Saat Bastian sampai di area kampus, apalagi ketika pria itu berjalan memasuki kelas, semua orang tercengang melihat bagaimana seorang Bastian bisa datang tepat waktu.
Rasanya itu adalah hal yang sangat langka untuk terjadi.
Seakan berita mengenai kedatangannya itu tidak cukup untuk menghebohkan orang-orang disekitarnya, Bastian yang kini tengah berjalan ke arah barisan kursi depan kelas kemudian memilih untuk duduk tepat disamping Catherine. Bastian mendudukkan dirinya tepat di barisan paling depan.
Catherine yang saat itu tengah fokus menulis catatannya akhirnya mau tak mau menghentikan pergerakan tangannya saat merasa dirinya tengah di tatap oleh puluhan mata di sekitarnya.
Catherine mendongak dan menyadari bahwa Bastian adalah pelakunya.
Catherine melirik ke arah Bastian sekali sebelum menghembuskan napas kasarnya sekali dan mulai membereskan barang-barangnya yang berada di atas meja.
Bastian menghiraukan banyaknya pasangan mata yang melihat ke arah mereka sembari berbisik dan bergosip akan kedekatan mereka itu dan hanya fokus pada Catherine seorang.
“Kau mau kemana?” tanya Bastian namun berakhir diabaikan olrh Catherine.
Catherine bahkan tidak repot-repot untuk mengeluarkan jawabannya ataupun menoleh untuk menatap Bastian.
Bastian menaikkan alis kanannya kemudian mengelaurkan tawa kecilnya sekali. Menarik. Sepertinya ia diabaikan. Seorang Bastian diabaikan oleh wantia culun di depannya itu.
“Catherine, aku sedang bertanya denganmu,” ujar Bastian lagi berusaha merebut perhatian Catherine namun tampaknya wanita itu benar-benar berniat mengabaikannya.
Catherine hanya bergeming tanpa berniat mengeluarkan suaranya.
Saat Catherine sudah hampir selesai merapikan barang-barangnya, bahkan sudah ingin memasukkan buku catatannya kembali ke dalam tasnya untuk berpindah tempat, Bastian akhirnya meraih tangan Catherine untuk menghentikan pergerakan wanita itu kemudian menariknya ke bawah hingga Catherine dapat terduduk kembali ke posisi semulanya.
“Aku tidak mengijinkanmu untuk pergi.”
Tindakan Bastian itu akhirnya membaut Catherine mengalihkan pandangannya dan menatap Bastian yang sedang duduk disampingnya itu.
“Semua orang melihat kita,” peringat Catherine.
“Terus?”
Seperti biasa, Bastian dengan sikap santainya itu bahkan tidak perduli dengan pandangan orang-orang terhadapnya berbeda dengan Catherine yang mati-matian menutup wajahnya sebab merasa malu menjadi pusat perhatian seperti itu.
“Aku tidak nyaman,” ujar Catherine jujur kepada Bastian.
Bastian yang mendengar hal itu akhirnya mengedarkan pandangannya ke sekitar dan detik itu juga ia sadar, bahwa keadaan disana sepertinya cukup kacau karena perbuatannya. Mereka secara terang-terangan berbisik yang terkesan merendahkan Catherine bahkan menghina penampilannya kemudian ada juga yang mengambil ponsel mereka untuk mengabadikan momen kedekatan mereka itu.
Bastian akhirnya menarik napas panjang sekali sebelum berteriak dengan keras, “Kuperingatkan, jangan ada yang mengambil foto atau bahkan melihat kesini atau aku akan mencolok mata kalian satu-persatu…”
Teriakan Bastian itu terpotong saat Catherine dengan sigap membungkam mulut pria itu dengan tangannya. Bukannya memperbaiki keadaan, Bastian malah semakin memperburuk keadaan. Sekarang semua orang akan benar-benar mengira bahwa mereka memiliki hubungan atau barangkali penasaran kenapa Bastian bisa sampai membela Catherine seperti itu.
“Apa kau gila?” sungut Catherine kepada Bastian yang entah mendapat keberanian dari mana.
“Makanya duduk diam saja disini sebelum aku semakin gila nantinya,” ujar Bastian lagi sembari menampilkan senyum manisnya seolah tidak terjadi apa-apa.
Catehrine menyerah, akhirnya ia kembali mendudukkan diri dengan gerakan kasarnya membuat Bastian tersenyum miring, puas dengan sikap wanita itu yang menuruti perintahnya. Kalau sedari awal dia tidak kabur, maka Bastian juga tidak akan berbuat hal senekat itu kan?
“Padahal semua orang ingin duduk denganku, tetapi kenapa kau menolak?” tanya Bastian yang penasaran.
“Karena kau memberi pengaruh yang buruk,” ujar Catherine jujur tanpa membalas tatapan Bastian.
Oke, Bastian merasa tersinggung sekarang.
“Pengaruh buruk? Maksudnya jika bergaul denganku maka nilaimu itu akan turun? Mentang-mentang aku mahasiswa yang sering bolos?” tanya Bastian beruntun.
Catherine menangguk lagi-lagi tanpa menoleh.
“Baik, yang itu aku akui benar,” balas Bastian kemudia setuju. Dia memang memiliki pengaruh yang buruk untuk seorang mahasiswi rajin seperti Catherine ini.
Awalnya Catherine berusaha menerima fakta bahwa Bastian akan duduk disampingnya sepanjang pelajaran hari ini berlangsung. Catherine menuruti perintah Bastian itu sebab tidak ingin mencari masalah ang membuat mereka semakin menjadi pusat perhatian. Lagian entah kerasukan apa juga Bastian tiba-tiba jadi banyak berinteraksi dengannya bahkan menghampirinya seperti ini.
Catherine pikir Bastian datang untuk menagih hutangnya. Catherine sudah memberikan cicilan keduanya, sehingga masih ada sisa 98 kali lagi. Namun setelah Catherine mencicil hutangnya itu, Bastian juga tidak kunjung pergi dan pindah tempat duduk.
Bahkan sepanjang pelajaran Bastian selalu menganggu Catherine seperti menyikut lengannya, mencolek lengannya menggunakan jari telunjuk pria itu hingga pria itu bertopang dagu hanya untuk menatap secara terang-terangan wajah Catherine yang mau tak mau membuat wanita itu menahan napas gugup.
Bukannya menatap ke depan, ke arah papan tulis atau dosen yang tengah menjelaskan, fokus Bastian hanya tertuju kepada Catherine.
“Fokus ke depan Bastian,” peringatan pertama dari dosen akhirnya berkumandang.
Bastian yang duduk di baris paling depan pasti sangat mudah dinotis oleh dosen yang mengajar.
Bastian akhirnya menegakkan punggungnya, menancapkan fokusnya ke depan. Namun hanya bertahan tiga detik, setelah itu ia kembali bertopan dagu dan menatap Catherine. Akhirnya dosen itu hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah Bastian itu.
Catherine yang tidak tahan akhirnya mengambil buku dan menutup wajah sampingnya, berusaha menghalangi pandangan Bastian kepadanya.
“Kenapa ditutupi?” tanya Bastian tidak suka.
“Lihatlah ke depan,” ujar Catherine memperingati.
“Tidak mau.”
“Bastian.”
“Sekarang kau sudah bisa memanggil namaku?” tanya Bastian kemudian terkekeh singkat membuat Catherine menurunkan bukunya dan menatap pria itu. Sepertinya hobi Bastian memang untuk mengajaknya adu mulut.
“Apakah kau mabuk? Atau mungkin kepalamu semapt terbentur?” tanya Catherine yang penasaran dengan sikap aneh Bastian yang tiba-tiba mendekatinya itu.
Bastian menggeleng, “Tidak, kepalaku sehat-sehat saja. Tapi kalau mabuk, mungkin sedikit. Tapi aku dalam keadaan yang sangat sadar sekarang,” ujarnya jujur.
“Lalu kenapa kau bertindak seperti ini?” tanya Catherine yang penasaran.
“Seperti apa?”
“Duduk disampingku dan mengobrol denganku. Aku tidak semenarik para wanitamu, aku membosankan dan aku…”
“Kau cantik dan menggemaskan dimataku,” potong Bastian langsung membaut Catherine terdiam untuk waktu yang cukup lama.
“Tetapi aku tidak suka menjadi pusat perhatian,” ujar Catherine lagi berusaha mengabaikan kalimat Bastian barusan sembari mengigit bibir bawahnya itu.
Bastian menatap Catherine lekat, entah kenapa rautnya mendadak serius. Tidak ada ekspresi santai milik pria itu lagi. Bola matanya terpaku tepat ke arah bibir Catherine.
“Kalau begitu aku akan membawamu ke tempat dimana hanya akan ada kita berdua disana. Kupastikan tidak akan ada yang bisa menganggu dan menjadikan kita sebagai tontonan mereka lagi,” ujar Bastian dengan nada sungguh-sungguhnya.
“Maksudmu perpustakaan?” tanya Catherine kepada Bastian.
“Tapi aku tidak yakin kau akan mengunjungi tempat seperti itu,” lanjut Catherine lagi dengan nada meremehkannya kepada Bastian.
Di luar dugaan Bastian malah tertawa. Pria itu tertawa dengan sangat puas membuat Catherine bingung, memangnya apa yang lucu dari perkataannya itu hingga membuat Bastian terbahak seperti itu.
Bastian bisa menyimpulkan wanita di depannya ini benar-benar polos atau memang bodoh. Wanita itu terlihat semakin menggemaskan bagi Bastian sekarang. Catherine bahkan tidak tahu bagaimana liarnya imajinasi di dalam otak Bastian sekarang. Kalau dia tahu, maka dipastikan Catherine akan kabur detik itu juga dan skenario yang paling parah adalah Bastian bisa ditampar oleh wanita itu.
Catherine kemudian terdiam memperhatikan Bastian yang masih mengeluarkan tawa puasnya itu.
Jujur, Bastian sekarang terlihat seperti seorang pria bebas tanpa beban dalam hidupnya. Layaknya anak pembangkang yang menikmati masa mudanya itu. Hidup sempurna Bastian itu juga mendukungnya untuk berbuat semena-mena.
Terkadang Catherine merasa iri dengan kehidupan seperti itu, dimana ia bebas melakukan hal apapun yang diinginkan tanpa takut akan pandangan orang-orang terhadapnya.
Dan kesimpulan terakhir yang bisa Catherine ambil sata mengamati Bastian secara lekat seperti itu adalah tampan. Ya, semua orang tahu Bastian itu tampan, sekalipun saat ia mengeluarkan tawa menjengkelkannya itu.
Dia benar-benar tampan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments
Chung Chung
Jangan up 1, up, 2,3 tak puas baca
2025-02-28
0