Arumi sudah siap dengan koper yang memang sudah dia siapin beberapa hari yang lalu, dia tidak membawa banyak barang, hanya membawa berkas berkas penting miliknya, dan beberapa pakaian saja.
Sebelum pergi, Arumi menatap seluruh ruangan itu dengan perasaan campur aduk, tiga tahun dia menjadi pemilik kamar itu, mungkin setalah ini ada pemilik baru kamar itu, dan akan merubah isinya.
"Huufff.... Selamat tinggal mas, aku pergi, semoga setelah aku pergi, mas bisa bahagia dengan orang yang mas sukai, dan aku bukan beban hidup mas lagi." gumam Arumi meletakan selembar kertas, juga meletakan perhiasan yang pernah di belikan Dion untuknya, juga tak lupa dia meninggalkan kartu black card yang pernah Dion berikan kepadanya, dia tidak akan membawa apa yang bukan menjadi miliknya.
Arumi melirik jari manisnya yang masih melingkar cincin berlian di sana.
Arumi melepas cincin itu dengan perasaan campur aduk, bagaimana pun, dia sudah menjalani berumah tangga selama tiga tahun, wajar klau dia sedih, tapi untuk bertahan dia pun tak sanggup, klau suaminya belum bisa menerimanya dan dia bukan prioritas bagi suaminya, lebih baik dia pergi, di tambah lagi suaminya pun tadi mulai berbohong, dia tidak bisa terima itu.
"Selamat tinggal." gumam Arumi, lalu dia menarik kopernya dengan perlahan, sampai di depan pintu, sekali lagi Arumi menatap ke dalam kamar tidurnya itu, lalu melangkah dengan pasti.
Agar tidak menimbulkan suara, Arumi mengangkat kopernya dengan hati hati menuruni anak tangga.
Di luar rumah sudah ada satu buah mobil yang menunggunya, suatu keberuntungan bagi Arumi saat dia keluar pos jaga lagi tidak ada security.
"Makasih sudah jemput gue." ucap Arumi tersenyum tipis.
"Ngak apa apa kok, kan klau bersahabat memang saling bantu." kekeh Aldi.
Arumi hanya membalas dengan senyum tipisnya.
"Kita mau kemana? " tanya Arumi, ke rumah Lisa tidak mungkin, karena Lisa tinggal bersama orang tuanya.
"Loe yakin mau pergi keluar negeri? " tanya Aldi serius.
"Yakin." angguk Arumi mantap.
"Baiklah, klau gitu gue anter loe kebandara lansung, soalnya sepupu gue harus ke negara x malam ini." ujar Aldi.
"Apa tidak akan merepotkan saudara loe? " tanya Arumi sedikit ragu.
"Tidak, loe tenang aja, justru loe bisa lansung kerja dengan sepupu gue, dia butuh asisten untuk di sana, gue tau loe sangat pintar saat kuliah, jadi sekarang waktunya loe tunjukan kemampuan loe itu." ujar Aldi serius, namun tetap tersenyum tipis ke arah Arumi.
"Terimakasih Di, gue nggak tau harus bilang apa lagi sama loe, klau nggak ada loe, entah gimana nasib saat ini." ucap Arumi tulus.
"Ngomong apa sih, yang penting loe harus hidup sehat, dan selalu bahagia, lupakan yang menjadi beban pikiran loe." ujar Aldi.
Arumi hanya mengangguk pelan.
"Ya udah yuk... Turun, kita sudah sampai." ajak Aldi.
"Kok di sini Di? " tanya Arumi celingukan.
"Iya, kita lewat sana, biar tidak ke deteksi, di bagian sini sudah di retas oleh sepupu gue, lagian loe pergi pakai pesawat pribadi bukan biasa." ujar Aldi.
Arumi mengangguk, dan tersenyum lega.
Arumi dan Aldi berjalan beriringan memasuki sebuah pintu, di sana dia sudah di sambut oleh seseorang.
"Lama amat sih loe." omel wanita itu.
Aldi hanya memutar mata malas, kepada wanita itu.
"Rum, kenalkan, dia sepupu gue, namanya Ambar, dia yang akan membantu loe di sana nantinya." ujar Aldi memperkenalkan Arumi kepada Ambar.
"Haiii... Kenalin, aku Arumi." ucap Arumi tersenyum kikuk.
"Gue Ambar, gue sudah tau loe kok, jadi gimana? loe sudah siap untuk pergi? " tanya Ambar kepada Arumi dengan serius.
"Siap, sangat siap malah." sahut Arumi tanpa keraguan sedikit pun.
"Baiklah, klau begitu kita lansung berangkat, di sini tidak aman, takutnya nanti kita ketahuan." ujar Ambar.
Arumi mengangguk dan menatap ke arah Aldi.
"Makasih Di, tolong bilang sama Lisa, gue sudah pergi, nomor gue sudah gue non aktifkan dari tadi, takut dia mencari gue." ucap Arumi sendu.
"Loe tenang aja, nanti gue sampaikan sama Lisa, hati hati di negeri orang, suatu saat nanti kita pasti ketemu lagi." ujar Aldi pun menatap sendu kepada sahabat, sekaligus wanita yang dia sukai itu, namun apa daya, mereka memang tidak bisa bersatu, ada tembok besar yang menjadi penghalang di antara mereka.
Arumi melangkah dengan pasti menaiki sebuah jet pribadi milik Ambar.
"Selamat jalan sahabat, suatu saat nanti kita pasti bisa bertemu lagi, gue harap loe bisa hidup dengan baik di negeri orang, lupakan rasa sakit loe, dan semoga bertemu jodoh yang lebih baik lagi dan meratukan diri loe." Do'a Aldi dalam hati.
Sementara di tempat lain, Dion dari tadi perasaannya tidak enak hati, tapi dia sengaja menepisnya.
Dia sudah sampai di sebuah bar menemui Diana dan teman temannya.
"Ada apa sih loe menyuruh gue ke sini? " ujar Dion to the point.
"Nggak ada, hanya ingin ngajak kamu senang senang, sudah lama loh kita nggak kumpul kumpul." manja Diana menarik Dion duduk di sampingnya.
Dion hanya menarik nafas berat.
"Kamu kan tau klau aku sudah menikah, nggak mungkin lah aku harus sering sering ngumpul seperti ini, apa lagi Rumi nggak tau." ujar Dion lembut.
"Ihhh.. Sesekali aja kok, kenapa sih, sekarang kan aku lagi ulang tahun, masa kamu nggak mau merayakan hari ulang tahun ku, padahal semua teman sudah berkumpul loh." rajuk Diana.
"Huu... Baiklah, tapi aku nggak bisa lama lama ya, aku sudah janji akan pulang cepat sama Arumi." ujar Dion.
"Iiiihhh... Apa sih Ion, baru juga sampai, masa udah membahas pulang aja." kesal Diana.
Dion hanya terkekeh dan mengacak sayang rambut Diana, namun tidak di pungkiri, tubuhnya berada di bar itu, tapi pikirannya, melayang kepada sang istri, sungguh dia tidak tenang saat ini, sudah berbohong kepada sang istri.
Melihat Dion yang bengong, membuat kesempatan untuk Diana mencium pipi Dion dan menempelkan dadanya di bahu Dion dan salah satu temannya lansung memotret kejadian itu.
"Haiii... Apa apaan kamu Di! " pekik Dion kaget.
"Ehhh... Maaf maaf, aku nggak sengaja." ujar Diana berpura-pura bersalah, padahal di dalam hati sangat bahagia, karena sudah mendapatkan apa yang dia mau.
Dion merasa risih dan berpindah duduk di dekat Dito.
"Ion, kok pindah sih, aku kan nggak sengaja." sendu Diana.
"Nggak apa apa, aku pengen ngobrol sama Dito." alasan Dion, kini dia mulai berfikir, ternyata apa yang di bilang oleh Leo memang ada benarnya juga.
Arumi sudah berada di atas burung besi, dia melihat ke luar jendela yang hanya terlihat kerlap kerlip lampu dari atas awan sana.
"Selamat tinggal mas, aku memilih menyerah." gumam Arumi, tanpa sadar air mata meleleh di pipinya.
Ambar hanya membiarkan Arumi terdiam sendiri, dia tau rasa sakit Arumi, karena dulu dia juga pernah merasakan apa yang Arumi rasakan, hingga membuat dia menjadi pribadi yang dingin dan yang ada di otaknya hanya kerja dan kerja, hingga dalam waktu tiga tahun dia bisa sesukses ini.
Bersambung....
Haiii... Jangan lupa like komen dan vote ya... 😘😘😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments
Upi Raswan
siapapun yg jadi istrinya dion pasti sakit banget.. menurutku mengusap kepala itu tanda sayang.jadi dion terlalu berlebihan sama cewek yg katanya sahabat. sementara sama istrinya kayak kulkas .sakiiit tahuuu
2025-03-20
0
Noey Aprilia
Jd laki2 tu msti tgas....scra shbt prmpuannya kn ga tau malu,udh tau kl dion suami orng tp msih aja nmpel....lgian,smpe bhong ky gt brrti ada ssuatu....
2025-03-21
0
🌷💚SITI.R💚🌷
sikap diana udh begitu dion msh aja ga peka .siap² aja kamu nangis darah di tinggal arumi...lanjuut thoor tunggu penyesalan dion..dan smg arumi bahagis..
2025-03-20
0