Bab 2

"Arumi... " panggil Dion.

"Ya." sahut Arumi singkat, tidak biasanya wanita cantik itu berlaku seperti itu, dia tetap sibuk dengan masakannya, tanpa perduli dengan suaminya itu.

Dion mengerutkan dahinya, ada apa dengan istrinya, biasanya akan selalu cerewet, dan apa lagi saat di kantor ada banyak temanya, pasti Arumi akan mengomel panjang kali lebar, membuat kupingnya panas, namun apa yang dia pikirkan dari tadi tidak terjadi.

"Sedang apa kamu?! " tanya Dion dengan suara dinginnya.

"Sedang memasak." acuh Arumi tetap fokus pada masakannya.

Sama sekali Arumi tidak perduli kepada suaminya itu, biarlah dia dikatakan istri durhaka tidak menyambut suami pulang kerja, terserah mau bilang apa, dari pada memikirkan orang yang tidak menganggapnya ada untuk apa, cukup selama ini dia menerima sikap dingin dan acuh Dion, tidak untuk sekarang lagi, dia ingin memilih egois.

"Apa kau tidak mendengar aku pulang." tanya Dion geram.

"Dengar." jawab Arumi cuek.

"Lalu? " tanya Dion makin geram dengan kelakuan sang istri, sungguh tidak di sambut oleh Arumi dengan senyum manisnya itu membuat sesuatu yang hilang dari hidupnya.

Walau selama ini dia terlihat cuek dan acuh kepada sang istri, namun dia suka setiap perlakuan istrinya itu, namun kali ini Arumi berubah.

Tanpa banyak kata lagi, Dion mendekati sang istri dengan langkah panjangnya, dan menarik baju Arumi dengan sedikit kasar.

"Awww...." jerit Arumi karena kaget di tarik oleh Dion, beruntung panci penggorengan yang berisi minyak panas tidak jatuh, andai jatuh tidak tau apa yang akan terjadi kepadanya.

"Apa apaan sih, mas." kesal Arumi yang tidak perduli dengan wajah kesal suaminya itu.

"Kamu kenapa sih?!! " marah Dion.

"Aku kenapa? " tanya Arumi pada dirinya.

"Iya, kamu kenapa! " bentak Dion.

"Tidak kenapa napa. " sahut Arumi santai tanpa beban, dia sudah memutus kan untuk menjauh dari suaminya itu, tadi dia sudah menghubungi seorang sahabatnya yang menjadi pengacara, dia ingin berpisah dari laki laki itu, sudah cukup dia berkorban selama ini, menahan sikap dingin Dion, menahan sikap acuh Dion, datang kepadanya saat dia ingin sesuatu saja.

Dia pikir sikap itu memang sifat Dion, ternyata tidak dia bisa tertawa lepas dan bisa tersenyum manis kepada teman wanitanya, tapi bukan untuk dirinya.

Untuk apa dia menghabiskan seumur hidupnya dengan laki laki yang tidak mencintainya, hanya akan merusak dirinya saja, hidupnya masih panjang, dia masih muda, banyak hal yang ingin dia capai saat sebelum menikah, dia juga ingin bahagia, di cintai dan di sayangi oleh pasangannya, dia akan melepaskan laki laki itu.

Dia tau suaminya juga terpaksa menerima pernikahan ini, lalu untuk apa di pertahankan klau hanya akan menyiksa batin, lebih baik dia lepaskan, agar suaminya bisa tersenyum dan tertawa lepas bersama orang orang yang dia sayangi, dan dia akan mencari kehidupan kebahagiannya sendiri.

Berhubung tidak ada lagi yang harus dia jaga perasaannya, kakeknya dan kakek sang suami sudah sama sama berpulang, dan dia tidak lagi mempunyai keluarga, keluarga satu satunya hanya sang kakek, karena orang tuanya sudah meninggal saat dia masih kecil dalam sebuah kecelakaan.

"Tidak ada." sahut Arumi santai, dia menatap mata suaminya dengan tenang, tidak ada ketakutan sama sekali, dia sudah siap untuk di cerai oleh laki laki itu.

"Kamu marah? " tanya Dion pada akhirnya dia melunak.

"Tidak, untuk apa aku harus marah." jawab Arumi dengan pasti.

Sepertinya percuma saja dia bicara, kalau istrinya tetap seperti ini.

"Aku ingin mandi." ucap Dion pada akhirnya.

"Silahkan." sahut Arumi dengan muka datarnya.

Dion hanya bisa berdengus kesal mendengar jawaban dan sikap istrinya itu.

Biasanya Arumi dengan sigap mengikutinya kedalam kamar, menyiapkan air mandinya, menyiapkan pakaiannya tanpa di minta, tapi lihat lah sekarang, wanita itu malah duduk di ruang tengah sambil membolak balik majalah.

Di dalam kamar Dion mengacak acak rambutnya frustasi, karena tingkah laku Arumi, setelah keluar dari kamar mandi, dia tidak menemukan pakaian ganti di atas kasur seperti biasanya.

"Dia kenapa sih, klau marah bilang, bukan diam kaya gitu." gerutu Dion.

Ternyata tidak sampai di situ, saat di meja makan pun sama, Arumi ternyata sudah makan terlebih dahulu, tanpa menunggu dirinya.

Dion membuang nafas kesal melihat tingkah istrinya itu.

"Kamu kenapa makan duluan, biasanya juga menunggu mas." kesal Dion.

"Oh... Aku sudah lapar." jawab Arumi santai.

Dion hanya bisa menahan kesal melihat tingkah istrinya yang tidak biasa itu.

"Tadi kenapa bekal mas di kasih sama security? " tanya Dion yang sudah tidak bisa menahan diri lagi.

"Ohhh... Itu, dimakan sama security itu lebih bermanfaat." maksud mu apa! " bentak Dion pada akhirnya.

"Loh kok ngamuk sih." kekeh Arumi.

"Mas nanya Arumi, jawab! " bentak Dion dengan mata memerah menahan amarah.

Arumi hanya membuang nafas sebelum menjawab pertanyaan suaminya itu.

"Mas bahagia nggak menikah dengan ku? " tanya Arumi pada akhirnya.

Deg....

Jantung Dion berdetak lebih kencang, mendengar pertanyaan Arumi itu.

"Maksud kamu apa bertanya seperti itu? " tanya Dion balik.

"Aku nanya mas, bukan nyuruh mah balik nanya, di jawab pertanyaan ku." sahut Arumi dingin.

"Arumi... k-kamu kenapa? " ucap Dion.

Huuuffff...

Arumi hanya bisa membuang nafas kesal, karena suaminya itu masih saja berputar putar menjawab pertanyaannya.

"Aku tau mas, terpaksa menerima perjodohan ini, sama. Aku pun sama seperti mas, sama terpaksanya, tapi aku bisa apa, aku tidak mampu menolak permintaan kakek, aku terpaksa menerima laki laki yang tidak aku cintai, dan menikah menjalani rumah tangga ini dengan berat, tapi aku harus ikhlas aku berusaha menerima ini semuanya, aku berusaha mencintai mas, aku berusaha melakukan tugas ku untuk berbakti kepada suami ku." ucap Arumi mulai terisak.

Hari Dion menclos mendengar keluh kesah sang istri.

"Tapi apa semua yang aku lakukan sia sia, aku pikir sikap mas yang dingin itu memang sifat mas dari kecil, tapi ternyata tidak, dan sikap acuh mas itu, aku pikir memang mas begitu, ternyata tidak, mas bisa berkata lembut, mas bisa menatap wanita lain penuh kelembutan, mas bisa bercanda tawa dengan yang lain, tapi dengan ku tidak, dari sini aku sadar mas, aku bukan lah kebahagian untuk mas." ujar Arumi menahan perih di hatinya.

Dion yang melihat kesedihan di hati istrinya, membuat dia sangat menyesal, bukan dia tidak mencintai dan menyayangi istrinya itu, namun dia tidak tau harus bersikap seperti apa, karena dia tidak pernah berpacaran selama ini, sahabat sahabatnya tadi, adalah sahabat masa kecilnya semua dengan mereka lah selama ini Dion bisa tertawa dan bercanda lepas.

Dion ingin memegang tangan sang istri, namun Arumi dengan sangat cepat menarik tanganya, dia tidak ingin di sentuh oleh Dion.

"Mas, dari pada kita sama sama tersakiti, lebih baik kita berpisah mas." ucap Arumi pada akhirnya.

"TIDAK....!! " pekik Dion kaget mendengar ucapan sang istri.

Bersambung....

Haii... Jangan lupa like komen dan vote ya... 😘😘😘

Terpopuler

Comments

Noey Aprilia

Noey Aprilia

Laki2 egois emng gt....
sm istri sndri,dngin ky klkas...glirn sm yg lain bs trtwa bhgia....istri mna yg ga skit hti???mndingn arumi mnta psah lh....

2025-03-13

0

Ma Em

Ma Em

Makanya Dion kalau istri bersikap baik dan sabar itu hrs dihargai dan dicintai serta disayangi jgn dicuekin dan disia siakan kesabaran Arumi itu ada batasnya Dion.

2025-03-23

0

sutiasih kasih

sutiasih kasih

ngadi" aj dion.... bingung harus brsikap spti apa trhdp arumi.... yg jelas" wanita halalnya....
tpi dgn perempuan lain... yg ktanya sahabat bisa bersikap lmbut dan mesra...

2025-04-12

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!