Shofiyah menunduk mendengar perkataan sang menantu, dia tahu menantunya sangat terluka dengan perkataannya.
"Bunda tidak memintamu bertahan saja menunggunya nak, kamu bebas melakukan apapun yang kamu inginkan". Shofiyah mengelus kepala Ayu dengan sayang.
"Tapi aku sangat mencintainya bunda". Ayu merasakan dilema yang sangat berat dia rasakan saat ini.
"Itu terserah padamu nak, bunda akan mengikuti apapun keinginanmu, hanya saja berpikirlah lebih dahulu, berlibur atau lakukan apapun untuk melupakan sejenak pikiranmu pada suamimu, kamu bisa memulainya kapan saja kamu mau nak".
"Apa itu tidak apa bunda??, aku hanya khawatir bagaimana tanggapan orang, biar bagaimanapun aku adalah seorang istri, harusnya jika pergi berlibur harus bersama suaminya atau keluarganya". Ucap Ayu dengan sendu.
"Tidak usah pikirkan apa yang dikatakan orang padamu nak, kamu kan tidak minta makan sama mereka, tidak minta uang juga, ngapain mereka kepo banget urusin hidupmu, kayak mereka hidupnya benar saja". Kesal Shofiyah memandang semua anaknya
Mereka tertawa pelan mendengar gerutuan Shofiyah barusan, mereka hanya menggeleng kan kepalanya menanggapinya.
"Benar dikatakan bunda dek, tidak usah berpaku pada perkataan orang, toh kita makan dan hidup hasil keringat kita, tidak usah pikirkan mereka, mereka hanya tau berkomentar dan sok tahu". Sultan ikut menimpali celotehan sang ibu.
"Iya sih benar juga, ya sudah bagaimana kalau kita liburan bareng saja, aku traktir deh". Ajak Ayu kepada mereka semua.
"Boleh juga lusa kan anak-anak mulai liburan sekolah, kita liburan bersama saja, patungan saja bagaimana, untuk Ayu gratis gimana?? Almira menatap mereka semua.
"Kaka Mira mah, aku bilang traktir kok malah patungan sih, apalagi aku malah di gratisin?? ". Sungut Ayu tidak terima.
"Kamu sudah banyak membantu kami Ayu, saatnya kita patungan tidak boleh, uangmu ke laut berlebihan mulai sekarang, lagian kami semua bisa seperti ini juga berkat bantuanmu, tidak ada salahnya jika kami yang traktir, jangan menolak dan protes oke? Almira mengulum senyumnya melihat wajah Ayu yang berengngut.
"Tapi". Ucapan Ayu terpotong oleh Sintia.
"Tidak boleh protes, oke". Sintia ikut membungkam mulut Ayu yang mau protes.
"Benar yang dikatakan kakak kamu nak, kamu jangan protes, tenang saja, kamu bunda traktir kan bunda juga punya uang". Shofiyah menaik-turunkan alisnya menggoda menantunya itu.
"Benar dek, kali ini biar kami semua patungan menanggungnya jadi kakak bisa tenang dan duduk manis saja, ok". Shifa tersenyum lembut.
"Baiklah-baiklah". Pasrah Ayu kepada mereka.
Mereka semua mengembangkan senyumnya karena Ayu sudah setuju, mereka melihat Shofiyah dengan penuh harap, mereka akan menyampaikan sesuatu yang penting untuk Ayu.
"Nak bunda boleh bicara tentang Aiman tidak?? Tanya Shofiyah dengan hati-hati.
"Aku sudah tahu bunda, tidak perlu bunda beritahu apa yang dia lakukan, tidak apa-apa bunda, aku bersyukur masih memiliki kalian ditengah semua permasalahanku". Ayu tersenyum tikus dan mengeluarkan tangan Shofiyah pada tangannya.
" Ya sudah, lusa kita pergi liburannya kemana?? Tanya Shofiyah mengalihkan pembicaraan agar Ayu tidak khawatir dan sedih.
"Gimana kalau kita ke puncak aja, kebetulan kan, disana Sintia dan mas Sultan punya usaha Villa jadi bagaimana menurut kalian, kita tidak perlu sewa tempat apalagi disana semuanya lengkap".
"Ide bagus kak, kita hanya perlu bawah bahan makanan dari rumah, dan pakaian saja". Shifa berucap dengan penuh antusias.
" Betul juga, aku akan bawah bahan bumbu, dan ayamnya serta bagian dagingnya". Sintia menatap mereka dengan penuh antusias.
"Aku akan bawah sayuran dan buah-buahan". Almira juga mengucapkannya dengan tak kalah antusias.
"Aku akan bawah cemilan, untuk kita semua dan para keponakan". Shifa mengelus kepala keponakannya dengan sayang.
"Asyik liburan kita pasti seru". Girang para bocah mendengar pembicaraan keluarga besar mereka.
Ayu tersenyum Haru melihat mereka semua berusaha menghiburnya dengan mengajak liburan dirinya yang tengah di rundung masalah.
" Tidak apa-apa tenang saja, jangan khawatir ". Shofiyah mengelus kepala menantunya itu.
Sedangkan Di kediaman Aiman, kini kembali terjadi pertengkaran, rumah yang dulunya nyaman dia tinggali setelah dari rumah Ayu kini serasa neraka. tidak ada hari dan jam tanpa pertengkaran karena masalah uang.
Dulu saat dia bersama Ayu, dia bisa memanjakan Aira karena Ayu memiliki segalanya tapi sekarang dia harus bertahan dengan uang yang ada dan harus memulai segalanya dari nol.
"Dimana perhiasan ku Aiman, kenapa harus menjualnya". Kesal Aira begitu Aiman tiba di rumahnya.
"Bisa tidak sih Aira jika suami pulang itu disambut dengan baik, ini malah pertanyaan yang sudah kamu ketahui jawabannya". Kesal Aiman.
Kini dia mulai membandingkan Aira dan Ayu dalam hal pelayanan suami, dulu saat bersama Ayu, dia disambut dengan manis, dibuatkan makanan, rumah rapi dan Ayu juga cantik saat menyambutnya sedangkan Aira, rumah berantakan, makanan tidak ada, masalah disambut wajah masam dan pembahasan uang.
"Kamu pikir aku pembantu, kau tidak lihat perutku besar begini mau kamu suruh mengurus rumah". Kesal Aira menatap tajam Aiman.
"Setidaknya siapkan aku makanan Aira, aku ini bekerja diluar untuk mencari kan kamu uang, tapi kenapa hanya makanan saja tidak ada". Aiman kini mengeluh melihat meja makan yang kosong.
"Tidak ada, enak saja". Sungut Aira dengan wajah masam.
"Dulu kamu selalu menyediakan ku makanan saat aku kesini, kamu masak dan menghidangkannya, serta menyambut ku dengan baik walau kamu hamil sekalipun, tapi sekarang kamu seperti ini, apa memang sifat aslimu seperti ini". Aiman sungguh kecewa mengingatnya.
"Ya itu dulu saat kau punya uang banyak, jika bukan karena anak ini, aku mah ogah sama kamu lagi, kamu sekarang tidak punya apapun, pekerjaan mentereng dan gaji besar pun sudah tak ada, apa coba yang mau dibanggain darimu". Ejek Aira tidak peduli dengan rasa kecewa Aiman.
Aiman mengenalkan tangannya tidak terima dengan perkataan Aira yang sangat merendahkannya, dulu bersama Ayu, dia tidak pernah direndahkan sekalipun dia memiliki penyakit mental dan pengangguran.
"Kalau begitu pergilah Aira dari rumahku, kamu bisa bawah bayi itu pergi dari sini jika kau tak mau merubah sikapmu, aku juga tidak sudi menerima mu dengan anakmu itu". Wajah Aiman merah padam menahan gejolak emosi.
"Baiklah jangan salahkan aku jika aku menggugurkan anak ini, aku tahu selama ini kau sangat menginginkan bayi tapi saat bersama Ayu kamu belum mendapatkan nya jadi terserah". Ancam Aira kemudian berlalu dari hadapan Aiman.
Aiman meraup wajahnya dengan kasar, dia memang sangat menginginkan anak, apa jadinya jika Aira benar-benar mengugurkan calon anaknya yang selama ini dia begitu nantikan.
"Jangan membuatku kalap Aira, anak itu tidak berdosa, jangan macam-macam kamu". Aiman menarik rambut Aira dengan kasar dan melotot tajam.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments