Sejak insiden di hotel itu, hidup mereka berubah drastis. Gak ada lagi notif WhatsApp yang nyaring tengah malam, gak ada scroll TikTok sebelum tidur, dan yang paling nyesek, mereka gak bisa curhat satu sama lain lewat chat.
Setiap hari, mereka cuma bisa tatap-tatapan pas bosan, berharap ada yang bisa telepati. Tapi ya mana bisa?!
"Anjir, rasanya kayak dikurung di kandang ayam," gerutu Aurora sambil ngacak-ngacak rambutnya.
"Lo kira lo doang yang ngerasa gitu?" timpal Aresha sambil menekuk tangan di dada.
Ayesha yang dari tadi diem akhirnya buka suara. "Kita harus dapetin HP kita lagi..."
Keempatnya langsung noleh. "Maksud lo?"
Ayesha menyeringai. "Maksud gue... Kita curi balik."
Abila langsung masang muka khawatir. "Gila lo, Yesh. Ketauan lagi, kita bisa diasingin ke Kutub Utara!"
"Tapi kalau nggak gini, kita bakal terus sengsara, Bil!" Arumi ikut membela. "Lo tau nggak, ini tuh udah kayak zaman batu. Gue sampe nulis diary pake kertas, men! KERTAS! Lo tau gimana ribetnya?"
Aresha mengangguk mantap. "Gue setuju! Gue udah riset. HP kita ada di lemari kamar Babeh, kuncinya biasanya ada di meja kerja dia."
"Terus cara masukinnya gimana?" tanya Aurora.
Ayesha nyengir lebar. "Serahin ke gue."
---
Malam itu, mereka menunggu sampai rumah benar-benar sepi. Lampu kamar Umi dan Babeh sudah mati. Berarti misi bisa dimulai.
Ayesha dan Aresha maju duluan, berjalan pelan ke arah meja kerja Babeh di ruang tamu. Abila jadi pengawas, berdiri di dekat tangga buat jaga-jaga kalau ada yang bangun.
Sementara itu, Arumi dan Aurora di belakang, siap membantu kalau ada yang butuh pengalihan perhatian.
Aresha merayap mendekati meja kerja, tangannya dengan cekatan membuka laci. Kunci itu ada di sana, mengkilap di bawah cahaya lampu tidur. Dengan hati-hati, dia meraihnya.
"Got it!" bisik Aresha penuh kemenangan.
Mereka berdua langsung ngacir ke kamar Babeh. Lemari kayu besar itu berdiri kokoh di depan mereka. Ayesha dengan sigap memasukkan kunci, memutar pelan, dan...
KLIK!
Lemari terbuka.
Dan di sana, berjajar HP mereka berlima.
"YES!!" Ayesha hampir berteriak kalau saja Aresha nggak buru-buru membekap mulutnya.
"Sshh! Ambil cepetan!"
Mereka berdua dengan hati-hati mengambil HP masing-masing. Tapi baru aja mereka mau nutup lemari lagi...
KREEEK
Suara pintu kamar terbuka.
Mereka semua membeku.
Dari balik kegelapan, muncul sosok tinggi dengan mata yang masih setengah sadar.
BABEH.
"Ari maraneh teh naon?!" suara Babeh langsung bikin jantung mereka rontok.
Reflek, mereka langsung menyembunyikan HP di belakang punggung. Tapi jelas itu percuma.
"Apa itu di belakang maraneh?!"
Aurora, yang panikan, langsung keceplosan.
"Kami cuman liat-liat lemari, Beh!"
Semua langsung ngelirik ke Aurora dengan tatapan "INI ORANG NGAPAIN SIH?!".
Babeh mempersempit mata. "Liat-liat lemari?"
Aresha buru-buru mencoba menutup pintu lemari, tapi Babeh lebih cepat. Dia menarik gagang pintu, melihat ruang kosong di tempat HP mereka sebelumnya.
Hening.
Lalu...
"MARANEH MAU NGAJAK BENERAN BERANTEM?!!"
Sekencang-kencangnya mereka pernah dengar Babeh marah, yang ini beda. Suaranya menggema sampai ke dalam tulang. Umi yang baru bangun langsung keluar kamar, wajahnya kaget dan kecewa.
"Astagfirullah, maraneh teh..."
"Jadi gini cara maraneh?" Babeh menatap satu-satu anaknya. "Udah nyieun salah, terus malah maling barang sorangan?"
Ayesha mencoba membela diri. "Babeh, kami cuman..."
"TONG LOBA ALESAN!!" bentaknya. "Maraneh teh, budak saha sihh?!, Babeh jeung Umi pernah ngajarkeun kie teu...hah?! HP didinya ge Babeh anu mayar, terus didinya maling deui?!!"
Arumi mulai berkaca-kaca. "Beh, kami nggak maksud—"
"Babeh sama Umi capek, Rum..." suara Umi lebih pelan, tapi justru lebih nyesek. "Teu kungsi Umi ngajarkeun maraneh begini... Tapi kali ini, cukup."
Babeh menarik napas panjang. Lalu, dia menatap mereka tajam.
"Besok... Maraneh berangkat ka Bandung. Umi jeung Babeh geus mutusin. Maraneh sakola di asrama."
GUBRAK.
Dunia mereka seakan runtuh.
"APAA?!" Aurora langsung lompat dari tempatnya.
"Beh, nggak segitunya, kan?" suara Abila melemah.
"Tapi, Babeh..." Aresha mencoba negosiasi.
"Tidak ada tapi-tapian!!" Babeh menggebrak meja. "Maraneh butuh didisiplinkan. Dan di rumah, maraneh moal bisa beres!"
Umi hanya diam, tapi air mata di matanya jelas menunjukkan kalau hatinya juga sakit.
Mereka semua saling menatap. Ini lebih buruk dari yang mereka bayangkan.
Mereka bukan cuma kehilangan HP. Mereka kehilangan kebebasan mereka.
Dan mulai besok... Hidup mereka nggak akan pernah sama lagi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments