Pagi ini Rafandra tak banyak berkata. Dia masih fokus pada jalanan ibukota. Talia pun tahu diri dia siapa. Tak ada kata dan membuat suasana sunyi tanpa suara.
Mobil berhenti tepat di lampu merah. Rafandra mulai membuka suara.
"Malam nanti kamu ada acara enggak?"
Pertanyaan itu mampu membuat Talia mengalihkan pandang. Dia menatap Rafandra yang juga menatapnya.
"Ibu saya ingin bertemu kamu."
Hah?
Begitu terkejut Talia mendengarnya. Sorot matanya meminta penjelasan.
"Ibu saya mengira jika di masa cuti ini saya mengantar jemput Lyora."
Tak pernah Rafandra memanggil Lily dengan nama aslinya selama dia dekat dengan perempuan itu. Dan sekarang ini kali pertama dia melakukannya.
"Terus Bapak bilang kalau Bapak--"
"Iya," potongnya dengan jawaban yang tegas. "Saya tak bisa berbohong kepada Ibu saya."
Talia sedikit terlonjak mendengar kalimat terakhir yang dikatakan oleh atasannya itu. Seorang anak lelaki tak bisa berbohong. Apa iya?
Belum juga menjelaskan. Lampu sudah berubah hijau. Mobil melaju menuju Wiguna Grup.
"Saya selalu diajarkan untuk berbicara jujur akan apapun. Dan mau tidak mau saya menceritakan semuanya."
"Apa ibunya Bapak marah?" Talia mulai penasaran.
Logikanya ibu mana yang tak akan marah ketika anaknya disakiti oleh orang lain. Namun, malah lengkungan senyum yang Talia lihat.
"Tidak."
"Kok bisa?" Talia keceplosan dan buru-buru menutup mulut.
Kembali Rafandra tersenyum. Matanya masih fokus pada jalanan yang cukup ramai.
"Kata Ibu saya ini teguran dari Tuhan karena saya terlalu bebal."
Talia tertawa dan membuat Rafandra menoleh. Begitu cantik wajah Talia ketika tertawa lepas seperti itu.
Untuk beberapa detik dia terpana. Namun, kembali memfokuskan pandangannya lagi ke jalanan.
Seperti biasa Talia diantar sampai di depan lobi. Sebelum Talia membuka pintu, Rafandra menagih jawaban atas pertanyaan tadi.
"Bagaimana? Bisa enggak ketemu Ibu saya? Saya janji cuma sebentar." Tangan Rafandra sudah membentuk huruf V.
Talia bingung harus menjawab apa. Namun, mendengar cerita dari Rafandra dia juga penasaran dengan ibu dari atasannya. Apa ada wanita kaya raya yang super baik seperti itu? Atau hanya pencitraan saja?
"Kalau kamu tidak bi--"
"Bisa kok, Pak." Gantian Rafandra yang terdiam.
"Kamu serius?" Sebuah anggukan yang menjadi jawaban dengan seulas senyum yang penuh keyakinan.
Wajah penuh kelegaan terpancar kepada perempuan yang sudah melepas seatbelt.
"Makasih, ya."
"Sama-sama, Pak."
.
Dunia ini ternyata masih memiliki lelaki yang soft spoken. Salah satunya Rafandra Ardana Wiguna. Tutur kata yang terucap selalu lembut dan masih terngiang sampai siang ini.
"Makan siang gak?" tanya salah satu seniornya.
"Aku udah pesan, Kak."
Sudah beberapa hari ini dia berbohong. Padahal, bukan dirinya yang memesan makanan. Melainkan Rafandra yang selalu mengirimkan makan siang.
"Makan siangnya udah sampai belum?"
Isi pesan yang Rafandra kirimkan. Talia segera menjawabnya dengan wajah yang begitu bahagia.
"Sudah. Makasih banyak, Pak."
Makan siang yang Rafandra pesankan bukan dari restoran biasa. Dia selalu memberikan makanan terbaik untuk Talia.
Jam pulang kantor tiba. Ponselnya sudah bergetar dan siapa lagi jika bukan Rafandra yang menghubunginya.
"Saya udah di depan."
Buru-burunya Talia mengundang tanya untuk para senior. Sudah empat hari ini ada yang melihat jika Talia selalu diantar jemput oleh mobil mewah yang sama. Namun, tak terlihat wajah si pengemudi karena setiap kali Talia masuk dan keluar mobil langsung menutup pintunya dengan cepat.
"Apa dia dijemput oleh mobil yang sama seperti kemarin-kemarin?"
Jiwa kekepoan mereka meronta. Segera mereka menyusul Talia. Dugaan mereka benar. Mobil yang sama menjemput Talia.
"Apa itu pacarnya?"
Rafandra tersenyum kecil karena dari spion samping dia melihat bawahannya yang lain tengah menatap ke arah mobil yang dia bawa. Sedari awal Rafandra sudah tahu jika Talia pasti akan dicurigai oleh karyawan yang lain. Maka dari itu dia memilih menggunakan mobil pribadi yang berdebu di garasi. Talia juga begitu beruntung karena mobil itu hanya pernah ditumpangi oleh dua perempuan, yakni dirinya juga Mami Aleena.
Talia sudah meminta untuk mampir ke toko kue untuk dia beri kepada ibunya Rafandra. Namun, lelaki itu menolak.
"Ibu saya gak akan suka jika ada tamu yang repot membawa sesuatu ke rumah."
Iyakah? Atau hanya alasan Rafandra saja? Itulah yang terbesit di kepala Talia. Sampai akhirnya mobil masuk ke area perumahan mewah. Mata Talia tak berkedip ketika mobil sudah berbelok masuk ke rumah bercat putih bersih nan besar.
"Ayo!"
Talia seperti orang kampung. Matanya terus berkeliling melihat rumah tersebut.
"Ini rumah mendiang kakek saya. Saya dan kedua orang tua saya hanya menempati saja."
Talia mulai menatap Rafandra yang hendak menaiki beberapa anak tangga menuju teras. Tidak mungkin kan kedua orang tuanya tak memiliki rumah.
"Hanya hunian sederhana yang orang tua saya miliki."
Mata Rafandra mulai menoleh ke arah samping di mana terdapat hunian yang lebih megah dari rumah ini.
Damn!
"Itu bukan sederhana, Pak! Tapi, kayak istana!!"
Ingin Talia berteriak seperti itu. Talia terus mengikuti langkah Rafandra. Yak henti menggelengkan kepalanya pelan atas sikap sang atasan yang sangat tak mau menyombongkan apa yang dia juga keluarganya miliki.
Masuk ke dalam rumah megah itu seperti masuk ke istana di negeri dongeng. Talia begitu terpana. Lelaki itu menyuruh Talia untuk terus mengikutinya. Langkahnya terhenti ketika Rafandra mulai memanggil sang ibu.
"Mi!"
Seorang wanita yang sangat cantik sudah menoleh. Matanya langsung tertuju pada Talia yang mulai merasakan deg-degan.
"Dia--"
"Perempuan yang buat Mami penasaran."
Talia terkejut akan apa yang diucapkan Rafandra. Dia juga mulai tersenyum dan menundukkan kepala dengan sopan ke arah ibu dari Rafandra.
"Selamat malam, Nyonya," sapanya dengan begitu santun.
"Saya tidak suka dipanggil seperti itu!"
Sontak Talia terdiam mendengar ucapan mami Aleena yang sedikit meninggi. Belum apa-apa dia sudah membuat kesalahan. Detak jantungnya mulai tak karuhan beriringan dengan langkah kaki yang terdengar mulai mendekat. Wajah tegang Talia sudah tak bisa berdusta. Dia hanya bisa menelan saliva ketika mami Aleena dengannya hanya bersisa satu meter.
"Panggilnya Tante. Jangan yang lain," ucap wanita cantik itu dengan sangat lembut.
Wajah yang tegang berangsur menghilang. Refleks dia mengusap dada menandakan sebuah kelegaan.
"Mami saya tidak galak kok. Cuma mukanya aja sedikit jutek."
"Abang!"
Rafandra malah tertawa cukup keras dan mampu membuat Talia terpana. Tak pernah dia melihat Rafandra tertawa selepas itu.
"Mending kita ke ruang makan," ajak mami Aleena sambil menarik tangan Talia dan meninggalkan Rafandra sambil menggandeng tangan Talia.
Mata Rafandra masih tertuju pada dua perempuan yang mulai menjauhinya dengan senyum kecil yang terukir.
"Ini kali pertama Abang melihat Mami menggandeng perempuan yang Abang bawa ke rumah. Padahal, Mami baru pertama bertemu dan belum mengenalnya."
...*** BERSAMBUNG ***...
Yuk atuh komennya banyakin biar semangat buat up banyak.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments
U_Lee
Kayaknya udah dpt lampu hijau nih kalo si Rafandra beneran jadian sama si Talia. Hati orang manah tau kan. bisa saja kalimat "Witing Tresno Jalaran Soko Kulino" terjadi pada Rafandra & Talia 🤭 Maminya aja belum pernah ketemu Talia udah penasaran ama dia. gimana kalo udah ketemu, jelas tmbh penasaran.
2025-04-09
2
sum mia
wah dijamin ini mah dapat restu dari sang mami
mami Aleena menyambut dengan hangat dan bisa menerima Talia .
lampu hijau udah ada dari mamo dan papi pun sudah pasti tak akan menentang .
lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍
2025-04-09
1
Salim S
mami aleena tahu mana yg tulus dan mana yg modus...thalia tulus itu sebabnya dia langsung di terima oleh mami aleena wanita paling lembut di keluarga singa...saatnya kamu bahagia bang....kamu layak mendapatkan wanita yg tulus dan beratitud...
2025-04-09
0