknya juga suka merengek ingin bertemu Andi dan mengajaknya bermain. Lagi pula Andi lah yang selalu menghibur Gabriel ketika mendapatkan cacian dari teman sebayanya. Andi juga merupakan sudah menjadi sosok ayah bagi Gabriel.
"Yaudah boleh pak," jawab Nisa pasrah lalu Perempaun itu memperbaiki hijabnya yang berabtakan.
"Kalau gitu entar pulangnya bareng ya Sa."
"Insyaallah pak."
Sepeninggalan Andi, Nisa mengusap wajahnya dan ingin pergi dari tempatnya. Namun ketika ia ingin memutar arah jalan, seorang wanita dengan berpakaian seragam sama sepertinya dengan sengaja menyenggol pundaknya sehingga ia dengan kasar bergeser dari tempat berdirinya semula.
"Bangga lo dekat sama bos," ujar perempaun itu dengan wajah masam.
Inilah yang Nisa tidak sukai dari memiliki hubungan yang cukup dekat dengan bosnya. Ia tidak mempunyai teman di sini dan selalu dimusuhi. Nisa ingin memberi jarak dengan bosnya itu, namun Andi selalu mempunyai cara agar dapat bertemu dengan dirinya.
"Ke-kenapa?"
"Alah jangan sok polos lo. Gue tau kok lo sengajakan dekatin bos buat dapatin harta kekayaannya. Dasar cewek matre, sok pakai jilbab lagi." Perempuan itu meraih ujung hijab Nisa dan memandang ujung hijab itu dengan sinis, "jangan lo kotorin agama lo sendiri dengan hijab ini. Dasar manusia bermuka dua," makinya.
Dengan berat hati ia menerima segala bentuk hinaan dari teman-teman satu propesinya. Mungkin takdir hidupnya memang seperti ini.
"Oh iya karena lo malas-malasan, lebih baik lo bantuin Edo anterin pesanan di perusahaan Wijaya Altas group , gantiin gue. Gue lagi malas, jadi saatnya gue akan duduk-duduk cantik."
Nisa memandang kepergian wanita itu dengan lirih, lalu membenamkan wajahnya di telapak tangan. Di saat itu lah Nisa mengeluarkan air mata yang tertahan dan mencurahkan hatinya dengan gumaman tanpa pendengar. Tuhan jika takdir ku selalu dipermainkan, tolong ambil diriku sekarang juga.
_______
Tbc
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 133 Episodes
Comments
Praised94
terima kasih 👍👍👍👍👍
2023-11-26
0
Neulis Saja
Will beautiful his time
2022-09-11
0
Astrid Oleth van Hayoto
jodokan mereka berdua thor
Arsen sama Nisa
2022-09-09
0