Senin 29 Februari 2016

Andra suka dengan langit. Aku baru tahu hal itu hari ini.

Dua hari lalu, Pak Radit menghubungi kami dari whatsapp. Pak Radit bilang ingin membuat grup whatsapp untuk membahas kelanjutan magang yang menjadi hadiah kami. Jadi kami berlima dimasukkan ke dalam grup yang dinamai Radits Squad. Aku tidak tahu alasannya. Tetapi menurutku itu lucu. Aku menyimpan semua nomor mereka di ponselku. Termasuk nomornya Andra. Ya, akhirnya aku punya nomor whatsapp Andra.

Tentu saja rasanya senang sekali. Tadinya aku berharap bisa melihat wajahnya di foto profil yang ia gunakan. Namun ternyata foto profilnya merupakan lukisan tentang langit. Sebenarnya bisa saja aku mencari tahu tentangnya lewat media sosial. Tetapi itu membuatku merasa menjadi stalker sejati. Jadi ku urungkan niatku.

Para anggota Radits Squad cukup aktif, termasuk Pak Radit sendiri. Selain bertukar informasi tentang kegiatan magang, kami juga terkadang saling bercanda satu sama lain. Kak Reya yang awalnya sangat cuek ternyata lumayan lucu. Dia aktif mengirimkan reels instagram berisi keluh kesah yang dibalut dengan kalimat satir. Sedangkan Pak Jhon dan Pak Radit rutin mengirim video candaan ala bapak-bapak. Brian dan aku sendiri suka sekali menanggapi semua itu.

Lalu, jika Andra, dia biasanya memberikan reaksi kepada pesan-pesan yang dikirim ke grup. Dia hanya mau membalas candaan Brian. Tentu saja aku dan Andra tak saling berkomunikasi. Aku sadar diri, aku siapa. Mungkin dia memang tidak mau akrab denganku. Aku ingin mengirimkan pesan pribadi padanya agar dia menyimpan nomor ku namun aku malu. Aku tak ingin jadi orang yang sok akrab.

Meskipun tidak pernah membalas candaan ku di grup, dia aktif memberikan reaksi pada pesan-pesan ku yang ia anggap lucu, kok. Hanya seperti itu saja sudah membuatku senang. Aku tak ingin berharap lebih. Aku sadar kami sangat berbeda. Dan ngomong-ngomong lukisan langit yang ia pakai sebagai foto profil akun whatsapp-nya sangat cantik.

Lukisan langit siang yang cerah. Sepertinya lukisan cat minyak jika melihat dari komposisi warnanya. Warna birunya merupakan gradasi warna, ditimpa dengan awan-awan indah yang dibentuk dengan cat warna putih. Sederhana memang, tetapi begitu cantik bagiku. Semua tentang Andra begitu indah memang. Aku ingin bertanya secara langsung kepadanya. Apakah dia sendiri yang melukisnya atau bukan. Lalu apa alasannya menggunakan gambar itu sebagai foto profil jika dia sendiri lebih indah. Jangan tanya aku, foto profil ku foto kucing. Aku hanya menjadi pengamat Andra dari balik layar ponsel. Bisa satu grup dengannya, menyimpan nomor whatsapp-nya, bahkan memandangi foto profilnya yang berupa lukisan langit sudah membuatku senang sekali.

Brian bilang dia sering bertukar pesan dengan Andra. Aku kan juga ingin melakukan hal yang sama. Dia bilang Andra merupakan pribadi yang menyenangkan. Andra suka bercanda namun sedikit tertutup dan hanya terbuka kepada orang-orang tertentu, dan Brian salah satunya, Andra bisa terbuka kepada Brian. Mungkin karena mereka seumuran dan sama-sama anak laki-laki. Mereka jadi gampang akrab satu sama lain. Terkadang saat aku bertukar pesan dengan Brian, aku bertanya-tanya, apakah Brian juga sedang bertukar pesan dengan Andra.

Oh iya, mengenai program magang kami. Pak Jhon memutuskan untuk tidak mengambilnya karena Pak Jhon seorang anggota TNI yang beberapa waktu lalu mengalami insiden kecelakaan, maka dari itu performa fisik beliau menurun. Jarak rumah beliau juga sangat jauh dengan tempat magang kami di Jakarta, beliau berasal dari Manado. Sedangkan Kak Reya yang memang baru saja lulus kuliah memutuskan untuk langsung mengambil program magang tersebut. Kami bertiga sisanya belum mengambil keputusan lebih lanjut karena masih bersekolah dan anak di bawah umur.

Awalnya ku kira Radits Squad tidak akan seakrab itu. Namun ternyata tidak. Kami menjadi semakin akrab. Terkecuali Andra. Dia hanya akrab dengan Brian. Dia bahkan tak akrab dengan Pak Radit. Di grup ini pula kami bertukar pikiran mengenai tulisan-tulisan kami. Brian dan Andra ternyata sangat akrab mengirimkan hasil tulisan karya mereka. Di grup ini pula kami jadi bisa membaca hasil tulisan satu sama lain. Aku suka membaca tulisan mereka semua. Gaya bahasa mereka sungguh indah dan memiliki ciri khas masing-masing.

Pak Jhon sering membuat cerpen dengan tema satir. Biasanya temanya kepahlawanan. Sedangkan Kak Reya lebih suka menulis novel chicklit. Brian si pujangga buaya lebih suka membuat puisi cinta. Lalu Andra beberapa kali mengirim puisi dan beberapa bab novel. Sedangkan aku juga sama, mengirim puisi dan cerpen-cerpen yang ku tulis.

Kemarin aku membaca puisi buatan Andra. Gaya bahasanya sangat khas. Seperti ada kesedihan di setiap diksi yang ia gunakan. Membuat pembacanya merasakan hal yang sama. Terasa seperti suatu warna. Warna biru. Setiap aku membaca hasil tulisannya, aku selalu merasa biru. Aku tidak tahu mengapa, namun hal itu ku kaitkan dengan warna biru. Apalagi ditambah foto profilnya yang berupa langit biru. Seakan-akan warna biru itu sangat dalam. Ada percampuran rasa kagum dan sedih. Aku merasa jatuh ke dalam warna biru itu.

Aku ingin bertanya secara langsung mengenai tulisannya namun aku tak berani. Jadi sore tadi, aku memutuskan untuk bertanya kepada Brian.

"Bri, Tulisan Andra kenapa kesannya melow banget, ya? Kamu ngerasa gitu juga gak setiap baca tulisannya?" Tanyaku.

"Iya, memang ciri khas dia. Gaya bahasa dia seperti itu. Kenapa emang?" Jawab Brian.

"Gak apa-apa, sih. Setiap baca tulisannya aku ngerasa biru."

"Iya, Ran. Dia suka warna biru soalnya."

Aku tertawa. Andra suka warna biru. Apa itu sebabnya dia menggunakan lukisan langit sebagai foto profilnya. Jika ku pikir-pikir, warna biru memang sangat cocok dengan Andra. Bukan warna biru gelap namun biru langit yang dalam. Warna biru yang cerah namun membuat yang memandang tenggelam ke dalam warna biru itu hingga dipenuhi kekaguman dan kesedihan di waktu yang sama.

Lalu, aku memutuskan untuk melihat lagi akun whatsapp Andra. Masuk ke dalam ruang chat namun tak mengetikkan apa-apa. Hanya diam dan terus berangan-angan apa yang terjadi jika aku mengirimkan pesan kepadanya. Beberapa hari terakhir aku selalu seperti ini. Hanya memandangi ruang chat kami yang kosong sambil sesekali melihat foto profilnya. Berharap suatu ketika lukisan langit itu berganti foto wajahnya.

Lalu, tiba-tiba statusnya berubah jadi online. Aku terkejut. Dia sedang online. Andra sedang online. Kira-kira dia sedang menghubungi siapa. Ini pertama kalinya dia online saat aku sedang memandangi ruang chat kami. Tidak ada pesan masuk ke grup Radits Squad. Mungkin dia sedang menghubungi orang lain atau juga dia sedang menghubungi Brian. Aku cukup lama memandangi ruang chat itu. Waktu berjalan sangat lambat dan statusnya masih online. Dia sedang apa, ya. Dia sedang menghubungi siapa.

Sampai seketika tiba-tiba ada pesan masuk darinya. Pesan masuk dari Andra. Iya. Saat aku masih terpaku memandangi ruang chat kami. Pesannya bukan basa-basi yang menanyakan tentang tulisan-tulisan kami melainkan langsung bertanya apakah aku akan terus-menerus memandangi ruang chat kami tanpa mengirim pesan apapun padanya. Astaghfirullah, jantungku berdegup kencang.

"Kamu sampai kapan mau ngeliatin ruang chat saya terus tapi gak ngirim pesan? " Itu yang tertulis di sana. Di ruang chat kami. Dia cenayang atau apa, apa dia punya indera keenam. Mengapa dia bisa tahu apa yang sedang ku lakukan?

Aku langsung buru-buru mengetik balasan pesannya meskipun jari-jari ku masih gemetar.

" Kamu kok tau aku ngeliatin terus dari tadi?" Ketik ku dan langsung ku pencet kirim.

"Loh, jadi benar? Padahal saya cuma nebak aja wkwkwkkwk"

Brian benar, Andra bisa bercanda. Tetapi kenapa dia tiba-tiba menghubungiku. Apa dia membutuhkan sesuatu dari aku, ya?

"Hehehe, maaf, ya. Kamu pasti risih." Tulisku sambil harap-harap cemas.

"Kenapa gak langsung chat aja? Saya sama sekali gak risih, kok. Saya nungguin dari kemarin, mau chat duluan takutnya kamu terganggu." Balasnya.

Ya Allah, aku senang luar biasa. Andra mengirimiku pesan lebih dulu. Aku yang awalnya duduk saja langsung berdiri bingung dan berjalan mondar-mandir di kamarku. Hari ini, Andra mengirimkan pesan kepadaku. Andra bertukar pesan denganku.

"Aku takut mau ngubungin lebih dulu, nanti kamu mikirnya aku sok akrab. Aku sungkan." Balasku.

"Nggak usah sungkan, kita seumuran. Kita teman. Itu pun kalau kamu mau berteman dengan saya loh, ya." Balasnya.

"Mau, kok. Kamu memangnya mau berteman dengan aku? Kita bahkan cuma ketemu sekali, loh."

"Mau, kok. Kalau gak mau, kenapa saya harus repot-repot ngubungin kamu duluan. Brian aja saya biarin chat duluan, wkwkwk."

Aku tersenyum membaca pesannya. Wah, ternyata Andra juga orang yang blak-blakan. Pantas saja dia cocok berteman dengan Brian.

"Salam kenal, ya, Andra."

"Iya, Ayana. Salam kenal juga, ya."

"Aku mau tanya sesuatu boleh?"

"Boleh, tanya aja langsung."

"Foto profilmu langit, bagus banget. Kenapa pakai itu?"

"Lukisan saya bagus gak? Saya suka langit. Tapi baru belakangan ini, sih."

Aku tertawa membaca pesannya.

"Bagus, kok. Lukisan minyak, ya? Kenapa kamu suka langit?" Tanyaku penuh ingin tahu.

"Iya. Karena langit milik semua manusia. Menyatukan semua manusia."

Beberapa saat kemudian foto profilnya berganti. Dari lukisan langit menjadi fotonya yang sedang tersenyum manis. Fotonya menampilkan sosoknya dari kepala sampai lutut. Dia berpose duduk menghadap ke depan dengan santai, posisi tegap mengadap kamera seraya mengenakan seragam sekolahnya.

"Loh, kenapa foto profilnya diganti?" Tanyaku.

Kemudian notifikasi pesan darinya kembali masuk hanya dalam beberapa detik.

"Iya. Beberapa detik terakhir rasa tertarik saya ke langit sudah menurun."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!