Bab 8 : Desa yang Tenang, Hati yang Terluka

Hari-hari berlalu dengan perlahan di desa kecil itu. Matahari terbit dengan kehangatan yang lembut, menyorot atap-atap rumah sederhana yang terbuat dari kayu dan jerami. Angin berembus membawa aroma tanah basah dan dedaunan yang berguguran, mengiringi kehidupan yang berjalan tanpa tergesa-gesa.

Xiaolin masih tinggal di kuil, meski tubuhnya sudah lebih baik. Setiap pagi, dia akan duduk di serambi, menatap langit yang biru tanpa arah tujuan. Dia sering termenung, membiarkan pikirannya mengembara tanpa henti.

Penduduk desa mulai terbiasa dengan keberadaannya, tapi tidak banyak yang berani mendekat. Mereka bisa merasakan ada sesuatu dalam diri Xiaolin—sesuatu yang membuatnya berbeda. Tatapannya sering kosong, seolah jiwanya masih tertinggal di masa lalu yang kelam.

Meski begitu, biksu tua yang merawatnya tidak pernah mendesaknya untuk bicara. Dia hanya memberikan ruang bagi Xiaolin untuk memulihkan diri, baik secara fisik maupun batin.

Namun, seberapa lama pun dia berada di desa ini, ada sesuatu yang tidak bisa sembuh begitu saja—hatinya.

Malam-malamnya masih dipenuhi mimpi buruk. Bayangan masa lalu, darah yang mengalir, jeritan orang-orang yang pernah dikenalnya. Setiap kali dia menutup mata, kegelapan itu kembali menyelimutinya.

Ketika pagi datang, dia hanya bisa terdiam, menatap cahaya yang perlahan menyapu desa, seolah mencari sesuatu yang bisa menghangatkannya. Tapi kehangatan itu tidak pernah benar-benar mencapai hatinya.

Meskipun Xiaolin menjaga jarak, dia tidak ingin hanya menjadi beban. Maka, dia mulai membantu warga desa dengan pekerjaan ringan.

Pagi-pagi sekali, sebelum matahari naik sepenuhnya, dia akan pergi ke sumur bersama beberapa wanita desa untuk mengambil air. Mereka awalnya ragu membiarkan Xiaolin ikut, tetapi dia hanya mengambil ember dan mulai bekerja tanpa banyak bicara.

Ketika matahari mulai meninggi, Xiaolin bergabung dengan para petani di lumbung untuk menumbuk padi. Tangannya yang dulu hanya terbiasa bertahan hidup kini mulai mengenal kerja keras yang lebih damai. Dia tidak keberatan dengan kesederhanaan itu—justru, dalam pekerjaan berulang seperti ini, pikirannya bisa sedikit tenang.

Kadang-kadang, dia juga membantu merawat tanaman di ladang. Mengangkat keranjang, menyiram tanaman, atau sekadar membantu anak-anak mengumpulkan daun kering.

Warga desa mulai menyukainya. Mereka mengagumi kerja keras dan ketekunan Xiaolin, meskipun gadis itu jarang tersenyum. Namun, mereka juga merasakan sesuatu yang membuat mereka tidak bisa benar-benar mendekat.

Xiaolin tetap menjaga jarak.

Setiap kali seseorang mencoba terlalu dekat, dia akan mundur, memberikan batasan yang tidak terlihat. Dia membalas sapaan, tapi tidak pernah berbincang lebih dari yang diperlukan. Jika ada yang bertanya tentang masa lalunya, dia hanya diam atau mengalihkan pembicaraan.

Mereka tidak tahu bahwa Xiaolin sedang mencoba melindungi mereka.

Karena dia tahu, meskipun dia ingin menjalani kehidupan sederhana di desa ini, kutukan yang ada di dalam dirinya tidak akan pernah hilang.

Dan dia tidak ingin ada korban lagi.

Hari-hari berlalu seperti aliran sungai yang tenang, membawa Xiaolin ke dalam ritme kehidupan desa yang sederhana. Namun, ketenangan itu tidak serta-merta menenangkan hatinya.

Setiap pagi, suara ayam berkokok membangunkan desa. Asap tipis mengepul dari dapur rumah-rumah kecil, menandakan para ibu telah mulai memasak untuk keluarga mereka. Anak-anak berlarian di antara rumah-rumah, tertawa riang saat mereka bermain kejar-kejaran di jalan tanah yang masih basah oleh embun pagi.

Xiaolin duduk di beranda kuil, mengamati semuanya dengan diam. Cahaya matahari yang lembut menyinari wajahnya yang masih pucat, tetapi dia tetap merasa ada dinding tak kasatmata yang memisahkannya dari kehidupan yang normal ini.

Di malam hari, saat desa mulai sunyi dan hanya suara jangkrik yang terdengar, Xiaolin tetap terjaga. Matanya menatap ke langit yang dipenuhi bintang, tetapi pikirannya terperangkap dalam kenangan yang tak ingin ia ingat.

Kadang-kadang, dia menggenggam dadanya, merasa sesak oleh sesuatu yang tidak bisa dijelaskan. Luka di tubuhnya memang sudah mulai pulih, tapi luka di dalam hatinya terasa semakin dalam.

Meski begitu, dia tetap berusaha menjalani hari seperti biasa.

Karena dia tahu, di tempat sekecil ini, tidak ada tempat bagi seseorang yang hanya ingin tenggelam dalam kesedihan.

Episodes
1 Bab 1 Hari Pernikahan yang Hancur
2 Bab 2 : Kutukan yang Tak Terduga
3 Bab 3 : Pengasingan ke Lembah Hutan
4 Bab 4 : Hutan yang Kejam
5 Bab 5 : Darah di Bawah Bulan
6 Bab 6 : Cahaya di tengah Kegelapan
7 Bab 7 : Penyembuhan yang Menyakitkan
8 Bab 8 : Desa yang Tenang, Hati yang Terluka
9 Bab 9 : Gadis dengan Mata Kosong
10 Bab 10 : Legenda Iblis Pemikat Wanita
11 Bab 11 : Pengantin Umpan
12 Bab 12 : Langkah Xiaolin
13 Bab 13 : Riasan Pengantin yang Sunyi
14 Bab 14 : Serangan Serigala Roh
15 Bab 15 : Kesunyian yang Mengerikan
16 Bab 16 : Laki-laki Berpakaian Hitam
17 Bab 17 : Payung Merah di Tengah Hening
18 Bab 18 : Bangunan yang Tidak Pernah Ada
19 Bab 19 : Rahasia antara tanda dan cincin
20 Bab 20 : Bayang-bayang di Hutan
21 Bab 21 : Kejutan di Bangunan Tua
22 Bab 22 : Pengantin yang Bangkit
23 Bab 23 : Pengantin Tertua
24 Bab 24 : Boneka Kesebelas
25 Bab 25 : Nama yang Ditakuti
26 Bab 26 : Nama yang Terlupakan
27 Bab 27 : Pertemuan dengan Sesepuh Wang
28 Bab 28 : Sesuatu yang khas tentangnya
29 Bab 29 : Harta atau Nyawa
30 Bab 30 : Roh pelindung langka
31 Bab 31 : Rahasia yang terbongkar
32 Bab 32 : Kekuatan yang Terbelenggu
33 Bab 33 : Mengungkap Segel
34 Bab 34 : Menetralkan Kutukan
35 Bab 35 : Langkah Selanjutnya
36 Bab 36 : Kejutan dan Teka-Teki
37 Bab 37 : Langkah Menuju Pemurnian
38 Bab 38 : Interaksi Pagi
39 Bab 39: Keputusan untuk Berangkat ke Tempat Baru
40 Bab 40 : Langkah yang Berat
41 Bab 41: Jejak Kematian di Hutan
42 Bab 42: Kecurigaan di Antara Ksatria
43 Bab 43 : Cincin Permata Merah
44 Bab 44 : Suara di Antara Pepohonan
45 Bab 45 : Desa yang Hilang dalam Sunyi
Episodes

Updated 45 Episodes

1
Bab 1 Hari Pernikahan yang Hancur
2
Bab 2 : Kutukan yang Tak Terduga
3
Bab 3 : Pengasingan ke Lembah Hutan
4
Bab 4 : Hutan yang Kejam
5
Bab 5 : Darah di Bawah Bulan
6
Bab 6 : Cahaya di tengah Kegelapan
7
Bab 7 : Penyembuhan yang Menyakitkan
8
Bab 8 : Desa yang Tenang, Hati yang Terluka
9
Bab 9 : Gadis dengan Mata Kosong
10
Bab 10 : Legenda Iblis Pemikat Wanita
11
Bab 11 : Pengantin Umpan
12
Bab 12 : Langkah Xiaolin
13
Bab 13 : Riasan Pengantin yang Sunyi
14
Bab 14 : Serangan Serigala Roh
15
Bab 15 : Kesunyian yang Mengerikan
16
Bab 16 : Laki-laki Berpakaian Hitam
17
Bab 17 : Payung Merah di Tengah Hening
18
Bab 18 : Bangunan yang Tidak Pernah Ada
19
Bab 19 : Rahasia antara tanda dan cincin
20
Bab 20 : Bayang-bayang di Hutan
21
Bab 21 : Kejutan di Bangunan Tua
22
Bab 22 : Pengantin yang Bangkit
23
Bab 23 : Pengantin Tertua
24
Bab 24 : Boneka Kesebelas
25
Bab 25 : Nama yang Ditakuti
26
Bab 26 : Nama yang Terlupakan
27
Bab 27 : Pertemuan dengan Sesepuh Wang
28
Bab 28 : Sesuatu yang khas tentangnya
29
Bab 29 : Harta atau Nyawa
30
Bab 30 : Roh pelindung langka
31
Bab 31 : Rahasia yang terbongkar
32
Bab 32 : Kekuatan yang Terbelenggu
33
Bab 33 : Mengungkap Segel
34
Bab 34 : Menetralkan Kutukan
35
Bab 35 : Langkah Selanjutnya
36
Bab 36 : Kejutan dan Teka-Teki
37
Bab 37 : Langkah Menuju Pemurnian
38
Bab 38 : Interaksi Pagi
39
Bab 39: Keputusan untuk Berangkat ke Tempat Baru
40
Bab 40 : Langkah yang Berat
41
Bab 41: Jejak Kematian di Hutan
42
Bab 42: Kecurigaan di Antara Ksatria
43
Bab 43 : Cincin Permata Merah
44
Bab 44 : Suara di Antara Pepohonan
45
Bab 45 : Desa yang Hilang dalam Sunyi

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!