Bab 9: Makin Berat atau Makin Biasa?

Hari kedua di Al-Ihsan dimulai lebih berat dari yang mereka kira. Setelah shalat subuh dan kajian pagi, mereka harus ikut kegiatan bersih-bersih asrama.

"Serius yeuhh?" gumam Aresha sambil menatap sapu di tangannya malas.

"Lo pikir didieu ada asisten rumah tangga?" balas Ayesha sembari mulai nyapu lantai kamar.

Arumi mendengus malas. "Gue bisa bersihin kamar sendiri, tapi nga bersihin kamar mandi? Mbung teuing!"

"Teu bisa kitu?!" Abila melirik tajam. "Matakan dirumah teh belajar bebersih yang lain?!"

"Tapi kan, di rumah mah, kamar mandinya nggak banyak gini."

Sementara itu, Aurora udah berdiri di depan wastafel, tangannya bersedekap. "Saha yang mau ambil tugas bersihin kloset?"

Lima detik.

Sepuluh detik.

Tak ada yang mengangkat tangannya.

Arumi akhirnya mendecak. "Udahlah, digilir aja, besok siapa, lusa siapa. Hari ini biar gue yang bersihin."

Aresha dan Aurora langsung tepuk tangan. "Mantap! Gue doain lo kuat!"

Arumi mendelik. "Bantuan, anying!"

Setelah beres bersih-bersih, mereka kembali ke aula untuk kegiatan hafalan. Tapi sebelum mereka sempat duduk dengan tenang, seorang santri senior datang menghampiri mereka.

"Eh, kalian yang kembar lima, kan?"

Lima bersaudara itu menoleh bersamaan.

Santri itu tertawa kecil. "Lucu juga ya, gerakannya bisa kompak kayak gitu."

Aresha melipat tangan di dadanya. "Terus, ada apa, Kak?"

Santri senior itu tersenyum. "Kenalin, gue Farah. Salah satu santri senior di sini. Denger-denger, kalian terkenal di sekolah lama kalian?"

Aurora nyengir. "Iya dong, kita kan seleb di sana..."

"Tapi kalian suka bikin masalah, kan?"

Mereka langsung saling lirik.

Farah tertawa. "Gue cuma kasih saran. Di sini, kalau kalian punya niatan buat nakal, harus lebih pinter lagi dari pengawas. Banyak yang pernah nyoba, tapi semuanya ketahuan. Jadi main bersih aja."

Arumi menaikkan alis heran. "Tantangan, nih?"

Farah mengangkat bahu. "Maybe, cuman peringatan."

Setelah itu, dia pergi begitu saja.

Aresha nyengir. "Gue makin panasaran seketat apa sih aturan didieu?"

Abila menarik napas panjang. "Pokoknya, sabar. Untuk sekarang arurang adaptasi dulu aja. Baru bikin rencana. Bener kata teteh yang tadi, kita harus main bersih."

Keempat kembarannya pun menyetujui ucapan Abila, dan mulai sekarang, mereka akan menjalani kehidupannya dengan penuh kewaspadaan.

________

Detik berganti menjadi menit, menit berganti menjadi jam, jam terus bergulir, malam berubah menjadi siang, rembulan mulai terbenam di gantikan oleh sang surya.

Hari-hari berlalu dengan begitu cepat, kelima bersaudara itu mulai memahami rutinitas di Al-Ihsan. Bangun sebelum subuh, shalat berjamaah, hafalan, kajian, sekolah, lalu aktivitas sore. Semua berjalan dengan disiplin dan tanpa cela. Awalnya, mereka mengira bakal mati gaya. Tapi anehnya, mereka mulai bisa mengikuti ritme, meskipun dalam hati tetap mengeluh.

Pagi itu, mereka sudah siap dengan seragam sekolah, duduk di kelas dengan ekspresi malas-malasan.

Aresha menyandarkan kepalanya di meja. "Anjir, gue udah nggak kuat, tiap pagi kudu ngapalin ayat sebelum kelas dimulai, kawas kieu mah."

"Udah biasa," jawab Ayesha sambil mainin pulpen. "Anggap we pemanasan otak samemeh belajar."

Aurora mendengus. "Pemanasan otak nahaon? Anu aya malah over heat."

Tapi dibanding awal mereka datang, keluhan itu mulai berkurang. Mereka mulai hafal kebiasaan di sekolah ini, termasuk cara menghindari masalah.

Misalnya, Abila tahu kapan harus diam dan kapan harus berbicara supaya gak kena tegur. Arumi lebih banyak mengamati situasi daripada sekadar nyolot. Aresha masih sering ngedumel, tapi tahu batas. Aurora sesekali kena tegur karena kurang disiplin, tapi mulai belajar menyesuaikan diri.

Yang paling berubah mungkin Ayesha. Dari semua kembar, dia yang paling bisa blend in. Bahkan, dia sempat ngobrol cukup akrab sama beberapa santri lain.

Siang itu, saat jam istirahat, Ayesha baru aja selesai ngobrol sama teman barunya, Zizi, pas kakak senior lain datang mendekati mereka. Kali ini bukan Kak Farah, tapi Kak Salsabila, salah satu pengurus OSIM di sekolah itu.

"Kalian anak baru itu, ya?" Tanya kak Salsa tersenyum ramah, tapi tatapannya penuh selidik.

"Iya, Kak," jawab Ayesha.

Kak Salsa melirik ke meja di mana empat saudaranya duduk. "Kalian saudaraan, kan?"

Aurora yang lagi minum hampir keselek. "Maksudna naon?"

"Ya, kalian terkenal banget di sini. Jarang ada yang kembar lima, apalagi yang… ya, agak beda dari santri lain."

Arumi menaikkan alis. "Beda kumaha, Kak?"

Kak Salsa hanya tersenyum samar. "Nggak tahu ya? Nanti juga kalian sadar sendiri."

Lalu dia pergi begitu saja.

Lima bersaudara itu saling pandang.

Aresha menyilangkan tangan. "Oke, itu rada nyeremin."

"Tapi arurang beneran terkenal?" Aurora nyengir. "Wah, asik juga."

"Tong senang dulu," sahut Abila. "Arurang teh, terkenal karena apa dulu? Kalau karena negatif, bisa berabe."

Arumi mengangguk. "Bener oge. Makanya, arurang harus tetap low profile dulu sampai waktu yang tepat."

Yang disepakati oleh mereka berlima.

Untuk sementara, mereka akan tetap bertahan. Cari aman aja sebenernya.

Tapi entah kenapa, dalam hati kecil mereka, mereka tahu… Mereka gak bakal bisa kalem selamanya.

_____

Setelah hampir dua minggu berusaha “low profile,” akhirnya kesabaran lima kembaran itu mulai diuji. Mereka mulai jenuh dengan rutinitas yang terlalu monoton. Apalagi, aturan ketat di Al-Ihsan bikin mereka sulit buat gerak bebas.

"Aing mah bosen kieu ning euy!" Aresha menjatuhkan diri ke kasur dengan dramatis.

"Sabaaaaar…" Abila menghela napas panjang. "Arurang harus tahan dulu. Jangan bikin ulah sebelum waktunya. Kecuali arurang maen bersih."

Aurora memutar mata. "Teu bisa! Aing mah geus teu bisa sabar, ihh aing udah gatal pengen ngerjain sesuatu!"

Arumi menyeringai. "Gue ada ide."

Keempat pasang mata itu langsung menoleh ke arahnya.

Arumi mendekat kearah keempat kembarannya dan berkata. "Kumaha lamun arurang tes dulu, bisa nggak keluar dari kamar setelah jam malam?"

Ayesha langsung menepuk dahinya. "Anjir, lo ngajak kita kabur malem-malem?"

"Nya lamun kabur ti berang mah, ketahuan atuhh, Ra."

Sementara Arumi mengangkat bahunya. "Bukan kabur. Cuma… eksplorasi kecil-kecilan. Hitung-hitung uji coba buat keisengan kita nanti. Biar nggak bosen bosen amat kayak gini."

Aresha menyeringai. "Leheng sia pinter, Rum, aing resep yeuh rencana maneh."

"Eleh elehh, eta sungut," delik Arumi yangg di susul tawa renyah mereka.

Dan begitulah, rencana mereka dimulai.

---

Malam Harinya

Setelah jam malam tiba dan lampu kamar sudah dimatikan, mereka mulai bergerak.

Aurora mengintip dari jendela. "Sepi."

Ayesha mengambil langkah pertama, membuka pintu perlahan. "Oke, jalannya pelan-pelan, jangan ada yang jatuhin barang."

"Siap, kalem we."

Mereka berlima mulai melangkah keluar dari kamar, mencoba berjalan sehalus mungkin. Lorong asrama masih diterangi lampu redup, memberikan kesan sedikit menyeramkan.

Pas mereka hampir sampai di tikungan menuju dapur, yang jadi tujuan utama mereka buat nyari cemilan, tiba-tiba…

TOK TOK TOK!

Mereka semua langsung membeku.

"Astagfirullah… SIAPA ITU?" bisik Abila dengan napas tertahan.

Aresha langsung mengangkat tangan. "Keheula! Jangan panik!"

Mereka mengintip sedikit ke arah suara.

Dan ternyata…

Itu cuma salah satu ustadz yang lagi ngecek kamar-kamar santri.

"Holy, ini lebih deg-degan dari yang gue kira," bisik Aurora.

Arumi tertawa pelan. "Santai. Ini baru latihan."

Setelah ustadz itu pergi, mereka berhasil menyelinap ke dapur dan menemukan stok roti yang masih tersisa.

"Dapet!" Aresha langsung mengantongi beberapa bungkus roti.

Ayesha melotot. "Jangan banyak-banyak, ke bisi kanyahoan."

"Aing lapar jirr!" Aresha nyengir sambil tetap memasukkan dua bungkus ke dalam bajunya.

Mereka kembali ke kamar dengan selamat. Misi pertama berhasil.

Dan kini, mereka siap buat misi yang lebih besar lagi.

Mereka tidak sadar bahwa apa yang mereka lakukan malam itu hanya awal dari serangkaian keisengan yang bakal bikin nama mereka di Al-Ihsan semakin terkenal, dengan cara yang gak terduga.

Episodes
1 Prolog
2 Bab 1
3 Bab 2: Lima Mojang dan Rencana Gila
4 Bab 3: Bolos yang epic
5 Bab 4: Bolos yang epic (Lanjutan)
6 Bab 5: Bolos dimarahin
7 Bab 6: Misi Rahasia Rebut HP
8 Bab 7: Hari Pertama di Al-Ihsan Islamic Boarding School
9 Bab 8: Adaptasi atau Mati Gaya?
10 Bab 9: Makin Berat atau Makin Biasa?
11 Bab 10: Keisengan Pertama yang Berujung Petaka
12 Bab 11: Dari Pengacau Jadi Panitia?
13 Bab 12: Realita Pahit di Balik Seragam Panitia
14 Bab 13: Operasi Rahasia Lima Kembar
15 Bab 14: Rahasia Fikri Terbongkar
16 Bab 15: Operasi Tutup Jejak
17 Bab 16: Perlawanan Dimulai
18 Bab 17: Terjebak di Sarang Bu Nyai
19 Bab 18: The Revenge Plan – Balas Dendam Manis
20 Bab 19: Operasi Kabur dari Kegiatan Malam!
21 Bab 20: Misi Kabur ke Warung Bi Enung!
22 Bab 21: Operasi Ngerjain Santri Baru
23 Bab 22 : Ketahuan Lagi, Tapi…?
24 Bab 23: Kacau Tapi Berkah!
25 Bab 24: Drama Hafalan yang Bikin Malu
26 Bab 25: Lulus dengan Drama
27 Bab 26: Kehidupan Baru di Kampus
28 Bab 27: Gagal Dulu, Baru Adaptasi
29 Bab 28: Bangkit atau Pulang?
30 Bab 29: Titik Balik
31 Bab 30: Lima Tahun Kemudian
32 Bab 31: Kembali ke Akar
33 Bab 32 : Mimpi yang Lebih Besar
34 Bab flashback: Perpisahan yang Terlalu Cepat
35 Bab 33: Langkah Menuju Dunia
36 Bab 34: Bangun dari Nol
37 Bab 35: Ketika Cinta Mulai Menyapa
38 Bab 36: Perasaan yang Tak Terhindarkan
39 Bab 37: Perasaan yang Mulai Diuji
40 Bab 38: Langkah Baru, Hidup Baru
41 Bab 39: Saatnya Menyusun Masa Depan
42 Bab 40: Langkah Besar, Keputusan Besar
43 Bab 41: Perjalanan yang Baru Dimulai
44 Epilog: Mojang Cianjur Selamanya
Episodes

Updated 44 Episodes

1
Prolog
2
Bab 1
3
Bab 2: Lima Mojang dan Rencana Gila
4
Bab 3: Bolos yang epic
5
Bab 4: Bolos yang epic (Lanjutan)
6
Bab 5: Bolos dimarahin
7
Bab 6: Misi Rahasia Rebut HP
8
Bab 7: Hari Pertama di Al-Ihsan Islamic Boarding School
9
Bab 8: Adaptasi atau Mati Gaya?
10
Bab 9: Makin Berat atau Makin Biasa?
11
Bab 10: Keisengan Pertama yang Berujung Petaka
12
Bab 11: Dari Pengacau Jadi Panitia?
13
Bab 12: Realita Pahit di Balik Seragam Panitia
14
Bab 13: Operasi Rahasia Lima Kembar
15
Bab 14: Rahasia Fikri Terbongkar
16
Bab 15: Operasi Tutup Jejak
17
Bab 16: Perlawanan Dimulai
18
Bab 17: Terjebak di Sarang Bu Nyai
19
Bab 18: The Revenge Plan – Balas Dendam Manis
20
Bab 19: Operasi Kabur dari Kegiatan Malam!
21
Bab 20: Misi Kabur ke Warung Bi Enung!
22
Bab 21: Operasi Ngerjain Santri Baru
23
Bab 22 : Ketahuan Lagi, Tapi…?
24
Bab 23: Kacau Tapi Berkah!
25
Bab 24: Drama Hafalan yang Bikin Malu
26
Bab 25: Lulus dengan Drama
27
Bab 26: Kehidupan Baru di Kampus
28
Bab 27: Gagal Dulu, Baru Adaptasi
29
Bab 28: Bangkit atau Pulang?
30
Bab 29: Titik Balik
31
Bab 30: Lima Tahun Kemudian
32
Bab 31: Kembali ke Akar
33
Bab 32 : Mimpi yang Lebih Besar
34
Bab flashback: Perpisahan yang Terlalu Cepat
35
Bab 33: Langkah Menuju Dunia
36
Bab 34: Bangun dari Nol
37
Bab 35: Ketika Cinta Mulai Menyapa
38
Bab 36: Perasaan yang Tak Terhindarkan
39
Bab 37: Perasaan yang Mulai Diuji
40
Bab 38: Langkah Baru, Hidup Baru
41
Bab 39: Saatnya Menyusun Masa Depan
42
Bab 40: Langkah Besar, Keputusan Besar
43
Bab 41: Perjalanan yang Baru Dimulai
44
Epilog: Mojang Cianjur Selamanya

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!