Ada kejadian lucu yang terjadi hari ini di sekolah. Sebenarnya kejadiannya tidak hanya lucu, namun juga menyebalkan. Aku tidak tahu apakah salah satu kebiasaan kakak kelas itu suka menindas adik kelasnya. Itu yang ku alami hari ini.
Kelas Dua Belas MIPA Tiga juga sedang berolahraga. Biasanya kami menggunakan lapangan depan yang berada di dekat gerbang sekolah, sedangkan mereka menggunakan lapangan basket di dekat parkiran yang letaknya di samping perpustakaan.
Jadi kira-kira seperti ini denah sekolahku. Model denah sekolahku berbentuk seperti huruf H. Di dekat pintu gerbang ada jalur khusus sepeda motor siswa dan ada parkiran khusus para guru. Jalur khusus ini mengitari semua bangunan di sekolah. Pusat parkiran siswa ada di bagian belakang sekolah. Di samping parkiran guru ada aula dan ruang tata usaha, bangunannya letaknya di sebelah kiri dari gerbang masuk. Bangunannya tiga lantai. Lebih besar dari bangunan untuk kelas sepuluh. Bangunan ini juga ditempati kelas sebelas. Sedangkan di sebelah kanan ada ruang kelas sepuluh dari kelas Sepuluh MIPA Satu sampai Kelas sepuluh Bahasa Empat, kelas kami berada di bangunan tiga lantai. Jurusan MIPA berada di lantai satu, jurusan IIS di lantai dua, dan jurusan Bahasa di lantai tiga. Di tengah-tengah ada deretan bangunan ruang guru, dua lantai, lantai satu berisi jejeran kantin sedangkan lantai dua difungsikan sebagai ruang guru. Di depan ruang guru ada lapangan besar yang biasa digunakan untuk upacara dan sepakbola. Kami biasanya menyebutnya dengan lapangan depan.
Sedangkan di belakang ruang guru ada lapangan basket, ukurannya memang tak lebih besar dari lapangan depan. Kami menyebutnya lapangan belakang. Lapangan ini berhadapan dengan parkiran siswa. Di belakang parkiran siswa ada masjid yang biasa kami gunakan untuk sholat dhuha dan dzuhur. Di dekat parkiran siswa ada taman dan pohon-pohon rindang. Biasanya dimanfaatkan siswa untuk duduk santai. Lapangan belakang ini diapit oleh bangunan tiga lantai juga yang dihuni kelas dua belas. Bangunan kelas dua belas berhadapan dengan perpustakaan, laboratorium komputer dan laboratorium IPA. Jalur khusus siswa tadi berpusat di parkiran siswa. Siswa yang datang akan lewat jalur di belakang aula, ruang tata usaha, kelas sebelas, dan kelas dua belas. Sedangkan siswa yang pulang akan lewat jalur di belakang perpustakaan, laboratorium, dan kelas sepuluh.
Jadi, guru olahraga kami berbeda setiap kelas. Guru olahraga kelas sepuluh namanya Pak Edi, guru olahraga kelas dua belas namanya Pak Bambang. Pak Bambang hari ini tidak masuk karena ada kepentingan. Jadi karena Pak Edi baik hati, maka Pak Edi juga menggantikan Pak Bambang mengajar kelas dua belas.
Kelasku sedang jam olahraga dan para siswanya sedang bermain sepakbola. Kami para siswi sedang latihan senam lantai di dekat lapangan. Tiba-tiba anak laki-laki dari kelas dua belas itu muncul sambil membawa bola sepak. Mereka terlihat menghampiri teman-temanku. Kami para siswi hanya memandangi dari jauh.
Tetapi lama kelamaan. Mereka mulai berargumen. Salah satu dari kakak kelas itu ada yang mendorong ketua kelasku. Kami mulai memekik dan mendekat. Sedetik kemudian ketua kelasku memukul orang itu. Mereka bertengkar dan saling pukul. Ketua kelasku menghajar si kakak kelas sedangkan yang dihajar tak melawan. Semua siswa yang ada mulai melerai. Namun malah terjadi tawuran. Kami para siswi langsung berlari ke ruang guru untuk memberitahukan yang terjadi.
