Kini di ruang tamu rumah keluarga Ahmad telah berkumpul seluruh anggota keluarga yang tinggal di rumah itu. Keadaan di sana hanyalah hening tiada satu orang pun yang berani membuka suara sebelum ketua di rumah tersebut yang angkat bicara terlebih dahulu.
Tegang. Itulah sebuah kata yang cocok untuk mewakili keadan tersebut. Sedangkan Nisa tidak bisa berkata-kata apa lagi, ia hanya bisa diam dan menerima nasibnya selanjutnya. Ia tidak tau harus berbuat apa. seperti ibarat nasi telah menjadi basi, jikalau nasi telah menjadi bubur ada kemungkinan harapan yang akan ia dapatkan.
Ia hanya bisa menyesal atas apa yang terjadi dengan hidupnya. Mau kembali ke waktu dahulu pun ia tidak bisa. Terpakasa ia harus menerima apa pun keputusan ayahnya yang akan diberikan kepadanya.
Nisa semakin menundukan kepala saat Ahmad berjalan mendekati dirinya dengan pandangan yang menghunus dan penuh introgasi, namun di pandangan tersebut juga terdapat kekecewaan yang mendalam.
Sedangkan Alsya telah menangis sedari tadi setelah ayahnya mengintrogasi dirnya selepas sang ayah kembali dari kamar anak perempuan tertuanya dan mendegar percakapan antara Aisyah dan Nisa. Sebab Ahmad lebih memilih Alsya untuk ditanyai karena bagi Ahmad hanya Alsya lah yang bisa berkata jujur dan apa adanya.
FLASHBACK ON
Alsya tampak terlihat asik bermain dengan mainan barunya yang dibawa dari Mesir dan bermerek mahal, dia ditemani oleh sang kaka yang terpaksa menemani anak itu bermain. Ahmad menghampiri sang anak dan memanggil Alsya keras.
"Alsyaa!!" Seru sang ayah dengan nada sedikit tinggi.
Alsya yang mendengar seruan dari sang ayah langsung menghentikan permainanya dan menatap sang ayah seraya menghampirinya.
"Ada apa pa?" Tanya Alsya menatap mata sang ayah sembari memamerkan senyum manis milik anak perempuan itu.
"Jelaskan ke papa, apa yang terjadi di rumah selama papa berada di Mesir? Jawab yang jujur atau papa akan memarahi mu jika papa tau kamu berbohong," ujar Ahmad memandang Alsya meminta penjelasan.
Alsya yang mendengar pertanyaan dari sang ayah, langsung tersentak, ia tidak sanggup menjawab yang sebenarnya dan ia pula tidak sanggup dimarahi sang ayah pabila ia ketahuan berbohong.
Alsya mengangkat kepalanya menatap lirih ke arah sang papa. Ia berada di dalam fase terdesak. Lidahnya seakan kelu tidak bisa berbicara, hanya air mata yang bisa ia keluarkan disaat-saat seperti ini. Dari pertanyaan yang ayahnya berikan, Alsya dapat menyimpulkan bahwa sang ayah telah mengetahui semuanya, jadi untuk apa ia menutup-nutupi lagi.
Meskipun begitu, hatinya tidak rela untuk mengatakan sebenarnya. Ia tidak sanggup melihat sang ayah yang akan memarahi kaka tercintanya. Sejahil-jahil kakanya Nisa, ia tetap menyayangi kaka usilnya tersebut. Maka dari itu ia menggelengkan kepala bertanda tidak ada terjadi apa-apa.
"Jawab Alsyaaa!!! Papa tau kamu berbohong." Ahmad mulai tersulut emosi, nada bentakan pada ucapanya tadi mampu membuat air mata Alsya mengalir deras.
Sedangkan disisi lain, Habib yang menyaksikan drama tersebut mengernyitkan alis bingung. Ia semakin tidak mengerti dengan keadaan sekarang ini. Ia bagaikan telah ketinggalan cerita yang menaraik. Wah ada cerita kok tidak bagi-bagi.
"Emang ada apaan sih pa?" Tanya Habib tidak mengerti lantas menghampiri Ahmad serta Alsya.
Ahmad yang mendengar Habib bertanya pun menolehkan kepalanya kepada Habib, lalu kemudian ia kembali mengalihkan pandangannya kepada Alsya yang sedang menangis sesugukan.
Habib mengikuti arah pandang Ahmad. Ia menatap Alsya yang sedang menangis kemudian ia memeluk Alsya yang sedang dibentak sang ayah. Alsya di dalam pelukan sang kaka menghapus air matanya dengan sisa tenaga.
Melihat Habib yang melindungi sang adik, Ahmad pun menjadi geram. Ia menatap tajam Habib agar laki-laki itu menjauh dari adiknya yang sedang di introgasi. Bukannya Habib takut dengan tatapan sang ayah, ia malah menatap lebih tajam mata sang ayah sembari mengeratkan pelukannya kepada sang adik untuk melindungi anak perempuan itu.
"Apa benar kaka mu sedang mengandung?" Akhirnya pertanyaan yang Ahmad tahan pun lepas begitu saja dari mulutnya.
Habib yang mendengar petanyaan dari sang ayah kepada Alsya, refleks melepaskan pelukannya kepada anak perempuan tersebut dan menatap Alsya meminta penjelasan, apa maksud dari pertanyaan ayahnya tadi. Ada rasa sakit yang amat dalam di dalam hatinya mendengar pernyataan tersebut. Rasa sakit yang ia alami bukanlah rasa sakit yang melihat sang adik telah ternodai, tetapi ini rasa sakit saat melihat wanitanya sedang tertimpa masalah yang seperti itu.
Jika kalian tanya apakah Habib mengidap penyakit sister complex? Jawabannya adalah iya. Sudah cukup lama ia memendam perasaan terlarang tersebut. Dan selama itu lah ia berusaha menyangkal dan membuang perasaanya jauh-jauh. Mungkin dengan begini lah tuhan menjawab doa-doannya yang meminta dihilangkan perasaan tersebut.
Kini jiwa protes Habib terhadap tuhan meronta, Ia memang meminta kepada tuhan agar membuang perasaan yang ia alami itu dari hatinya, tetapi tidak dengan cara yang seperti ini. Jika begini Nisa juga ikut tersakiti. Ia ingin biarlah dirinya yang sakit, tapi tidak dengan Nisa. Pabila sudah seperti ini, ialah yang merasa bersalah.
"Alsyaa JAWABB!!" Kini Habib lah yang tak sabaran menunggu jawaban dari Alya.
Ia menggoncang-goncang tubuh sang adik untuk meminta jawaban. Ia tidak peduli lagi apakah adiknya akan merasa sakit atau tidak akibat dari goncangannya yang cukup kuat. Baginya yang utama adalah ia mendapatkan jawaban dari sang adik yang mengatakan kata TIDAK.
Alsya menatap takut kepada sang ayah serta kaka. Di situ ia melihat pandangan mereka berdua sama, sama-sama tersirat meminta jawaban terhadap dirinya. Alsya memejamkan matanya dan seraya mengangguk pelan.
Habib yang melihat sang adik menganggukan kepala pun langsung berdiri dari simpuhannya yang sejajar tinggi badannya dengan Alsya, lalu ia menutupi matanya yang meneteskan air mata dengan tangan milik laki-laki itu dan seraya pergi dari situ.
Sedangkan Ahmad yang melihat anggukan dari sang anak tidak bisa membendung emosinya lagi. Rasa sakit sudah wajar bagi seorang sang ayah yang melihat putrinya mendapatkan ujian yang begitu besar. Kepalanya berasa pusing, ia bingung apa yang akan ia lakukan kepada anaknya itu. Ia ingin mempertahankan anaknya tetap di rumah, namun pikirannya berkata tidak. Ia takut reputasinya sebagai keluarga terpandang taat kepada agama turun di mata masyarakat, apalagi ia sangat tidak akan pernah tahan mendengar bisik-bisik para tetangga yang menggunjing keluarganya. Hal ini lah yang sangat ia benci, hati dan pikiranya bertolak belakang.
"Cepat panggil kaka mu kemari, lalu kemudian suruh bi Munah mengemasi barang-barang anak itu," perintah Ahmad yang diangguki Alsya.
Setelah kepergian Alsya, Ahmad pun merasakan pusing di kepalanya, lantas ia berjalan menuju sofa dan duduk di sana sembari memijat kepalanya.
Flashback of
__________________
Plaaakkk
Satu tamparan mendarat mulus di pipi halus perempuan tersebut, Nisa yang mendapatkan tamparan dari ayahnya langsung tersungkur di lantai dengan tangan yang memegang wajahnya yang memerah akibat bekas tamparan yang ia dapatkan.
Gadis manis berhijab yang usianya baru saja memasuki tahap dewasa itu pun menangis melihat kemarahan sang ayah. Ia terisak pilu, sedangkan orang-orang di sana yang menyaksikan kejadian itu menatap prihatin kepada Nisa.
Sang ibu yang melihat anaknya tersungkur lemah pun tak kuasa membendung air matanya. Ia ingin sekali meraih tangan sang anak dan menuntunnya berdiri, namun ia tidak bisa melakukan itu karena anak laki-laki tertuanya menahan sang ibu untuk tidak membantu Nisa.
"Pa! Nisa bisa jelaskan semuanya ke papa, bahwa Nisa tidak bersalah!" Lirih Nisa seraya memeluk kaki sang ayah.
Namun permintaan dari anaknya tadi ia tidak hiraukan sama sekali. Satu tetesan air mata jatuh dari pelupuk matanya. Sebenarnya ia juga ikut sedih dan bahkan sangat sedih atas kejadian yang menimpa anaknya.
"Jelasin apa? Jelasin bahwa kamu telah hamil di luar nikah. Dan bahkan menjadi aib keluarga kita sekarang!!"
"PA sudah!!!! Nisa tidak bersalah, tetapi aku yang salah. Aku yang tidak bisa menjaga Nisa," ujar Aisyah membela sang anak. Ia menatap sang anak dan mengangguk kepada anaknya, bahwa tidak akan terjadi apa-apa.
Melihat anggukan dari sang bunda membuat Nisa sedikit kuat dan memiliki harapan.
Ahmad melirik Aisyah yang sedang menangis, ia memandang perempuan itu dengan tajam, seolah sedang memperingati.
"Diam kamu. Jika kamu masih membela anak ini, maka besok aku akan memberikan surat cerai kepada mu," ancam Ahmad yang mampu membungkam mulut Aisyah.
"Pa Nisa minta maaf! Nisa di perkosa pa, tolong maafin Nisa," cicit Nisa pilu.
"Pa tolong maafin Nisa!" Pinta perempuan itu sekali lagi dan semakin mengeratkan pelukannya di kaki sang ayah.
"Bi tolong bawa barang-barangnya kemari!" Spontan pembantu yang dipanggil bibi tersebut menyerahakan barang-barang Nisa yang sudah ia kepak. " Nih!!! Cepat kamu angkat kaki dari rumah ini dan jangan pernah kembali lagi," usir sang ayah sambil melemparkan barang-barang milik perempuan itu tepat di depan wajahnya.
"Tapi, pa. Hiks hiks, Nisa bisa jelasin semuanya. Nisa nggak salah pa."
"Jangan pernah kau sebut aku lagi dengan papamu, karena aku tidak menganggap kamu anak ku lagi. Cepat kau pergi dari sini atau aku yang menyeret mu keluar."
Dengan berat hati Nisa memunguti barangnya dan berdiri. Ia menatap keluargnaya satu-persatu sebelum ia benar-benar meninggalkan rumah ini yang penuh dengan kenangan. Kemudian ia pergi dari sana bersama dengan anak yang di kandungnya.
Setelah kepergian Nisa, Aisyah beserta Alsya menatap nyalang Ahmad beserta Habib. Tatapan kebencian begitu jelas terlihat di mata kedua perempuan tersebut.
"Aku benci kamu mas," kata Aisyah lalu berlalu dari sana bersama Alsya.
__________
Tbc
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 133 Episodes
Comments
ir
seharusnya jangan di usir pak Ahmad, bawa aja keluar kota cariin guru home schooling
2025-01-23
0
devaloka
katanya ustad, tapi gak cari tau dulu cih apaan
2024-02-07
0
Praised94
terima kasih 👍👍👍👍👍👍👍👍👍👍
2023-11-26
0