Sabtu 9 April 2016

Aku jatuh sakit. Demam selama tiga hari setelah insiden toilet. Alhamdulillah teman-temanku tidak tertangkap orang-orang gila itu. Mereka sukses menyembunyikan baju-baju itu di tong sampah. Jangan tanya tentu saja hubungan kami dan Duabelas MIPA Tiga menjadi semakin buruk. Teman-temanku yang menyembunyikan baju itu dihukum membersihkan toilet selama tiga hari. Namun aku sungguh tersentuh. Mereka tak mengadukanku. Sungguh, aku menyayangi teman-temanku.

Para orang gila itu tahu setelah mereka mengecek rekaman CCTV. Guru BK kami berdecak dan menghela napas saat mengetahui insiden baru di antara kelas kami.

Aku keluar dari toilet jauh setelah suasana yang tadinya ramai menjadi sepi. Aku dan Afrizal sama-sama diam seribu bahasa di sana. Kami hanya saling pandang dalam diam. Di saat itu, aku tak sesumbar ingin dia memukulku. Tidak lucu sama sekali jika kami ketahuan banyak orang. Entah ketahuan karena berduaan di toilet atau ketahuan terjadi pemukulan kepada seorang siswi di dalam toilet siswa. Semuanya sama-sama buruk. Semua orang tetap akan bertanya apa yang aku lakukan di dalam toilet siswa. Tidak, mereka akan bertanya apa yang kami berdua lakukan di dalam toilet. Lebih buruk lagi jika Afrizal mengatakan yang tidak-tidak seperti aku ingin melecehkan atau memperkosanya. Sungguh aku kepikiran hingga demam.

Aku malu luar biasa.  Sekitar sepuluh menit sampai teman-temannya benar-benar menjauhi daerah toilet. Dia menyuruhku keluar lebih dulu dan dia menyusul beberapa saat kemudian. Ekpresinya biasa saja. Tidak ada raut kaget seperti tadi. Aku bertemu dengan Steven di lorong kelas. Steven memandangi kami dengan wajah bertanya-tanya. Aku juga tidak tahu mengapa orang gila itu malah jalan persis di belakangku. Seharusnya dia keluar jauh setelah aku pergi.

Steven bilang wajahku merah sekali. Dia mungkin benar. Karena aku menahan malu. Lalu mengalir lah ceritaku tentang insiden toilet itu. Steven awalnya tersenyum geli, Steven bahkan merasa kasihan kepadaku lalu dia tertawa. Bahkan dia lalu tertawa terbahak-bahak dan bercanda sambil memukul lenganku dengan pelan.

Aku sangat kepikiran tentang kejadian itu. Tengah malamnya, badanku panas. Aku demam. Hari ini tubuhku mulai mendingan setelah istirahat dan minum obat. Aku tak pergi ke sekolah dan hanya Steven yang menjadi pembawa kabar terbaru dari situasi perang antar kelas kami.

Steven tadi menceritakan tentang pengorbanan teman-temanku. Aku sungguh terharu. Terimakasih kawan. Aku sayang kalian. Dia dan yang lain sedang dalam kondisi waspada jika kumpulan orang gila itu mulai melancarkan balasan mereka. Dia bilang tadi Afrizal mencariku. Aku tak peduli. Dia bilang aku sedang sakit karena kepikiran Afrizal. Kadang aku ingin memukul Steven karena jika sifat jahilnya muncul sangat menyebalkan.

Aku tak tahu harus bersikap bagaimana jika bertemu Afrizal. Yang pertama tentu saja harus minta maaf. Itu yang utama. Namun, bagaimana caranya bertemu dengannya nanti. Apa responnya nanti. Arghhh.

Andra sungguh khawatir sangat mendengar aku jatuh sakit. Dia terus-menerus menyuruhku beristirahat dan menanyakan kabarku setiap beberapa jam sekali. Aku bahagia. Jujur. Aku senang sekali. Aku mengkhayal. Membayangkan suaranya yang khawatir dengan membaca setiap pesannya. Ayana! Dasar halu!

Hari ini yang ku lakukan hanya beristirahat di kamar seharian. Aku menghabiskan waktu dengan bertukar pesan dengan Andra. Dia full day school. Jadi Hari Sabtu libur. Kami chatting selama berjam-jam hingga ponselku kehabisan baterai tadi.

Hal-hal yang kami bahas hari ini hanya berputar tentang sakitku. Dia tak henti-hentinya menasihatiku agar terus menjaga kesehatan. Andra juga bercerita tentang kegiatannya akhir-akhir ini. Dia bilang dia sedang menyelesaikan salah satu novelnya. Dia mengunggahnya di internet. Pembacanya banyak. Tinggal seperempat bagian lagi novelnya tamat. Dia bersungguh-sungguh dalam mengerjakan sesuatu. Dia bilang aku harus membacanya lain kali. Tentu saja akan ku baca.

Again, I'm feeling blue. Dia selalu membuatku merasa seperti itu. Padahal aku hanya bertukar pesan dengannya, membaca hasil ketikan jemari-jemarinya. Dia selalu membuatku merasakan rasa kagum, bahagia, dan sedih yang mendalam dalam waktu bersamaan. Hanya dengan membaca ketikannya. Aku tak berani mengucapkannya. Tak berani mengungkapkan apa yang ada di pikiranku. Ayolah, Ayana, dia hanya baik. Dia orang baik yang baik ke semua orang, dan kamu salah satunya. Tidak seharusnya kamu jatuh cinta. Kamu bahkan hanya bertukar pesan tanpa pernah bertemu lagi dengannya. Tak seharusnya aku begitu.

Aku menceritakan juga tentang insiden toilet kepada Brian dan Andra. Brian menanggapinya dengan lelucon namun Andra tidak. Andra menyarankanku agar langsung menampar Afrizal saat aku tahu dia ada di dalam toilet yang sama denganku. Aku tertawa terbahak-bahak. Mana bisa aku seperti itu mengingat akulah yang tiba-tiba masuk ke dalam dan aku lah yang bersalah. Namun, aku juga heran mengapa Afrizal tidak mengunci pintu toilet saat itu. Andra bilang aku sama sekali tidak bersalah, Afrizal yang salah karena tidak menguncinya.

Andra juga mengirimkan foto selfie nya bersama Blue. Dia masih menampakkan senyuman manisnya sedangkan Blue terlihat menggigit bola karet. Rambut Andra lebih pendek dari beberapa hari lalu. Dia bilang dia potong rambut. Aku tak masalah, dia masih terlihat sama. Tetap Andra. Tetap Andra yang diciptakan oleh Tuhan dengan sesempurna itu.

Andra bilang andaikan jarak rumah kami dekat, dia akan datang menjengukku. Membawakanku minuman herbal yang biasa ia minum saat demam. Aku menanggapinya dengan berterima kasih. Dia sungguh baik. Andra juga bilang, dia ingin aku cepat sembuh, tak sakit lagi. Aku mengaminkan ucapannya. Dan masih tetap sama, dia tak pernah memintaku mengirim foto selfie. Namun tadi dia memintaku mengirim foto Afrizal kepadanya. Jadi ku ambil saja foto orang itu dari akun media sosialnya. Andra sempat tak membalas lama. Lalu dia bertanya beberapa hal tentang Afrizal. Aku lalu menceritakan semua gosip, bukan, informasi yang kudapatkan dari teman-temanku tentang Afrizal. Menurut Andra, sepertinya Afrizal orang baik. Wah, dia mengkhayal.

"Kamu harus cepat sembuh. Sakit itu berat, Na." Ketiknya.

"Siap. Aku sudah mendingan ini. Senin aku sudah kembali ke sekolah, kok." Balasku.

"Kelasmu jauh dari kakak kelasmu ini?"

"Iya. Besok rencananya aku tetap mau minta maaf tentang kejadian waktu itu. Mau bagaimanapun aku yang salah."

"Ingat, ya. Jangan benci, nanti jadi cinta."

Aku mengernyit membaca pesannya. Andaikan dia tahu bagaimana perasaanku yang sesungguhnya meskipun itu mustahil.

"Iya. Kamu selalu ngomong begitu akhir-akhir ini. Aku benci dengernya." Aku mengetik pesan dengan marah-marah.

"Ya, yang seperti ini kan sering banget di dalam novel. " Balasnya.

"Ya ini kan bukan novel. Ini nyata, loh. "

"Iya, deh. Iya, wkwkwk. Tapi tetap aja, loh, Na. Benci dan cinta itu bedanya tipis. "

"Iya, Andra, iya."

"Na, kayaknya saya sakit juga, deh. Tapi kayaknya tipe sakitnya beda sama kamu."

Seketika aku panik dan menyuruhnya berobat.

"Sejak kapan kamu ngerasanya?" Tanyaku dengan panik.

"Baru hari ini, saya rasa saat kita sedang chatting, rasa sakitnya muncul padahal biasanya tidak begini." Jawab Andra.

Aku tertawa membaca pesannya. Candaannya sungguh berbahaya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!