Suasana begitu kacau sampai guru-guru mulai berdatangan. Kelas sepuluh yang lain yang sedang berada di dalam kelas melongokkan kepala, penasaran dengan apa yang terjadi. Bahkan salah satu temanku ada yang menangis. Aku mencoba menenangkannya. Para siswa yang tadi tawuran masih terlihat begitu marah dengan baju yang mulai robek dan wajah yang memar keunguan. Sampai aku melihat wajah si kakak kelas.
Wajahnya paling babak belur. Ada luka robek di sudut bibirnya. Dia memandangi ketua kelasku dan teman laki-lakiku yang lain tanpa ekspresi. Tentu saja perdebatan tentang siapa yang salah dimulai. Masing-masing pihak tak mau kalah. Bahkan kakak kelas kami yang siswi, yang berasal dari Dua Belas MIPA Tiga juga ikut mengompori padahal mereka tidak ada di tempat saat kejadian. Kami tentu saja tak tinggal diam. Kami ceritakanlah kejadian versi kami. Kedua kubu kami jadi beradu mulut.
Aku tahu si kakak kelas ini yang lebih dulu mencari perkara. Ketua kelasku orang yang sabar. Dia bahkan tak tega menginjak semut. Dia pasti dipicu lebih dulu sehingga dia emosi. Apalagi menyadari fakta jika si kakak kelas ini tak melawan saat dipukul itu artinya dia memang sengaja melakukannya agar kelas kami yang keliahatan salah. Sedangkan ketua kelasku sama sekali tak terluka.
Ketua kelasku bilang jika si kelompok kakak kelas tiba-tiba datang dan menyuruh mereka menyingkir dari lapangan. Tentu saja ketua kelasku tak mau. Mereka lebih dulu menggunakan lapangan. Lalu si kakak kelas menantang kelas kami bermain sepak bola. Yang kalah harus mau mengalah dan menggunakan lapangan belakang. Kelas kami tak bersedia. Jadi ditolak secara baik-baik. Namun ketua kelasku jadi tersinggung karena si kakak kelas meludah setelah ketua kelasku menolak. Jadilah dia emosi. Tentu saja hal ini dibantah habis-habisan oleh kubu sebelah. Luar biasa licik.
Akhrinya, kami semua diminta untuk sama-sama meninggalkan lapangan dan kembali ke kelas masing-masing. Sedangkan ketua kelasku dan si kakak kelas yang dipukul dipanggil ke ruang BK yang ada di kawasan ruang guru. Aku dan beberapa temanku yang lain menunggu ketua kelas kami dekat kantin, di sana, ada kursi panjang dan kami semua duduk di sana. Aku masih memegang bola voli yang rencananya akan kami mainkan setelah berlatih senam lantai. Namun rencana itu gagal.
Beberapa saat kemudian ketua kelas kami dan si kakak kelas berjalan di depan kami. Saat melihat kami, ketua kelas kami langsung menghampiri sedangkan si kakak kelas hanya melirik dan berjalan santai menuju kelasnya. Hatiku sakit melihatnya. Segera ku servis bola voli yang sedang ku pegang dengan sekuat tenaga ke arah si kakak kelas. Aku langsung memanggil nama si kakak kelas yang baru kami ketahui tadi sehingga dia menengok ke belakang dan bola voli itu mantap menghantam wajahnya. Dia mimisan. Dia menatapku dengan mata membelalak dan ekpresi tak percaya. Dia pikir hanya dia mungkin yang bisa melakukan sesuatu sejahat itu. Aku dan temanku yang lain tertawa puas kecuali ketua kelas kami.
Beberapa saat kemudian, giliranku yang dipanggil ke ruang BK, masih dengan orang yang sama, si kakak kelas, dia duduk di sampingku dengan raut wajah marah yang berusaha ia tahan. Andra bahkan mengirimkanku pesan suara yang memperdengarkan suaranya yang tertawa terbahak-bahak setelah aku panjang lebar menceritakannya. Namun, Andra bilang aku tak boleh membenci kakak kelasku itu terlalu dalam. Nanti bisa berubah jadi suka. Apa-apaan pemikiran menyebalkan itu. Sungguh tebakan yang tak berdasar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments