8. Cuma Sayang Kamu?

Talia hanya bisa diam ketika tangan Rafandra masih memegang lengannya. Dia tahu apa maksud Rafandra. Tangan lelaki itu baru terlepas ketika mereka berada di depan lift.

"Sorry." Nada penuh penyesalan terdengar.

"Enggak apa-apa, Pak."

Pandangan Rafandra mulai beralih pada Talia yang sudah menyunggingkan senyum.

"Kalau mereka jahat kepada kamu--"

"Biarin aja, Pak. Saya udah biasa diperlakukan seperti itu oleh rekan kerja," potongnya dengan begitu santai.

Ting!

Pintu lift terbuka. Talia menganggukkan bertanda mereka harus masuk. Sesekali Rafandra melirik ke arah Talia yang berdiri di sampingnya. Perempuan itu begitu berbeda dengan perempuan lain.

Tak ada pembicaraan apapun selama di perjalanan. Rafandra menepikan mobil di sebuah restoran untuk makan siang.

Suasana meja mereka begitu hening. Hanya suara peraduan piring dan sendok yang terdengar.

"Pak, apa saya boleh bertanya?" Akhirnya, suara Talia memecah keheningan.

"Silahkan," jawab Rafandra masih sambil mengunyah.

"Kenapa saya diajak meeting?"

Sendok dan garpu pun Rafandra letakkan. Menatap Lamat wajah perempuan di depannya.

"Apa ini bagian dari--"

"Untuk masalah pekerjaan saya tidak akan pernah main-main," potongnya dengan begitu tegas.

"Saya mengikutsertakan kamu dalam meeting kali ini karena kemampuan yang kamu miliki. Kamu mampu menguasai bahan meeting hari ini. Dan itu sangat membantu saya."

Talia terdiam. Wajah serius Rafandra sangat dia sukai. Kharisma yang terpancar begitu jelas. Auranya begitu kuat.

"Jangan mempertanyakan apapun lagi. Saya tidak akan membawa sembarang orang untuk menghadiri meeting penting."

Di saat wanita lain merasa takut dengan ketegasan Rafandra, tapi tidak dengan Talia. Ada nilai plus di matanya perihal sosok Rafandra.

Tibanya di tempat meeting, sorot mata kolega Rafandra seakan meminta penjelasan. Menatapnya dengan penuh keingintahuan.

"Di samping saya Talia Sephinera."

"Your asisten" tanya sang kolega.

"Bukan," jawabnya. "Dia hanya karyawan biasa, tapi memiliki kemampuan di atas rata-rata."

Bukannya malu disanjung, Talia malah merasa takut. Dia seperti tengah memikul beban berat. Dan dia juga takut mengecewakan Rafandra nantinya.

Meeting pun dimulai. Sengaja Rafandra membiarkan Talia untuk mempresentasikan semuanya. Wajah penuh kebanggaan terpancar ketika penjelasan Talia mampu membuat koleganya puas.

"Keren sih," puji koleganya terhadap Talia.

"Terimakasih," balas Talia sembari menundukkan kepala dengan sopan.

"Menurut saya dia cocok untuk jadi asisten pribadi Anda, Pak Rafandra."

Rafandra dan Talia saling tatap untuk berapa detik. Tetiba lengkungan senyum terukir di wajah Rafandra dan itu mampu membuat Talia terpesona.

"Tuhan, kenapa ada sosok lelaki yang sempurna seperti ini?"

Suksesnya rapat hari ini membawa kebahagiaan untuk Rafandra. Tak henti dia mengucapkan terimakasih.

"Enggak usah seperti itu, Pak. Saya hanya menjalankan tugas saya saja."

Talia juga bukan tipe orang yang akan besar kepala jika dipuji. Itulah yang membuat Rafandra cukup kagum akan sikap perempuan yang tengah duduk di kursi penumpang depan.

Tibanya di kantor, hujan cukup deras. Talia yang hendak membuka pintu mobil dilarang.

"Saya ambil payung dulu di belakang."

Act service seorang Rafandra kembali membuat Talia tercengang. Seorang atasan malah membukakan pintu mobil untuknya yang hanya karyawan. Bahkan memayunginya agar tak basah terkena air hujan.

Setelah tiba di lobi, Talia melihat ke arah pundak Rafandra yang basah. Menyadari tatapan Talia, Rafandra mulai membuka suara.

"Saya ada baju ganti kok."

Mereka yang melihat Rafandra bersama Talia mulai berbisik-bisik. Pasalnya, Rafandra tak pernah bersama perempuan jika di kantor. Tapi, sekarang malah begitu dekat dengan karyawan baru. Ketika bersama Lily pun hubungan serta kedekatan mereka begitu ditutup rapat dan tak terendus siapapun.

Suara langkah kaki membuat Lily segera menoleh. Talia jalan lebih dulu dan di belakang ada Rafandra mengikuti. Talia tak langsung duduk, dia memberi hormat terlebih dahulu kepada Rafandra.

"Jangan harap di sini bisa cari muka," ucap Lily dengan begitu sinis.

Talia hanya tersenyum mendengar sindiran mantan kekasih atasannya tersebut. Dia memilih kembali fokus pada pekerjaannya daripada mendengar gunjingan serta sindiran karyawan lama.

.

Semakin hari Lily merasa semakin jauh dengan Rafandra. Setiap hari yang Rafandra sapa hanya Talia, padahal dirinya tepat berada di samping Talia. Juga desas-desus para karyawan bawah perihal seringnya Talia juga Rafandra bersama semakin membuat Lily sakit.

"Pucet banget sih muka lu, Ly," ujar salah satu karyawan.

Tak ada respon apapun dari Lily. Sudah seminggu ini gosip tentang Rafandra juga Talia mengganggu pikirannya. Apalagi sampai saat ini tak ada tanggapan apapun dari mereka berdua.

"Kak, aku bawa minyak kayu putih. Apa ma--"

"Tidak usah," potong Lily dengan cepat. Kesinisan Lily semakin hari semakin menjadi.

"Talia, bahan meeting letakkan di meja saya."

Baru saja datang, tapi sudah memanggil nama Talia. Bagaimana hati Lily tak sakit. Apalagi nada bicara Rafandra begitu lembut. Namun, tak sama sekali menoleh kepadanya. Padahal, Lily sudah menatapnya dengan penuh harap.

Punggung yang biasa dia peluk dari belakang kini semakin sulit untuk dia gapai. Lelaki itu seperti sudah bisa meletakkan banyaknya kenangan tentang mereka.

Sebelum ke ruangan Rafandra, Talia menoleh ke arah Lily yang semakin terlihat sendu. Wajahnya pun begitu pucat. Berkas sudah diberikan kepada Rafandra. Sebelum keluar, Talia memberanikan diri untuk bersuara.

"Kak Lily kayaknya sakit. Dari pagi tadi mukanya pucet banget."

"Tak ada urusan dengan saya." Tak sama sekali Rafandra menegakkan kepala. Matanya masih fokus pada berkas yang sedang dia tinjau.

"Jangan berikan info selain pekerjaan."

Barulah wajahnya ditegakkan. Talia mengangguk pelan. Lalu, sedikit menunduk sebagai permintaan maafnya.

"Sekarang kamu boleh keluar."

Tak ada yang diperlakukan spesial oleh Rafandra. Talia hanya sebatas rekan kerja. Perihal desas-desus di luaran sana pun dia memang tak ingin menanggapi karena hanya akan membuang waktu.

Tanpa perlu Talia beritahu pun Rafandra melihat wajah Lily sangat pucat. Namun, sudah tak ada wewenang untuknya bertanya. Mereka sudah tak ada lagi hubungan. Dia bukan manusia egois dan memilih terluka daripada menjadi perusak.

Rafandra yang baru saja keluar dari ruangan dikejutkan oleh suara para karyawan memanggil Lily. Rafandra segera mendekat dan ternyata Lily sudah tergelatak di lantai. Refleks, Rafandra segera menggendong tubuh Lily dan membawanya ke ruangannya. Direbahkannya tubuh Lily di sofa dan sudah menghubungi seseorang yang akan membantunya.

Seorang pria berjalan dengan langkah lebar. Ya, dia papa Khairan yang akan memeriksa kondisi Lily. Setelah selesai diperiksa, dia menatap ke arah Rafandra. Namun, suar Lily membuat atensi mereka berdua beralih.

"Ndra--"

Dahi papa Khairan mengkerut mendengar perempuan itu memanggil nama kepada sang keponakan yang adalah atasan dari si perempuan. Tak ingin mengganggu, Khairan pun pamit.

"Penjelasannya di chat." Rafandra mengangguk.

Setelah Khairan pergi, Lily mencoba untuk duduk. Melihat Lily sedikit kesusahan, Rafandra membantunya. Tanpa meyiakan kesempatan, Lily memeluk tubuh Rafandra dengan begitu erat dan penuh kerinduan.

"Aku cuma sayang kamu, Ndra. Aku gak sayang dia."

Tak ada respon apapun dari Rafandra. Sekedar membalas pelukan Lily saja tak dia lakukan. Lily mulai mengendurkan pelukan. Menatap wajah Rafandra dengan begitu dalam. Hembusan napas Lily sudah menerpa wajah Rafandra. Tinggal dua senti lagi target yang Lily incar akan dia dapatian. Sayangnya, Rafandra bangkit dari duduknya.

"Kamu tahu jikalau saya sangat membenci perempuan yang murah," jelasnya dengan begitu serius.

"Sekarang, kamu malah seperti itu yang berarti saya akan membenci kamu." Lily terhenyak.

Baru juga dia membuka mulut untuk membalas, Rafandra sudah menuju pintu dan keluar dari ruangannya. Air mata Lily pun menetes.

Hembusan napas kasar keluar dari bibir Rafandra ketika dia berada di lift seorang diri.

"Aku cuma sayang kamu, Ndra. Aku gak sayang dia."

Kalimat itu terngiang. Namun, getaran ponsel seketika membuyarkan pikirannya.

"Setelah diperiksa, Om menduga jika perempuan itu tengah hamil muda."

Senyum tipis terukir di wajah Rafandra. "Cuma sayang sama aku, tapi mau dihamili orang yang enggak disayang."

...*** BERSAMBUNG ***...

Udah up 1200 kata nih, masih gak komen juga?

Terpopuler

Comments

Widya Triani

Widya Triani

Lily jangan buat ayang beb ku jadi lebih dingin yaa.. talia tolong buat rafandra seperti dulu lagi yaa.. hilang kan luka dihati nya

2025-03-25

2

sum mia

sum mia

sudah kuduga sih ... Lily hamidun .
dan aku suka dengan ketegasan Rafandra . orang yang sudah menyakiti bahkan dengan sengaja emang tak perlu dikasih hati .

lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍 😍 😍

2025-03-25

1

Salim S

Salim S

kayak nya s lily punya modus tersembunyi deh buat deketin Pangeran...kamu salah cari mangsa mbak...Pangeran bukan orang bodoh keluarga nya bukan sembarangan...siap siap hancur kalau berani mengusik mereka...

2025-03-25

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!