Mata Ridwan membola sempurna, dia seakan ditampar kenyataan keras, jika rumah yang dia tempati bisa saja diambil oleh Shofiyah karena dia memiliki surat kuasa itu, apalagi kini Almira sudah menikah dan itu akan menjadi haknya sesuai dengan keputusan pengadilan.
"Kenapa, kau baru ingat, jika bukan karena permintaan Almira membiarkan kau tinggal disana, aku akan mengusir kalian seperti gembel, jadi jangan pernah berbuat macam-macam pada menantuku, atau kau akan lihat betapa gilanya aku ".
"Kau tidak akan mengusir kami kan Almira, aku ayahmu nak". Ucap Ridwan melembut.
Dia tidak mau diusir dari rumah mewah milik istrinya dulu, dia akan tinggal dimana jika terusir. Dia harus bisa membujuk anaknya itu.
Melihat ketakutan Ridwan, Shofiyah tersenyum sinis, dia sangat tahu jika Ridwan ketakutan.
"Aku masih menganggap ayah sebagai orangtua walau ayah selalu memperlakukan aku dengan sangat tidak manusiawi, aku anak ayah tapi kenapa ayah begitu membela mereka padahal Tania bukan anak kandung ayah". Mira menatap ayahnya dengan mata berkaca-kaca.
" Nak ayah". Tatapan Ridwan tiba-tiba sendu, dia bukan tidak ingat bagaimana penderitaan sang anak.
"Andai bukan keinginan ibu untuk menghormati dan menyayangi ayah, aku tidak akan pernah ingin melihat mu ayah, aku punya orangtua tapi seperti yatim piatu, aku harus mencari biaya makan dan sekolahku sendiri, sedangkan orang yang harusnya membiayai ku malah membesarkan anak yang bukan anaknya. Apa kurangnya aku jadi anakmu ayah, apa kurangnya Aku". Teriak Almira dengan kesakitan.
Dia memegang dadanya yang terasa sakit, Dia merasa ini sangat tidak adil, dia anak kandung tapi malah di sia-siakan sedangkan anak tiri malah dimanja dan disayang.
"ayah ingin mobil untuk anak ayah, carilah sendiri ayah karena mulai sekarang dan seterusnya aku tak akan membantu ayah lagi, aku bukan sapi perah ayah, aku manusia". Almira meneteskan air matanya.
Shofiyah membuang wajahnya, dia menangis melihat tangisan menantunya, tidak jauh beda yang dirasakan kedua ipar Almira itu, mereka tidak menyangka kakak ipar tertuanya itu mengalami hal berat seperti ini, pantas saja mertuanya begitu menyayangi nya.
"Pergilah ayah, aku akan mengusir kalian dari rumah ibuku jika kalian selalu mengganggu ku dan memeras ku, aku sudah lelah selalu mengalah untukmu ayah, jangan buat aku melupakan janjiku pada ibu untuk menyayangimu, ingat ayah, ibu hanya bilang menyayangimu, bukan anak dan istrimu itu". Almira masuk kedalam rumah meninggalkan Ridwan menunduk ketakutan.
"Ingat Ridwan, aku adalah pemegang sertifikat itu, aku sudah membalikkan sertifikat itu atas nama Almira, kau tidak akan bisa menguasai rumah itu, aku akan bertindak jika kalian macam-macam dengan putriku".
"Suruh mereka bekerja supaya bisa beli mobil, dasar tidak tahu malu". Ucap Shofiyah mengajak Kedua menantunya itu masuk kedalam rumah dan mendorong Ridwan keluar dari rumah anaknya itu.
Sesampainya didalam, ketiganya menghampiri Almira dan memeluknya bersama-sama, diantara mereka memang hanya Almira yang anak tunggal dan memiliki ibu tiri sedangkan yang Sintia memiliki beberapa saudara dan memiliki orangtua lengkap walau tidak semua baik. Sedangkan Ayu memiliki orangtua Tiri seperti Almira tapi bukan anak tunggal.
"Tidak apa-apa nak, kami akan menjaga dan membela mu, kau tidak sendiri, kamu punya kami". Shofiyah mengelus kepala sang menantu dengan sayang.
"Terima kasih". Almira mengeratkan pelukannya dengan penuh rasa syukur karena dibalik semua penderitaan yang dia alami, dia malah diberi ipar dan mertua yang super hebat dan baik.
"Sama-sama kak, kita kan saudara". Sintia tersenyum.
"Benar tuh, aku bersyukur banget punya kakak, dan sintia menjadi saudara, kakak tahu kan bagaimana keluarga ku, mereka bahkan selalu berusaha mengatur ku bahkan setelah aku menikah, mereka selalu menuntut ini itu tanpa memikirkan bagaimana perasaanku". Ayu kini menatap mereka dengan sendu
"Kita sama saja Ayu, kau juga pasti tahu bagaimana keluargaku yang mata duitan, bagi mereka orang yang berhubungan dengan mereka, harus memberikan keuntungan, entah bagaimana caranya aku bisa melepaskan diri dari mereka". Sungut Sintia dengan kesal.
"Iya yah, bunda baru ingat kalau semua menantu bunda selalu bermasalah dengan keluarganya, kalian kompak banget sih". Canda Shofiyah menatap menantunya Itu dengan menggoda.
Rahayu dan Sintia menatap Shofiyah dengan tatapan tidak percaya, bagaimana bisa mertuanya ini menggoda mereka seperti itu padahal mereka sedang sedih.
"Bunda mah, orang serius juga, bunda malah bercandain kita". Kesal Rahayu, dia menatap sang mertua dengan wajah cemberut.
"Iya bunda suka banget menggoda kita". Sintia juga menatap Shofiyah dengan cemberut.
Sedangkan Almira kini berhenti menangis dan menatap mereka dengan senyuman geli, dia tahu bunda nya itu memang selalu menggoda kedua menantu manjanya itu, mereka memang sangat manja pada ibu mertuanya.
"Udah ah, tidak cocok wajah kalian itu, kalian sudah tua masih suka cemberut tidak jelas". Shofiyah semakin menggoda keduanya membuat mereka semakin cemberut.
"Bunda". Rengek keduanya.
Shofiyah dan Almira terkekeh gemas melihat keduanya yang semakin cemberut, mereka senang jika mereka melupakan masalah yang mendera mereka.
"Udah ah, tidak usah ingat mereka, awas saja kalau mereka memperlakukan menantu ku dengan jahat akan kubalas mereka lebih jahat". Shofiyah mengelus kepala ketiganya bergantian kemudian tersenyum lebar.
Mereka bertiga memandang Shofiyah dengan senyum haru, mertuanya ini memang jarang ada karena kebanyakan mertua akan menyakiti dan memperlakukan menantunya dengan tidak baik tapi mertuanya bahkan sangat menyayangi mereka dan tidak berat sebelah, dia selalu adil pada ketiga menantunya begitu juga ketiga cucunya itu.
"Udah yuk, liat tuh anak-anak kalian memperhatikan kita sampai tak berkedip". Ucap Shofiyah melepaskan menantunya kemudian menghampiri ketiga cucunya itu.
Ya diantara menantunya hanya Rahayu yang belum memiliki anak, padahal dia sudah 4 tahun menikah, tapi dirinya tak mempermasalahkan nya karena bagi Shofiyah, memiliki anak itu adalah urusan Tuhan bukan urusan kita manusia.
"Ululu cucu nenek, kenapa wajah kalian seperti itu". Ucapnya berjongkok berhadapan dengan ketiganya.
"Kami mau main sama nenek, sejak tadi nenek sama ibu kami". Cemberut mereka bersamaan.
"Ya sudah maafin nenek yah, kita main yuk, kita keruang bermain aja, kita cuekin aja ibu-ibu kalian". Ajak Shofiyah kepada ketiganya.
Mereka tersenyum senang karena sang nenek menemani mereka bermain, sejak mereka kecil jika bertemu dengan sang nenek pasti mereka akan menempel tanpa memperdulikan orangtua mereka. Sedangkan para ibu hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah anak-anak nya yang lebih menyayangi sang nenek.
"Oh iya Ayu, aku ingin bicara sama kamu, tapi kamu jangan terkejut yah, kita harus menyelidiki nya terlebih dahulu, kamu tidak apa-apa?? Tanya Almira dengan berat.
"Ada apa sih kak, kok sepertinya serius sekali, kakak buat aku cemas".
"Coba liat ini, tadi kakak ke restoran untuk membeli makanan tapi aku melihat ini dan memotret dan membuat videonya, kamu tidak apa?? Almira memperlihatkan video dan foto itu kepada Ayu dengan wajah sendu.
"Kak ini?? Mata Ayu berkaca-kaca melihat apa yang dia lihat
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments