18. Terpana

Mobil melaju bukan ke arah kosan. Talia mulai menatap lelaki yang tadi memeluknya.

"Untuk malam ini kamu tidur di rumah saya dulu." Rafandra seakan mengerti tatapan Talia.

"Tapi, Pak--"

"Saya tidak ingin terjadi apa-apa dengan kamu," balasnya yang kini menatap Talia dengan sangat serius.

"Lelaki itu akalnya cerdik. Apalagi ketika melihat sedikit celah, pasti akan dia gunakan sebaik-sebaiknya."

Talia mengerti dengan apa yang dikatakan oleh Rafandra. Dia juga sangat mengenal bagaimana Yudha.

Tibanya di rumah besar, Rafandra segera membawa Talia menuju kamarnya. Talia menghentikan langkah ketika Rafandra sudah menaiki anak tangga.

"Orang tua saya sedang keluar. Kemungkinan pulang malam."

Tak ada respon dari Talia. Kaki Rafandra pun kembali menuruni anak tangga menghampiri Talia.

"Saya bukan lelaki bejat," tekannya.

"Lagipula, saya sudah bilang kepada kedua orang tua saya jika kamu akan tidur di kamar saya untuk malam ini."

Biasanya Talia sulit untuk percaya dengan ucapan lelaki. Tapi, kali ini dia malah terhipnotis dan menjadi anak kucing yang penurut.

"Kalau perlu apa-apa hubungi saya," ucapnya sebelum keluar kamar. Namun, suara Talia membuatnya menghentikan langkah.

"Bapak tidur di mana?"

"Kamu jangan khawatirkan saya. Di sini banyak terdapat kamar kosong," balasnya dengan seulas senyum.

Rafandra mengisi kamar sang kakek. Aroma parfum baba Radit membuat kamar itu seperti masih berpenghuni. Rafandra kembali fokus pada benda pipih.

"Tinggal di dua titik lagi, Pak."

Pesan yang dikirimkan oleh salah satu orang kepercayaan. Rafandra mengajak Talia ke rumahnya karena dia mendapat laporan jika Yudha masih menunggu di kosan. Juga, Rafandra menyuruh orang untuk memasang cctv di kosan yang Talia huni. Dan hanya akan tersambung ke ponsel miliknya. Itulah cara melindungi tanpa berisik.

"Done, Pak."

Ponselnya pun sudah tersambung pada cctv di kosan Talia. Hembusan napas penuh kelegaan keluar.

"Walaupun saya jauh, saya akan tetap bisa memantau kamu."

.

Rafandra yang masih terlelap dibangunkan oleh ponselnya yang berdering. Nama Talia tertera di sana.

"Pak, tolong saya!"

Rafandra yang masih menggunakan celana pendek serta kaos tanpa lengan segera turun dari tempat tidur. Meskipun berwajah bantal, ketampanannya tetap terpancar.

"Ada apa?"

Talia melirik ke arah sprei abu yang biasa dipasang di kasur Rafandra. Ada bercak di sana.

"Kamu datang bulan?"

Tanpa Talia menjelaskan Rafandra sudah mengerti. Talia mulai menundukkan kepala malu dan lelaki itu mulai berlalu.

"Mau ke mana?" Begitu pelan pertanyaan itu.

"Ke Ibu saya. Siapa tahu Beliau punya pembalut."

Talia tak menyangka jika respon Rafandra akan secepat seperti itu. Dia juga tak marah sedikit pun karena seprainya sudah terkena darah.

"Kenapa Anda sesempurna ini, Pak?"

.

Talia melirik ke arah Rafandra yang sudah fokus pada jalanan menuju Wiguna Grup.

"Pak," panggilnya.

Rafandra mulai mengalihkan atensi bertepatan di lampu merah. Terlihat keraguan di wajahnya.

"Turunkan saya di halte sebelum kantor saja," katanya dengan sedikit takut.

"Tidak," jawab Rafandra dengan sangat tegas.

Rafandra tak ingin merasakan de Javu di mana ketika bersama Lily, dia selalu menurunkan perempuan itu di tempat itu.

"T-tapi--"

"Saya akan mengantarkan kamu sampai depan lobi. Dan saya akan mengganti mobil untuk kembali lagi ke kantor."

Talia terkejut mendengar penjelasan dari Rafandra. Kenapa lelaki itu repot-repot melakukan itu?

"Jangan berpikiran berlebihan tentang apa yang saya lakukan. Semuanya sudah saya atur dengan matang."

Bagai cenayang yang tahu isi hati Talia. Bohong jika dia tak baper diperlakukan seperti itu oleh Rafandra. Namun, Talia juga sadar diri siapa dirinya. Hanya Upik abu yang tak akan pernah bisa menjadi ratu.

Lima belas menit setelah Talia berada di kantor, Rafandra baru tiba. Padahal dia sudah bertemu dengan lelaki itu, malah diantarnya juga. Tetap saja pesona Rafandra selalu membuatnya terpana. Apalagi, hanya memakai kemeja layaknya karyawan biasa.

"Kalau dilihat sepintas seperti mudah untuk dimiliki. Tapi, kalau tahu kenyataannya bagai langit dan bumi."

Sampai jam istirahat Rafandra tak keluar ruangan. Banyak sekali pekerjaan yang harus dia selesaikan. Namun, dia tak melupakan makan siang untuk Talia.

Belum Talia buka makanan yang Rafandra beri. Dia meyakini jika Rafandra akan melewatkan makan siang. Ketika semua karyawan keluar untuk istirahat. Talia memberanikan diri mengetuk pintu ruangan Rafandra. Seketika dahi lelaki itu mengkerut melihat kehadiran Talia.

"Bapak udah makan?"

"Pekerjaan saya masih banyak." Mata Rafandra sudah kembali tertuju pada layar segiempat.

Dia terkejut ketika Talia Meletakkan makanan yang Rafandra beri tepat di hadapannya.

"Makan siangnya saya kembalikan."

Kedua alis Rafandra mulai menukik mendengarnhya. Wajah Talia pun sudah begitu berubah.

"Untuk apa Bapak belikan saya makan siang, tapi Bapak sendiri tidak makan."

Tatapan Rafandra mulai meneduh. Hembusan napas kasar pun keluar dari mulutnya.

"Mau kamu bagaimana?" Begitu lembut.

"Kalau Bapak ingin saya makan, Bapak juga harus makan."

Talia mulai membuka kotak makanan. Memperlihatkannya pada Rafandra. Seketika Rafandra mematung ketika Talia mulai mengarahkan sendok yang berisi makanan ke depan mulutnya yang masih tertutup.

"Kalau Bapak tidak mau membuka mulut, mulai besok gak usah ngirim makan siang ke saya lagi. Saya bisa--"

Belum juga selesai bicara, mulut Rafandra sudah terbuka dan melahap makanan yang ada di atas sendok yang Talia pegang. Perempuan itupun mendadak terdiam karena masih ditatap oleh Rafandra yang masih mengunyah.

"Sekarang giliran kamu yang makan."

Rafandra meraih sendok yang masih Talia pegang. Mengisinya dengan makanan. Lalu, diarahkan ke mulut Talia. Anggukan teramat kecil menyerukan agar dirinya membuka mulut. Seulas senyum yang begitu indah terukir di wajah Rafandra ketika Talia mulai mengunyah. Kembali Talia dibuat terpana hingga sulit untuk mengedipkan mata. Sungguh sangat sempurna ciptaan Tuhan yang ada di hadapannya.

"Tuhan, bukankah mustahil seorang Upik abu bersanding dengan seorang Pangeran?"

"Tapi, kenapa dia semakin buatku nyaman? Apa aku yang terlalu baperan?"

...*** BERSAMBUNG ***...

Budayakan komen setelah membaca ya. Biar authornya semangat nulisnya 🙏

Terpopuler

Comments

U_Lee

U_Lee

Calm Down Talia, semua normal kok. Cewek dpt perhatian dari cowok hingga cewek itu baper itu lumrah karena sifat cewek memang sensitif... Tapi juga perlu diingat baper yg kita rasakan mending diberi batas karena apa? takut disaat kita lagi baper2nya dan terlalu percaya diri malah menyakiti hati kita. apalagi kita gak tau cowo tsb beneran suka ama kita/hanya sekedar perhatian thp teman semata.🙈 semoga saja bapernya si Talia itu beneran kalo Rafandra mulai ada rasa ama dia.

2025-04-14

0

Rahmawati Abdillah

Rahmawati Abdillah

aduh semakin bingung mau komen apa,karena terlalu sweet Abang,Talia mulai baper Abang dia selalu sadar diri untuk tidak merasakan jatuh cinta pada abang,tapi hati tak akan bisa berdusta kalau Abang sebenarnya bucin akut pada Talia hanya belum sadar aja

2025-04-15

0

sum mia

sum mia

baper boleh Talia.... tapi jangan terlalu dalam , takutnya gak sesuai dengan perasaan , sakit hati juga ikutan dalem .
tapi semoga Rafandra gak hanya bikin nyaman tapi juga ada rasa dihati .

lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍

2025-04-14

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!