Dion pulang kerja sedikit larut malam, karena memang sedang banyak kerjaan yang harus dia tangani di akhir tahun ini.
Dion melangkah dengan gontai menuju kamarnya, ada perasaan hampa yang Dion rasakan saat ini, biasanya sang istri menyambutnya pulang kerja, selarut apa pun Dion pulang, pasti Arumi akan menunggunya dengan senyum manisnya, namun sudah bebarapa hari ini, tidak ada Arumi lakukan, Dion pulang pasti mendapati sang istri sudah tidur nyenyak, pagi pun begitu, tidak ada lagi suara lembut sang istri membangunkannya.
Cek lek...
Dion masuk ke dalam kamar, dengan keadaan kamar yang sudah temaran, karena sang istri sudah pulas dalam tidurnya.
Dion memandangi sang istri dengan perasaan tak menentu, ada banyak rasa sesal di datanya tapi dia tidak tau cara untuk meluluhkan hati wanita itu.
Dion melangkah mendekati tempat tidur, dan duduk di sisi sang istri yang sudah tidur pulas itu, Dion memandangi wajah cantik istrinya itu, wanita yang sudah tiga tahun dia nikahi, wanita yang sangat dia cintai, tanpa sadar dia melukai wanita itu karena sikapnya, membuat wanita cantik itu berubah.
"Maaf." bisik Dion mencium dahi sang istri sangat dalam.
"Apa yang harus mas lakukan, agar kamu kembali seperti dulu lagi, mas tersiksa melihat kamu seperti ini." bisik Dion mengusap sayang kepala Arumi.
Puas memandangi istrinya itu, dan puas meluapkan apa yang ada di hatinya, Dion bangkit menuju kamar mandi, untuk membersihkan tubuhnya.
Arumi lansung membuka matanya, air mata meleleh di pipi Arumi, ada rasa bersalah bersarang di hatinya, telah memperlakukan suaminya seperti itu, dia tau semua yang di lakukannya itu dosa, tapi rasa sakit di hatinya membuat dia seperti ini.
Setelah Dion masuk ke kamar mandi, ponsel Dion berbunyi dengan nyaringnya, awalnya Arumi abai saja, namun lama kelamaan di merasa terusik, siapa yang malam malam menelpon suaminya itu.
Akhirnya Arumi bangkit dari tidurnya, mengambil ponsel sang suami, melihat siapa yang menelpon suaminya tengah malam ini, walau belum di nyatakan terlalu malam di ibu kota pukul 10 malam, tapi tetap saja itu sudah tidak etis, sepenting apa orang itu menelpon semalam ini.
"Diana" gumam Arumi, menahan kesal, dia meletakan kembali ponsel sang suami, Arumi kembali ke atas pembaringannya, dia akan melihat apa reaksi sang suami dengan telpon Diana itu.
Tak lama Dion keluar dari dalam kamar mandi, Arumi kembali pura pura tidur.
Setelah memakai pakaiannya ponsel Dion yang tadi sudah diam, kembali berbunyi, Dion mengambil ponselnya itu.
"Hallo... Ada apa Di? " tanya Dion tanpa basa basi.
......
"Ini sudah malam, gue nggak bisa." ucap Dion.
.....
"Tapi istri gue sudah tidur." jawab Dion lagi.
......
"Hhmmmm... Baiklah." jawab Dion pada akhirnya.
Arumi yang mendengar jawaban sang suami, tanpa sadar meremas selimut yang dia pakai.
Dion kembali masuk kedalam ruang ganti, untuk mengganti pakaiannya.
Sungguh hati Arumi bergemuruh melihat itu.
"Baiklah mas, saatnya kamu harus memilih, kamu memilih menemui perempuan itu, aku mengalah, mas, aku benar benar mundur, ternyata rasa bersalahmu itu hanya kebohongan belaka, penyesalan mu itu tidak ada artinya." gumam Arumi miris.
Cek lek...
"Rum... " kaget Dion melihat sang istri sudah duduk di pinggir tempat tidur.
Arumi hanya menatap datar kearah Dion.
"Mau kemana mas, ini sudah larut malam? " tanya Arumi berusaha meredam gejolak di dadanya.
"Oh... Itu." Dion bingung mau jujur atau berbohong kepada Arumi, karena dia tau Arumi akan marah klau tau dia akan pergi menemui Diana
Arumi tau suaminya ingin berbohong, hanya bisa tersenyum miris, ini tidak bisa di biarkan, sekali berbohong, dia akan menciptakan kebohongan lainnya, dan hubungan mereka makin tidak sehat, apa lagi si perempuan gatel itu selalu mencari perhatian dari sang suami.
"Kok, diam." tanya Arumi.
"Ah... Itu, tadi ada rekan mas telpon, katanya ada sedikit masalah sama proyek yang kami kerjakan." ucap Dion pada akhirnya.
Arumi mengangguk angguk tanda mengerti.
"Mas keluar sebentar ya, mas janji akan cepat pulang." izin Dion menatap sang istri.
"Apa tidak bisa di selesaikan besok siang saja? " tanya Arumi.
"Tidak bisa, sayang." ujar Dion.
"Oh..." sahut Arumi.
"Mas pergi ya.? " ucap Dion lagi.
"Klau aku melarang, mas akan tetap pergi? " tanya Arumi lagi.
"Hanya sebentar sayang, mas tidak akan lama." ucap Dion mulai dengan raut tidak enak.
Arumi kembali mengangguk, sudah tau langkah apa yang harus dia ambil.
"Pergi lah." ucap Arumi menahan sesak, ternyata dirinya bukan lah prioritas untuk suaminya, demi wanita lain suaminya berani berbohong kepadanya, lalu... Untuk apa lagi dia bertahan, sudah saatnya dia menyerah, dan pergi menjauh, tidak ada gunanya untuk bertahan dengan laki laki yang mengaku mencintainya, tapi masih bisa memprioritaskan wanita lain, lebih baik dia pergi bukan, biarkan laki laki itu bahagia dengan wanita yang bisa membuat dia tertawa dan bercanda ria itu, dia akan menyongsong masa depannya yang sempat terhenti.
"Kamu tidak apa apakan, mas janji akan pulang cepat." ucap Dion.
"Tidak apa apa, dia lebih penting dari pada istri mu kan, jadi pergilah." ucap Arumi tersenyum masam.
Deg....
"Apa maksud kamu? " kaget Dion, apa Arumi tau siapa yang ingin dia temui.
"Ahhh... Maksud aku, pekerjaan lebih penting dari aku." ujar Arumi lagi.
Dia kembali membaringkan tubuhnya.
"Tentu saja, ini juga demi masa depan kita. " ujar Dion.
"Hmm... Pergi aja." usir Arumi sudah menutup mata.
"Arumi, jangan gini dong, suami mau berangkat tapi kamu malah merajuk." ujar Dion kehilangan kesabarannya.
Arumi lansung terduduk dan menatap Dion dengan tatapan tajamnya.
"Aku salah lagi!, bukannya sudah aku bilang, pergilah." tajam Arumi menatap nyalang.
"Giman mas mau pergi klau kamunya begini." des*h Dion.
"Kamu ini aneh ya mas, aku larang kamu tetap ingin pergi, aku bilang pergi aja, juga salah lagi, mau kamu apa sih, pergi ya tinggal pergi, toh ucapan aku ini nggak penting buat kamu." marah Arumi bangkit dari tempat tidur, dan masuk ke kamar mandi, lalu membanting pintu kamar mandi dengan sedikit kencang.
Tentu saja membuat Dion terlonjak kaget.
"Astaga." gumam Dion.
Sementara di dalam kamar mandi sana, Arumi sengaja menyalakan air kran, air matanya menetes di pipinya, sakit di dadanya semakin menusuk.
"Kakek, maaf. Aku nggak bisa bertahan lagi, aku menyerah, aku ingin hidup bahagia kek." isak Arumi.
Tok...
Tok..
"Arumi... Mas berangkat ya." ujar Dion sedikit keras, karena Diana kembali menelponnya.
Arumi tidak mau menyahut, namun Dion tetap pergi meninggalkan sang istri, tanpa sadar kepergiannya itu akan membuat dia akan kehilangan sang istri untuk selamanya.
Bersambung....
Haii.... Jangan lupa like komen dan vote ya... 😘😘😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments
dika edsel
kok aku yg gk iklhas klo mereka berpisah..,tp disini dion juga salah..dan aku berharapnya mereka bisa bersama kembali entah 5,6,7,8,9,10thn kemudian..yg pnting jgn selamanya berpisah ya thor??
2025-03-20
2
Indah Darma Indah
lanjut.kamu bodoh Dion . mentingin wanita lain dari pada istri.udah berani berbohong. Coba kamu jujur gak mungkin istri mu semara itu . giliran istri pergi mau menyesal
2025-03-20
0
Noey Aprilia
Pergilh arumi....
suami mcm apa yg lbih mmntingkn prmpuan lain drpd istrinya sndri????
biarkn dia mnysal krna khilangnmu....
2025-03-20
0