Ayesha:"Kalo hidup cuma sekolah-pulang-sekolah-pulang, mending gue jadi batu."
Aresha: "Bolos itu bukan pilihan, itu kebutuhan."
Abila: "Gue sih ngikut aja, asal ada cemilan."
Aurora:"Santai, bro! Selama ada gue, nggak ada yang namanya bete."
Arumi: "Dandan dulu bentar, baru kita cabut! Masa main ke mall muka kucel?"
---
Hari itu mereka berlima sudah punya rencana matang: bolos ke Alun-Alun Cianjur, lanjut ke City Mall, dan terakhir mampir ke pasar malam. Bukan pertama kalinya mereka bolos sekolah, tapi kali ini lebih nekat karena mereka tahu Pak Tatang pasti bakal ngamuk kalau ketahuan.
"Udah yakin, nih?" tanya Abila sambil ngemilin keripik singkong yang entah dia ambil dari mana.
Ayesha nyengir. "Yakin lah! Masa hidup kita cuma di sekolah doang? Lagian, lo liat tuh cuaca. Cerah pisan! Sayang kalo nggak dimanfaatin."
"Udah jangan banyak cingcong. Berangkat sekarang sebelum keburu bel istirahat kedua," kata Aresha sambil menarik tangan Aurora.
Dengan langkah lincah dan penuh percaya diri, mereka menyelinap keluar lewat belakang sekolah, melewati gang kecil yang biasa mereka pakai buat kabur. Setengah jam kemudian, mereka udah sampai di Alun-Alun Cianjur.
"Gila, enak banget di sini," kata Arumi sambil merapikan rambutnya di kamera depan HP. "Gue udah kangen banget nongkrong di sini."
Mereka duduk di bawah pohon rindang sambil ngemil cilok dan es teh manis. Ayesha dan Aresha sibuk bercanda dorong-dorongan sampai hampir bikin minuman Abila tumpah. Aurora yang emang paling gampang ketawa, udah ngakak dari tadi.
"Next, ke City Mall nggak?" tanya Aurora setelah puas ngemil.
"Jelas!" sahut Ayesha. "Gue mau cari sneakers baru. Mata gue udah gatel liat diskonan."
Sampai di City Mall, mereka langsung nyebar. Arumi dan Aurora sibuk di bagian aksesoris, Ayesha dan Aresha masuk ke toko sepatu, sementara Abila nyari makanan lagi. Setiap kali mereka ketemu di satu titik, ada aja bahan buat diketawain, mulai dari Arumi yang maksa nyoba 10 lipstik tapi nggak beli satupun, sampai Aresha yang debat sama pegawai toko soal ukuran sepatu.
Matahari udah mulai tenggelam pas mereka akhirnya sampai di pasar malam. Lampu-lampu warna-warni menyala, suara musik dangdut dari wahana ontang-anting bikin suasana makin hidup. Mereka naik wahana, makan jagung bakar, dan main lempar gelang buat dapetin hadiah.
"Anjir, ini baru hidup!" seru Aresha sambil ngelap tangannya yang lengket kena saus cilok.
"Setuju!" Ayesha mengangkat gelas es kelapa muda. "Hidup kita ini harus penuh kenangan, bukan aturan!"
Mereka ketawa puas. Tapi, di tengah keseruan itu, HP Abila tiba-tiba bergetar. Nama yang muncul di layar bikin mereka semua langsung pucat.
"Babeh..." bisik Abila dengan wajah tegang.
Mereka saling pandang, tahu banget apa artinya ini. Pak Tatang pasti udah ngadu. Dan mereka tahu, pulang ke rumah bakal jadi mimpi buruk.
"Siap-siap aja, malam ini kita bakal kena azab," gumam Aurora pasrah.
---
Bener aja. Begitu mereka sampai rumah, Babeh udah nunggu di ruang tamu dengan wajah murka. Umi berdiri di sebelahnya, tangannya di pinggang.
"Sok, kabeh, hiji-hiji, naon alesanna?!" suara Babeh menggema di seluruh rumah.
Mereka berlima berdiri berjejer, menunduk kayak terdakwa sidang kasus besar. Arumi yang biasanya bawel mendadak diem. Aresha menggigit bibirnya, Ayesha nyoba senyum tapi gagal total.
"Anu... kita tuh tadi... anu..." Abila mencoba buka suara, tapi langsung kena tatapan tajam dari Umi.
"ANUUU NAON?!" bentak Umi. "Sakola naon, alun-alun naon?! Maraneh teh, heeeuh!"
Aurora, yang biasa paling santai, akhirnya angkat tangan duluan. "Tapi, Beh, Mi, kita tuh nggak macem-macem, cuma main doang..."
"Main?! Maraneh nyaho guru BK nelepon babeh? Ehhh..." Babeh udah siap ngamuk lagi.
"Babeh, sumpah, kita tadi tuh cuma main. Nggak macem-macem, nggak kabur jauh, nggak berantem, nggak bikin onar," kata Ayesha berusaha meyakinkan.
"Iya, kita cuma refreshing sebentar doang. Masa anak-anak nggak boleh seneng?" tambah Arumi dengan wajah memelas.
Umi melotot. "SENENG?! SENENG KUMAHA?! Guru BK nepi ka nelepon ka babeh, sakola ribut nyariin maraneh! Eta naon nami na?!"
Aresha melirik ke saudara-saudaranya, berusaha mencari jawaban yang bisa menyelamatkan mereka dari ceramah panjang ini. "Eh... yaaa... salah paham kali, Mi? Pak Tatang terlalu lebay nanganinnya?"
Babeh udah nggak bisa ditahan lagi. "Lebay, lebay, lebay, maneh! AWAS WE LAMUN ISUKAN BOLOS DEI!! UANG JAJAN MARANEH KU BABEH DI POTONG"
Mereka berlima langsung menahan tawa, tapi tetap berusaha pasang muka tobat. Malam itu, ceramah berlangsung lebih dari satu jam, lengkap dengan ancaman bakal disuruh belajar ekstra tiap malam. Tapi begitu mereka masuk kamar, ketawa mereka pecah.
"Besok bolos lagi, nggak?" tanya Abila sambil ngemil keripik.
Ayesha menyeringai. "urang tinggali we situasina."
Dan seperti yang bisa diduga, mereka udah mulai rencana bolos selanjutnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments