Mata Aira membola sempurna, mengapa Aiman yang dulunya sangat lembut memperlakukannya berubah jadi monster yang selalu menganiayanya, padahal selama ini Aiman tidak pernah melakukannya.
"Lepasin Aiman, ini sakit". Ringisnya ketika rambutnya ditarik keras.
"Jangan coba-coba berbuat nekat Aira, aku bisa berbuat lebih kasar dan sadis jika kau berani melakukan hal itu". Tatapan Aiman kini berubah gelap.
Inilah penyakit Aiman yang tidak diketahui Aira, dulu saat dirinya ditinggalkan Aira, Aiman menderita penyakit gangguan mental, dia akan mudah marah dan tersinggung jika ada yang menghina dan merendahkannya, jika dia marah maka inilah yang terjadi, sedangkan saat bersama Ayu dia tidak pernah dihina apalagi direndahkan itu sebabnya dia tidak pernah berlaku kasar.
"Ini sakit Aiman, lepaskan, aku akan melaporkan mulai kepolisi jika terus melakukan KDRT padaku". Aira meronta melepaskan tarikan pada rambutnya tapi tidak bisa.
"Jika kau masih mengulanginya, aku bisa lebih kasar lagi padamu, kau mengerti". Hardik Aiman mendorong kepala Aira dengan keras.
Beruntung Aira tidak jatuh, entah apa yang terjadi pada kandungannya jika dia terjatuh.
"Sekarang pergi ke dapur, masak makan malam, Dan rapikan rumah ini, kau dengar". Hardiknya lagi kemudian berjalan meninggalkan Aira yang menatapnya penuh kebencian.
"Sialan kau Aiman, aku pasti membalas mu setelah anak ini lahir, lihat saja, jika bukan karena hamil duluan dan ayahnya anak ini pengangguran tidak jelas, aku tidak sudi bersamamu". Sungut Aira dengan kesal.
Dia segera menuju dapur untuk memasak makan malam, di kulkas memang sangat karena Aiman selalu datang makan siang setelah mereka kembali bersama, itu sebabnya di kulkasnya tidak pernah kosong apalagi memang 2 hari lalu Aiman membawanya belanja bulanan dan pekanan jadilah kulkas 4 pintu itu penuh.
Sedangkan Aiman langsung menuju kamar mandi untuk membersihkan diri, dia ingin menghilangkan panas di kepalanya agar dia bisa berpikir.
Dia melamun saat mandi, dia tidak menyangka hidupnya yang dulu tenang dan damai serta berkelimpahan materi kini jadi sangat susah dan sengsara.
"Bagaimana ini, baru sehari aku menjalani hidup bersama Aira sudah seperti ini". Ucapnya menyesal dalam hati.
Dia keluar dari kamar mandi setelah berpakaian menuju ruang makan dan dia bisa melihat Aira tengah menata makanan dengan wajah masam.
"Makanlah". Ucap Aira dengan singkat.
Tidak ada lagi sikap hangat apalagi bermanja seperti sebelumnya, yang ada wajah masam dan tidak bersahabat. Aiman tidak peduli, jika bukan anak di kandungan Aira, dia sudah membuangnya.
"Coba seperti ini, aku tidak akan membuatmu terluka seperti tadi, suami pulang itu rumahnya bersih, rapi, dan makanan ada, ini pulang bikin pusing aja". Ucap Aiman menatap Aira dengan tajam.
"Mmm". Aira hanya berdehem menanggapi celotehan Aiman yang membuatnya kesal.
Aiman tidak mau ambil pusing, dia hanya makan tanpa banyak bertanya lagi, daripada dia kembali emosi.
"Kalau tidak sanggup sewa pembantu, Bantu aku merapikan rumah dan cuci baju serta piring, perutku sudah besar, aku tidak mungkin melakukannya sendirian, nanti anakmu kenapa-kenapa di perutku, kau sudah dengar dokter katakan kemaren bukan". Ucap Aira tenang sambil tetap menyantap makanannya.
Aiman mengepakkan tangannya mulai tersulut emosi, tapi perkataan Aira benar, dia tidak bisa kelelahan karena hamil besar .
"Baiklah, tunggu usahaku berjalan lancar, aku akan menyewa pembantu untuk mengurus rumah jadi kamu tak punya alasan lagi untuk tidak masak, dan sebelum pembantunya ada tenang saja aku akan membantumu sebisaku". Ucap Aiman melembut.
"Mm, atur saja, nanti pekan depan lihat isi kulkas agar bisa belanja mingguan seperti biasa". Ucap Aira tanpa mengalihkan pandangan nya dari makanannya.
"Baiklah, maafkan aku jika aku kasar padamu, berikan aku waktu untuk kembali seperti dulu, aku sedang banyak pikiran jangan melawan apapun yang kukatakan, bisa kan?? Aiman menatap Aira lembut.
"Terserah padamu, atur saja". Ucap Aira dengan acuh dan tidak peduli.
Aiman menarik nafasnya untuk mengontrol emosinya yang mulai tersulut, Aira tidak salah, selama ini dia selalu bergelimang harta jadi ketika sudah seperti ini wajar jika dia bingung, dia berusaha meyakinkan dirinya.
Setelah makan Aiman bergegas membantu Aira mengurus rumah, dia menyapu dan mengepel sedangkan Aira mencuci pakaian mereka setelah itu mencuci piring bekas makan mereka.
Setelah menyapu dan mengepel rumah mewah itu Aiman kekalahan dan menyandarkan tubuhnya pada Sofa.
"Pantasan Aira marah dan mengomel, pekerjaan rumah memang berat ternyata apalagi dia sedang hamil". Monolognya pada dirinya sendiri.
"Mau kemana?? Tanya Aiman begitu Aira melintas di hadapannya tanpa memperdulikan dirinya.
"Aku mau istirahat". Ucap Aira menuju kamarnya tanpa memandang Aiman sama sekali.
Aiman hanya bisa menghela nafas berat, dia selalu memandang Aira dengan Ayu yang selama ini sangat penurut dan baik kepadanya. Tapi sekarang dia harus muali membiasakan diri, dia tidak tahu bagaimana keadaan rumah tangganya dengan Ayu karena sampai saat ini Ayu tak pernah menghubunginya, ego nya menghalanginya untuk memulai lebih dulu.
"Bagaimana keadaan Ayu yah, kok dia tidak pernah menghubungiku". Ucapnya dengan pelan.
Semarah apapun Ayu padanya, dia selalu meminta maaf duluan. Dia tidak pernah membiarkan maslaah berlarut-larut, kini jangan kan meneleponnya, dia tak ada kabar sama sekali, apalagi keluarganya juga tidak mencarinya.
"Bagaimana keadaan mereka semua, apa mereka benar membuang ku". Ucap Aiman mengacak rambutnya.
Dia mendesah kasar karena pusing dikepalanya, dia bangkit dan berjalan menuju kamarnya untuk istirahat. Saat dikamar dia bisa melihat Aira tidur memunggunginya.
Keesokan harinya Aiman kembali ke rutinitasnya, dia membantu Aira mengurus rumah sebelum dia ke tempat usahanya. Dia membuka udara minimarket dan toko sembako serta bahan makanan.
"Kak Sultan, kak Sintia?? ". Ucapnya pelan saat melihat sang kakak ada dihadapannya".
Sultan hanya memandangnya datar tanpa berniat menyapanya, rasa kecewa dan rasa marahnya kembali terlihat begitu melihat adiknya ada dihadapannya.
"Bagaimana keadaanmu Aiman". Ucap Sintia dengan pelan.
"Aku baik kak, bagaimana dengan kalian?? Tanyanya dengan sendu.
" Hitung belanjaan kami, tidak usah basa-basi ". Sultan menjawabnya dengan ketus.
Aiman hanya mengangguk, matanya nampak berkaca-kaca, dia tidak pernah diperlakukan seperti ini oleh keluarganya, tapi hari ini dia merasa terbuang.
"Kak, jangan begitu". Sintia mengelus tangan sang suami untuk meredam emosinya.
"Tidak perlu berbasa-basi dengan orang yang tidak tahu terima kasih, sudahkan, berapa total nya". Sultan menatap tajam sang adik yang kini melihatnya sendu.
"1.200.000 kak kak". Ucap Aiman dengan suara bergetar menyerahkan belanjaan sang kakak.
"Ini uangnya pas", Sultan menyerahkannya kemudian berbalik meninggalkan sang adik yang kini menatap kepergiannya.
"Maafkan kakakmu dek, kamu baik-baik saja??, kamu kerja disini?? tanya Sintia lagi.
"Aku pemiliknya kak, bagaimana keadaan bunda dan juga Ayu?? Tanyanya dengan suara serak.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments