Udara malam di desa terasa berat. Keheningan yang menyelimuti seakan menjadi pertanda buruk akan sesuatu yang akan terjadi. Di dalam sebuah ruangan kecil yang diterangi cahaya lampu minyak, Xin Yu duduk dengan mata merah, tangannya gemetar saat memegang kuas rias.
Di hadapannya, Xiaolin duduk diam, wajahnya tenang namun kosong, seperti seseorang yang sudah menerima takdirnya.
Xin Yu menarik napas dalam, mencoba menahan air matanya, lalu mulai mengoleskan bedak tipis ke wajah Xiaolin. Tangannya berusaha stabil, tapi rasa bersalah menekan dadanya begitu keras hingga ia sulit bernapas. Setiap goresan kuas terasa seperti luka di hatinya sendiri.
"Kenapa harus kau yang menggantikan ku…?" bisiknya lirih, hampir tak terdengar.
Xiaolin tetap diam untuk sesaat, sebelum akhirnya membuka mulut, "Karena aku bisa menghadapinya."
Xin Yu menggigit bibirnya, menahan isak. "Aku yang seharusnya pergi… Aku yang mereka pilih… tapi kau malah…" Ucapannya terhenti ketika air matanya mulai jatuh tanpa bisa ia tahan lagi. Butiran bening itu menetes ke pangkuannya, membasahi ujung bajunya.
Xiaolin menoleh sedikit, menatap gadis itu dengan ekspresi lembut namun tegas. "Jangan menangis," katanya. "Menangis hanya akan membuat semua ini terasa lebih berat."
Xin Yu mengusap air matanya dengan punggung tangan, tetapi rasa bersalahnya masih menggunung.
"Aku… aku tidak ingin kau mati," katanya pelan.
Xiaolin menundukkan kepalanya sedikit sebelum berkata, "Aku juga tidak ingin mati." Lalu, dia menambahkan dengan suara lebih pelan, "Tapi ada sesuatu yang lebih menakutkan daripada kematian."
Xin Yu menatapnya dengan mata yang masih berkaca-kaca.
Xiaolin melanjutkan, "Kehilangan seseorang yang berharga lebih menyakitkan daripada mengorbankan diri sendiri. Itu sebabnya aku ingin kau tetap hidup. Kau memiliki orang-orang yang mencintaimu, keluarga yang peduli. Aku… tidak punya semua itu lagi."
Xin Yu menutup mulutnya dengan tangan, menahan isakan yang hampir keluar.
Tangannya masih gemetar saat melanjutkan riasan. Dia mengambil kuas merah dan menggambar pola halus di sudut mata Xiaolin, lalu menambahkan sedikit warna merah di bibirnya, seperti riasan pengantin sesungguhnya. Tapi berbeda dengan pengantin lain yang berseri-seri di hari pernikahan mereka, Xiaolin hanya duduk dalam keheningan, menatap cermin dengan ekspresi datar.
Saat riasannya hampir selesai, Xiaolin berbisik pelan,
"Gunakan roh pelindungmu."
Xin Yu tersentak, menatapnya dengan bingung.
"Kutukan ini…" Xiaolin melanjutkan dengan suara yang sangat lembut, "jangan sampai mengenai orang lain. Aku tidak ingin kau menjadi korban."
Xin Yu menatap Xiaolin, seolah ingin berkata sesuatu, tetapi tidak bisa menemukan kata-kata yang tepat. Akhirnya, dia hanya mengangguk lemah dan menggenggam liontin kecil di dadanya, mengaktifkan kekuatan roh pelindungnya dalam diam.
Xiaolin menatap pantulan dirinya di cermin untuk terakhir kalinya.
Selang beberapa menit, Xin Yu telah selesai merias Xiaolin dan membawanya keluar dari kuil dengan penampilan Xiaolin yang terlihat indah dengan jubah pengantin berwarna merah dan tudung yang menutupi wajahny dengan sempurna.
Udara malam terasa lebih dingin dari biasanya. Angin yang bertiup lembut menerbangkan dedaunan kering, membawa kesunyian yang mencekam ke seluruh desa. Cahaya bulan purnama menggantung di langit, menyinari tanah dengan sinar pucat yang membuat segala sesuatu tampak lebih suram.
Xiaolin berdiri di depan gerobak kayu yang telah dipersiapkan oleh warga desa. Riasan pengantin di wajahnya masih utuh, tetapi tidak ada kebahagiaan di dalam matanya. Beberapa pria desa yang bersenjata tombak dan pedang berdiri di sekelilingnya, memastikan tidak ada yang mencoba melarikan diri atau menggagalkan rencana ini.
Di antara kerumunan, Xin Yu berdiri diam, menggenggam ujung bajunya erat-erat. Matanya masih merah setelah menangis tadi, tetapi dia tidak berani menangis lagi. Saat mata mereka bertemu, Xin Yu hanya bisa menggigit bibirnya, menahan isakan yang ingin keluar.
Xiaolin melangkah menuju gerobak dengan tenang. Tidak ada keraguan dalam langkahnya, meskipun hatinya dipenuhi berbagai pikiran.
"Apakah aku akan kembali?"
"Apa yang menungguku di sana?"
"Apakah ini benar-benar akan mengakhiri semua ini?"
Saat dia naik ke dalam gerobak, suara kayu berderit memenuhi udara. Salah satu pria desa segera menutup pintunya dengan keras, seolah menegaskan bahwa Xiaolin sudah tidak bisa kembali lagi.
Suara kepala desa terdengar dari belakang, berbicara kepada para warga, "Demi keselamatan kita semua, kita harus melakukan ini. Jika kita tidak menyerahkan tumbal, kita semua akan celaka!"
Xiaolin tidak menoleh. Dia tidak peduli lagi dengan ketakutan dan keegoisan mereka.
Kereta kuda mulai bergerak perlahan. Roda kayunya bergemuruh di atas jalan berbatu, semakin menjauh dari desa yang kini terasa seperti tempat yang asing baginya.
Sepanjang perjalanan, Xiaolin hanya menatap ke luar jendela kecil gerobak, melihat bulan purnama yang menggantung di langit. Sinarnya begitu terang, tapi anehnya, malah terasa semakin mempertegas kegelapan yang mengelilinginya.
Dia menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan pikirannya.
"Jika ini takdirku… aku akan menghadapinya."
Gerobak terus melaju, membawa Xiaolin ke tempat yang belum diketahui, menuju takdir yang mungkin tidak akan memberinya kesempatan untuk kembali.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments