Rasa haus membakar tenggorokannya. Xiaolin terbangun dengan tubuh yang masih terasa sakit dan berat. Cahaya bulan samar-samar menembus celah pepohonan, memberikan penerangan yang cukup untuk melihat sekelilingnya. Dia harus menemukan air, atau tubuhnya yang lemah ini akan menyerah sebelum pagi tiba.
Dengan susah payah, dia mendorong tubuhnya agar bisa berdiri. Kakinya gemetar, tetapi dia tetap memaksa diri untuk melangkah. Setiap langkah terasa seperti menusukkan pisau ke dalam dagingnya sendiri. Namun, dia tidak bisa berhenti. Dia tidak boleh berhenti.
Suara gemericik air dari kejauhan membuat harapan kecil muncul di hatinya. Dengan langkah tertatih, Xiaolin mengikuti suara itu, berusaha secepat mungkin menuju sumbernya. Setelah beberapa saat, dia akhirnya menemukan sungai kecil dengan air yang jernih. Tanpa berpikir panjang, dia berlutut di tepi sungai dan menciduk air dengan tangannya yang gemetar.
Saat air menyentuh bibirnya, rasa dingin itu menyebar ke seluruh tubuhnya, memberikan sedikit ketenangan di tengah penderitaan. Dia minum perlahan, membiarkan cairan itu meresap ke dalam tubuhnya yang dehidrasi.
Namun, rasa lega itu hanya bertahan sesaat. Di balik bayangan pepohonan, sepasang mata merah menyala menatapnya tajam. Bulu kuduk Xiaolin berdiri. Hewan roh buas.
Suara geraman rendah menggema di udara. Xiaolin perlahan menoleh dan melihat makhluk itu dengan jelas. Seekor serigala roh dengan bulu hitam pekat, tubuhnya lebih besar dari serigala biasa, dan aura keji mengelilinginya. Makhluk itu bukan sekadar binatang liar, tetapi salah satu penghuni hutan yang paling ditakuti.
Xiaolin mencoba mundur perlahan, tetapi tubuhnya yang lemah membuat gerakannya lamban. Serigala itu melihatnya sebagai mangsa yang mudah. Dengan cepat, makhluk itu melompat menerjangnya.
Refleks Xiaolin berusaha menghindar, tetapi cakar tajam serigala itu tetap berhasil menggores lengannya. Rasa perih seketika menyebar, tetapi dia tidak punya waktu untuk merasakan sakit itu sepenuhnya. Dia berguling di tanah, mencoba mencari celah untuk melarikan diri.
Dia mengangkat tangannya, berusaha memanggil roh pelindungnya. Namun, tidak ada yang terjadi.
Tidak ada cahaya, tidak ada energi, tidak ada perlindungan.
Tubuhnya yang dulunya dipenuhi kekuatan kini benar-benar kosong. Hanya daging dan darah yang tersisa. Dia benar-benar manusia biasa.
Serigala itu menyerang lagi, kali ini lebih cepat dan lebih ganas. Xiaolin menghindar semampunya, tetapi cakarnya tetap berhasil mencabik bahunya. Darah segar mengalir deras, membasahi tanah di bawahnya.
Napasnya semakin berat, dan rasa sakit semakin menyiksa. Dia tahu dia tidak akan bisa melawan makhluk ini dengan keadaannya sekarang. Satu serangan lagi, dan dia mungkin akan mati di tempat ini.
Tetapi dia tidak ingin mati.
Dengan segenap tenaga terakhirnya, Xiaolin mengambil batu besar di dekatnya dan melemparkannya ke kepala serigala itu. Serigala itu menggeram marah, tetapi serangan itu cukup untuk memberinya celah untuk kabur. Xiaolin berlari secepat yang dia bisa, meskipun setiap langkahnya terasa seperti siksaan.
Di belakangnya, serigala itu mengejar dengan kecepatan luar biasa.
Jantung Xiaolin berdegup kencang. Jika dia tidak menemukan tempat bersembunyi, maka malam ini akan menjadi akhir hidupnya.
Namun, sebelum dia bisa mencapai perlindungan, tubuhnya tidak mampu lagi bertahan. Lututnya melemas, dan dunia mulai berputar. Napasnya pendek dan terputus-putus. Xiaolin terjatuh ke tanah, kesadarannya memudar. Di ambang kematian, bayangan istana kembali muncul dalam pikirannya—pengkhianatan, luka, dan kehancuran dirinya.
Apakah dia akan mati di tempat ini?
Ataukah takdir masih punya rencana lain untuknya?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments