Siang ini Afika sedang merapikan kopernya untuk keberangkatannya ke Indonesia nanti malam.
Perasaan nya tak menentu karna baru kali ini dia akan menginjakkan kakinya lagi di tanah air tercinta,rumahnya, dan tempat segala kenangan nya bersama Wildan.
Di balik senyum dan keceriaannya Afika memang belum melupakan Wildan, Entah karna cintanya memang masih ada atau karna dia belum menemukan jawaban mengapa Wildan meninggalkannya hari itu.
Ela masuk ke kamar Fika, Fika pun menoleh ke arah Ela yang baru saja membuka pintu.
"Fi.. Kenapa aku sedih yaa kamu mau pulang" Ela.
"Lebaaayy, minggu depan juga ketemu" Fika.
"Hehehe, sini gue bantuin" Ela iku melipat baju baju Fika yang sudah ia letakkan di atas tempat tidurnya.
Ela dan Fika selesai membereskan barang2 Fika. satu koper besar sudah terisi dan siap untuk Fika bawa malam nanti.
Aldo datang ke apartmen Fika, seperti biasa mereka memang sering sekali berkumpul meski untuk sekedar minum kopi atau makan bersama, persahabatan ketiganya sudah terjalin sejak kuliah bersama di negri orang ini.
Ketiganya sedang menyantap makan siang bersama.
"Steve nggak bisa ikut ke bandara fi, dia masih di luar kota, besok baru balik" Aldo.
"Iya tadi dia udah ngabarin gue kok Al" Fika.
"Fi.. " Ragu ragu Aldo memanggil Fika.
"Kenapa?" ngomong aja.
"Gimana kalau lo ketemu Wildan"
"Kekhawatiran kalian hanya tentang itu terus yaaa" Fika sambil tertawa.
"Kamu nggak berniat balikan sama dia kan fi?" Aldo berucap dengan sarkas.
"Yah nggak papa Al, biar bagaimanapun dia kami tetap keluarga, dan kapanpun itu kami pasti akan bertemu" Jawab Fika dengan tenang. Dia benar benar pandai menyembunyikan hatinya sekarang.
"Jangan balikan sama dia fi, dia laki laki pengecut" Aldo kembali memperingati Fika.
Fika tak menyahuti dan tetap melanjutkan makan nya,
"Lo apa apaan sih Al, lo nggak bisa mengatur Fika. Kalau Wildan dan Fika berjodoh lo mau apa..!!!" Ela menjawab Aldo dengan sedikit emosi.
"Dia nggak pantes dapet maaf sekalipun dari Fika, Lo jangan lupa el.. Dia yang udah"
"Al...!!! Udah, gue nggak mau bahas ini" Fika mengultimatum perdebatan Ela dan Aldo.
Keduanya pun diam, dan melanjutkan makan.
***
Kini Fika duduk di kursi pesawat, Fika di antar Ela dan Aldo ke Bandara. setelah drama perdebatan tadi siang ketiganya pun kembali ceria dan mengantarkan sahabatnya untuk sejenak pergi dari kesibukan, menghabiskan waktu bersama keluarga.
Perasaan Fika memang tak pernah berubah untuk Wildan, Perasaan marah dan kecewanya pun telah hilang.
Namun Fika tak menemukan apa nama untuk rasa yang kini tersisa di hatinya untuk Wildan.
Mata Fika terpejam, merasakan gemuruh perasaan yang membuncah di dalam hati mengingat dia,
Afika pov
Hari ini aku memberanikan diri dan menguatkan hatiku untuk kembali pada tempat yang membuatku hancur.
Jujur aku merindukannya lebih dari aku membencinya.
Duduk di pesawat ini membuat kenangan tentang dia menari di pelupuk mataku..
Bukan saat dia menyakitiku, Bukan saat dia menghancurkan hatiku di hari pernikahan kami,
Tapi yang kuingat adalah saat saat membahagiakan dan cintanya yang begitu besar, tingkah konyolnya, sikap posesif dan pencemburunya yang selalu menyentuh hatiku.
Mas.. aku benar benar rindu...
Akankah mas Wildan masih mengingatku?
Apakah dia sudah melupakan cinta kita?
Bagaimana jika dia sudah memiliki seseorang yang menggantikan aku di hatinya?
Sanggupkah aku untuk melihatnya?.
*
Kini tibalah Fika di Bandara Soekarno Hatta.
Tidak ada yang menjemput Fika.
Fika memang memajukan jadwal kepulangannya dua hari dari yang di rencanakan, karna ingin memberikan kejutan pada keluarganya.
"Tidak terlalu banyak yang berubah, semuanya masih sama" batin Fika sembari melihat suasana bandara yang lumayan ramai.
Fika memakai kaos pendek berwarna putih, dan celana jeans hitam menggunakan sepatu putih, rambutnya terurai berwarna coklat.
Penampilan Fika sedikit berbeda dengan rambut yang berwarna coklat gelap.
menarik koper dan tas nya bersamaan. Fika berjalan keluar, pikirannya kembali sendu.
Dulu setiap dia pulang dari Paris selalu ada pria itu yang menunggunya, menyambut dan memeluknya dengan kerinduan.
Fika melambaikan tangannya pada taksi yang melintas. dan segera menduduki kursi penumpang . Ia sudah sangat tak sabar melihat ekspresi mama nya saat melihat dirinya tiba tiba datang kerumah.
* Hari sudah mulai sore.
Di kediaman Reyhan, Rani dan Alin sedang memasak bersama.
Alin mengundang Rani dan Gunawan untuk makan malam bersama di rumah mereka.
Rani pun datang kerumah Alin sejak sore karna dia ingin membantu Alin memasak.
"Ohya Mbak, Fika pulang besok" Rani menceritakan kebahagiaannya pada Alin tentang kedatangan putrinya itu.
"Ohya ran,,, aku kangen banget sama Fika ran" ucap Alin sendu.
"Katanya minggu depan, kok besok?"
tanya Alin pada Rani sambil mengaduk sup yang mendidih di atas kompor.
"Aku yang maksa mbak, aku bilang butuh dia buat siapin acara aku bilang papa nya lagi nggak enak badan, trik itu ternyata mempan mbak. Jadi dia memajukan jadwal kepulangannya mbak" Rani sangat antusias menceritakan itu, sampai sampai dia menghentikan pekerjaan nya yang sedari tadi sedang sibuk mencuci buah.
Rani menghadap Alin.
"Mbak Alin kenapa kok jadi sedih ?" Rani memperhatikan wajah Alin yang berubah menjadi sendu.
"Fika masih mau nggak ya ran ketemu aku?" Alin tiba tiba mengungkapkan kegundahan hatinya selama ini.
"Kenapa ngomong kayak gitu sih mbak?" Rani mengerutkan keningnya mendengar penuturan Alin.
"Aku takut dia nggak mau ketemu sama kluargaku lagi Ran setelah kejadian itu" Alin mematikan kompor dan menatap wajah Alin.
Bi Ina yang sedari tadi berada di dapur pun segera melangkah keluar dan mencari pekerjaan lain mendengar pembicaraan majikannya mulai terdengar serius.
Rani merasa heran dengan pemikiran Alin.
"Mbak, Bagaimana mungkin Fika begitu. dia sangat menyayangi mbak Alin . Dia benar benar menganggap mbak Alin maminya, dia menyayangi mbak seperti saya mbak" Rani.
"Benarkah Ran,, tapi Wildan sudah..."
"Mbak... Biarlah itu menjadi urusan mereka, kita tidak bisa memaksakan mereka kalau mereka memang tidak mau bersama" Rani.
"Aku rasa Wildan lah yang salah disini Ran, Sebagai perempuan aku bisa melihat dan merasakan kepedihan di hati Fika hari itu" Alin mengingat hari saat Fika kembali dari apartmen Wildan di hari pernikahan.
Rani menghela nafasnya, dia dan Alin ternyata sepemikiran. meski Fika tak pernah menyalahkan Wildan di depan keluarga. mereka tau Wildan lah yang meninggalkan Fika.
"Aku sebenarnya benar benar malu Ran, menghadapi keluarga kamu, Karna putraku tlah mempermalukan putri kalian dan membuatnya pergi begitu jauh bahkan enggan untuk kembali." Alin menitihkan air mata.
"Mbak jangan berkata begitu, kita adalah keluarga. yang terjadi dengan Fika dan Wildan tidak akan membuat goresan apapun dengan hubungan kita. Apa yang terjadi dengan mereka kita sama sama tidak tau, mbak jangan menyalahkan Wildan dulu, Kita pun melihat bagaimana keadaan Wildan 3 tahun ini" Rani.
Alin smakin menangis,
"Bagaimana jika Fika membenci kluargaku ran?"
"Aku percaya pada putri kita mbak, Kita sudah mendidiknya dengan baik dia tidak akan mengecewakan kita" Rani memeluk Alin.
keduanya menangis.
Alin begitu legah karna sudah mengungkapkan kegelisahannya selama ini, bayang bayang dirinya akan bertemu dengan Fika sangat membuatnya takut.
takut Fika membencinya dan keluarganya.
Tiba tiba keduanya di kejutkan oleh kedatangan Wildan yang masuk ke dapur. Wildan baru saja pulang dari kantor, Alin menyuruhnya untuk pulang cepat karna ingin makan malam bersama dengan keluarga Gunawan.
"Sayang, kamu udah pulang" Alin melepaskan pelukannya dengan Rani, segera menghapus air matanya. begitupun dengan Rani segera menghapus air matanya dan membalik kan badannya ke arah Wildan.
Wildan menautkan kedua alisnya melihat Mami nya dan Rani menangis sambil saling berpelukan.
"Iya mi,"
Wildan mencium punggung tangan maminya. kemudian beralih ke tangan Rani.
"Kamu makin ganteng aja yah Wil,," Rani mulai menyapa Wildan seperti biasanya.
"Apalagi kalau sering senyum, pasti makin nambah deh kegantengannya" Rani.
Wildan hanya diam dan bermuka datar datar saja, dan melanjutkan niatnya untuk mengambil air di kulkas.
"Senyuman dia udah dia gadai in mbak ke tumpukan kertas di meja kerjanya itu" Alin pun mulai menjawab Rani yang sedari tadi menggoda Wildan.
"Wildan naik dulu tante," Wildan pun segera keluar dari dapur dan menuju kamarnya.
"Iya " Rani tersenyum.
"Wildan juga tidak bahagia dengan perpisahan nya dengan Fika, semua bisa melihat itu" batin Rani.
***
Fika sudah sampai di depan rumahnya.
disambut dengan Pak Ali, satpam yang sudah belasan tahun bekerja dengan keluarganya.
"Non Fikaaa..." Pak Ali membuka gerbang segera setelah melihat Fika keluar dari taksi.
"Selamat sore pak Ali gimana kabarnya" Fika menyapa Ali dengan ramah,
"Sehat non alhamdulillah, sini non biar saya yang bawa" dengan sigap Ali menyaut koper di tangan Fika.
"Makasih ya pak, mama ada kan pak?"
"Nyonya sedang keluar non, kerumah nyonya Alin"
jawab Ali.
Keduanya berjalan beriringan.
"Oh ya..?? jadi di rumah nggak ada orang pak?"
"Iya non nggak ada, soalnya Mbak Nisa juga masih di Bandung di rumah Eyang non" Jawab Aji sambil membuka kan pintu rumah.
"Yasudah makasih ya pak, Fika bersih bersih dulu deh sambil nungguin mama sama papa pulang" Fika.
"Iya non" Ali pun segera menaruh koper di kamar Fika dan kembali ke depan.
Fika memutuskan untuk mandi dulu, sholat ashar dan menunggu kedua orang tuanya pulang.
**Jangan lupa dukungannya terus yaaaaa...
like komen and vote dengan poin kalian..
makasiiihh .. biar akunya makin smangattt nulis.😍😍😍**
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 152 Episodes
Comments
Alfin
lanjuuut teruus..
2021-01-19
1
Endah Saraswati
duuh...dr pertama lum bisa berhenti nge like nih..
sukses sll..😊
salam hangat dr " DIA "
2021-01-04
2
Siti Julaeha Julai
lanjut thorr
2021-01-02
1