"Maaf."
Satu kata yang terucap ketika Talia dan Rafandra sudah berada di dalam kosan. Lelaki itu hanya tersenyum dengan genggaman yang mulai dia lepaskan.
"Saya akan temani kamu sampai Varsha datang." Sedikit terkejut, tapi dia juga merasa lega dan aman.
"Maaf, kalau tempatnya sempit."
Secangkir teh manis hangat dibawa menuju Rafandra. "Hanya ada teh, Pak. Kopinya baru aja habis."
Rafandra sedikit tak menyangka. Ternyata dia dijamu oleh Talia.
"Saya tinggal dulu ya, Pak."
Rafandra kembali fokus kepada layar ponsel. Membaca laporan dari orang-orang yang dia percaya.
"Yudha Bastara."
"Pernah berpacaran dengan Talia Sephinera selama tiga tahun lamanya. Namun, keluarga pihak lelaki tak setuju karena perbedaan kasta."
"Apa ini yang dimaksud Talia semalam?" gumamnya begitu kecil.
Teringat akan perkataan Talia perihal pemilik derajat lebih tinggi dan Upik abu. Rafandra menelisik setiap inchi foto lelaki itu yang dikirimkan oleh orang kepercayaannya.
"Sepertinya lelaki ini masih sayang kepada Talia."
Suara orang berbincang terdengar. Rafandra segera mengintip dari gorden jendela. Varsha sudah dihadang oleh Yudha. Namun, dia tak dapat mendengar apa yang dibicarakan oleh dua lelaki tersebut. Rafandra yang penasaran mulai membuka pintu. Atensi mereka berdua pun teralihkan.
"Kakak lu masukin cowok," tunjuk Yudha pada Rafandra yang bersikap sangat santai.
"Saya sudah ijin ke pemilik kos," balas Rafandra.
Talia yang mendengar suara bising di luar segera keluar dengan handuk yang masih menempel di kepala. Pandangannya segera tertuju pada Varsha. Tanpa berkata sang adik mulai mengerti.
Atensi Talia beralih ketika tangannya sudah digenggam oleh Rafandra. "Udara malam tidak baik untuk kesehatan."
Membawa Talia masuk dan kembali Yudha menjadi penonton. Varsha pun mulai tersenyum kecil.
"Tolong lepasin Kakak gua, Bang." Pandangan Yudha segera beralih.
"Dia bahagia sama gua, Sha."
"Gua tahu itu, Bang. Tapi, batinnya disiksa tanpa jeda oleh keluarga lu. Gua gak rela."
Varsha mulai meninggalkan Yudha yang masih berdiri di depan kosan. Tubuh adik Talia itupun mulai menghilang di balik pintu kosan.
"Kak!"
Varsha mulai memeluk tubuh Talia. Kekhawatiran sang adik begitu besar. Rafandra sudah menebak jika ada yang tidak beres dari hubungan Talia serta Yudha sampai Talia memilih menghilang. Padahal, masih saling sayang.
"Apa yang keluarga Yudha lakukan kepada Talia?"
Mulai menjadi teka-teki untuk Rafandra. Suara Varsha mulai memecah lamunan. Kata terimakasih dia dengar sangat jelas.
"Enggak usah sungkan."
Dari dulu Rafandra masih saja menjadi orang baik. Tak ada yang berubah dari diri kakak kelasnya.
"Saya pulang, ya. Sepertinya orang itu juga sudah pergi."
Hanya Talia dan Rafandra yang duduk di lantai. Varsha sedang membersihkan tubuh di kamar mandi.
"Makasih ya, Pak." Rafandra hanya mengangguk.
"Lima belas menit lagi makanan untuk kamu dan Varsha makan malam datang."
"Kenapa selalu repot-repot seperti ini, Pak? Padahal saya dan Varsha bisa beli di luar." Talia merasa tak enak hati.
"Mulai malam ini, untuk makan malam kamu pun akan saya kirim. Setelah pulang kantor gak boleh keluar rumah."
"Tapi, Pak--"
"Saya tak suka dibantah."
Jika, sudah seperti itu mulut Talia terbungkam. Dia harus mengikuti apa yang dikatakan oleh Rafandra.
Di sepanjang perjalanan Rafandra masih memikirkan Talia. Penjagaan mulai diperketat. Sekarang dia menjaga Talia dari Lyora juga Yudha. Tak akan tangan Talia sedingin itu jika tak pernah terjadi apa-apa kepadanya.
"Kenapa aku mikirin dia?"
.
Di hari terakhir Rafandra mengambil cuti, Varsha menghubunginya dan mengajaknya makan siang bersama di sebuah kafe sederhana.
"Ada apa, Sha?" tanya Rafandra karena mimik wajah Varsha begitu serius.
"Tolong jaga Kak Talia."
Seketika kedua alis Rafandra menukik tajam. Tetiba sekali.
"Jangan biarkan ada yang melukainya lagi." Begitu dalam kalimat yang terucap dari bibir Varsha.
Diamnya Rafandra membuat Varsha melanjutkan ucapannya lagi. "Aku dipindahkan ke Bandung, Kak." Mata Varsha penuh harap.
"Jangan biarkan batin kak Talia berdarah kembali. Bekas luka di tubuhnya saja belum hilang."
"Bekas luka?"
Varsha terdiam. Namun, tatapan Rafandra seakan terus memaksanya untuk menjelaskan.
"Pipi putihnya menyimpan banyak kesakitan," paparnya dengan nada sendu.
"Tamparan serta pukulan sering mendarat di sana. Bahkan, sudut bibir pun sering pecah karena sebuah tindakan kekerasan."
"Yudha yang melakukannya?" Varsha menggeleng. "Lalu?" Kembali Rafandra bertanya dengan mimik yang sedari tadi sudah berubah.
"Ibunya Bang Yudha."
Rafandra syok mendengarnya. Sekuat tenaga Varsha juga menahan air mata.
"Bersama Bang Yudha memang bahagia, tapi ketika bersama ibu Bang Yudha ... Kak Talia sangat terluka."
Hati Rafandra ngilu mendengar cerita Varsha. Sungguh ibunda Yudha tak berkeperikemanusiaan.
"Sebenarnya aku ingin membawa Kak Talia bersamaku. Aku ingin menjaganya. Tapi, aku tak mau menghancurkan cita-citanya yang saat ini sudah tercapai, yakni bekerja di kantor besar."
Rafandra masih setia mendengarkan dengan hati yang penuh keharuan. Perempuan yang selalu ada di saat dia sedih ternyata kisah cintanya sangat mengenaskan.
"Aku gak tahu harus minta tolong kepada siapa lagi. Hanya Kak Rafandra yang aku kenal. Dan aku percaya Kak Rafandra mampu menjaga Kak Talia selama aku jauhnya." Tatapan penuh permohonan kembali ditunjukkan.
"Aku mohon, Kak."
Rafandra pun mengangguk. Varsha segera mencium tangannya dan terus mengucapakan terimakasih.
.
Talia begitu bahagia karena bisa makan malam di luar bersama Varsha. Sayangnya, kebahagiaan itu tak bertahan lama ketika sebuah kalimat mulai terucap.
"Aku dipindahkan ke cabang Bandung, Kak."
Sedih, tapi harus bersikap bahagia. Itu tandanya sang adik sudah dipercaya oleh owner untuk memegang cabang di Kota lain.
"Enggak apa-apa kan aku tinggalin Kakak di sini?" Talia mengangguk pasti.
"Jangan khawatirkan Kakak, Dek."
Baik Varsha maupun Talia sebenarnya sedih dan tak rela. Demi cita-cita, mereka tak boleh egois. Talia ingin adiknya lebih sukses. Begitu juga dengan Varsha yang bahagia ketika kakaknya menjadi pegawai kantoran bergaji besar.
Keheningan terurai ketika suara Rafandra terdengar. Manik mata cantik itu menatap ke arah Rafandra yang sudah berdiri di sampingnya.
"Saya antar ke stasiun."
Lelaki itu hanya mengangguk kecil menjawab pertanyaan dari sorot mata sang bawahan.
Tak ada obrolan apapun di dalam mobil. Sesekali Rafandra melirik spion depan di mana Talia hanya terdiam di kursi penumpang belakang. Sudah pasti perempuan itu tengah sedih.
Pelukan yang begitu erat Rafandra lihat ketika mereka sudah berada di stasiun. Hatinya mencelos melihat adegan kakak adik itu.
"Jaga diri Kakak dan bahagia selalu di sini."
Tak dapat menjawab dengan kata, hanya anggukan yang Talia berikan. Setelah pelukan mereka terurai, Varsha menatap Rafandra dengan sangat serius.
"Tolong jaga Kak Talia, Kak."
Talia mematung mendengar kalimat sang adik. Dia semakin membeku ketika Rafandra mengiyakan.
"Aku pergi, ya."
Setelah punggung lelaki itu tak terlihat lagi, dada Talia mulai terasa sesak. Rafandra menatap Talia yang masih menatap lurus ke arah di mana Varsha sudah menghilang.
"Enggak apa-apa kok kalau mau nangis."
Atensi Talia mulai beralih. Matanya sudah merah. Bulir bening pun menetes. Rafandra segera memeluk tubuh Talia. Perlahan, tangan Talia membalas pelukan Rafandra.
"Saya akan menggantikan tugas Varsha untuk menjaga kamu di sini."
...*** BERSAMBUNG ***...
Mana atuh ini komennya?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments
sum mia
nyesek sih nyesek....tapi ada bahagia juga dibalik kesedihan Talia .
dan tenanglah Talia... Rafandra pasti akan menjaga dan melindungimu , dan yang pasti keluarga Rafandra bukanlah seperti keluarga Yudha mantan kamu itu .
lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍
2025-04-13
2
U_Lee
Sekuat2nya Talia dia juga perempuan yg mempunyai hati yg lembut dan sensitif. dia berusaha kuat untuk adiknya, tidak mau menyusahkan orang lain sekalipun sebenarnya dia merasakan sakit yg berlipat2... Semoga dg adanya Rafandra yg menggantikan Virsha membuat hidup Talian lebih aman dan bahagia.
2025-04-13
0
Salim S
witing tresno jalarana soko kulino ya bang...kalau kata pepatah jawanya pelan pelan nanti terbiasa dan nyaman...di awali dengan kisah yang tidak jauh beda sama-sama terluka karena orang yg disayang...
2025-04-13
0