6. Tante Viola

Tante Viola kemudian menarik Catherine menjauh dari area tempat laundry, menyeberangi jalanan dengan cepat dan berhenti di bawah pepohonan dekat dengan trotoar jalan.

Catherine berusaha melepaskan diri dari genggaman tangan wanita itu, namun semakin Catherine memberontak, semakin kaut pula tarikan dari tante Viola pada tangannya.

“Tante, sakit,” protes Catherine saat kuku panjang wanita itu dengan cepat menancap kuat pada pergelangan tangannya kala ia terus menguatkan genggamannya dan menarik paksa Catherine untuk menyeberangi jalan.

Begitu sampai di bawah pepohonan yang tumbuh di pinggir jalan, tante Viola akhirnya melepaskan tarikan tangannya membaut Catherine langsung mengelus pelan pergelangan tangannya yang sudah memerah itu.

“Katakan yang jujur, kau sengaja mengabaikan panggilanku kan?” todong tante Viola langsung dengan nada tingginya, cenderung memaki Catherine.

Catherine memberanikan diri untuk menatap tante Viola, wanita itu pasti sengaja membawanya sedikit menjauh dari tempat ramai agar obrolan mereka tidak bisa didengar oleh orang-orang.

“Jangan berani mengabaikan panggilanku lagi atau kau akan tahu akibatnya,” ujar tante Viola lagi dengan nada penuh peringatannya.

“Apa yang tante inginkan?” tanya Catherine akhirnya, mulai lelah dan ingin segera menyudahi pertemuan mereka. Catherine masih harus membersihkan baju Bastian, belajar kemudian bekerja lagi.

“Berikan uang kepadaku,” ujar tante Viola berterus terang sembari mengulurkan telapak tangannya ke arah Catherine dengan tidak tahu malunya.

Catherine menatap tangan wanita itu untuk sesaat sebelum genggamannya pada tas yang berisi kaos Bastian itu mengerat.

“Aku tidak punya uang,” jawab Catherine langsung.

Tante Viola berdecih singkat, tampak memandang remeh perkataan Catherine itu.

“Jangan berbohong, aku tahu kau mengambil kerja sampingan belakangan ini,” ujar tante Viola sembari menatap Catherine lekat-lekat yang masih sibuk menunduk itu sembari mengigit bibir bawahnya.

Tante Viola tahu betul Catherine sedang berbohong, lebih tepatnya wanita itu tidak mau memberinya uang.

Catherine akui, tante Viola memiliki jasa yang besar dalam kehidupannya. Sejak Catherine kehilangan ibunya saat melahirkan dirinya, kemudian ayahnya yang tiba-tiba menghilang, Catherine dijaga oleh tante Viola yang mengadopsinya melalui sebuah panti asuhan. Awalnya semua berjalan dengan lancar, tante Viola mengadopsinya akrena wanita itu susah mempunyai anak dengan suaminya. Namun beberapa bulan setelah mengadopsinya, tante Viola akhirnya hamil.

Diawal, Catherine dan saudara tirinya itu masih diperlakukan secara sama. Namun semua berubah ketika suami tante Viola bangkrut, disusul putri kandung mereka malahan pergi berselingkuh dengan suami rang. Kelaurga itu hancur seketika dan Catherine menjadi pelampiasan amarah mereka setiap hari. Saling menyalahkan dan melampiaskannya kepada Catherine hingga dia tidak tahan dan memutuskan untuk pergi dari rumah.

Catherine bukannya tidak menghargai jasa mereka yang sudah membesarkannya selama ini, setiap bulan Catherine mengirim uang kepada tante Viola. Walaupun tidak banyak akrena Catherine juga bekerja sambil berkuliah, tetapi Catherine tidak pernah absen dalam mengirim uang. Tetapi lama kelamaan, tante Viola malah terkesan memanfaatkan Catherine sebagai mesin penghasil uang baginya dengan menyuruh Cathrine untuk mengirim uang yang lebih banyak lagi kepadanya.

“Itu adalah hasil kerja kerasku, jadi itu adalah uangku tante,” ujar Catherine menolak memberikan semua gajinya untuk tante Viola.

“Dasar anak tidak tahu diuntung, aku sudah membersarkanmu dan sekarang kau akan bersikap kurang ajar seperti ini kepadaku?” teriak tante Viola tidak terima, matanya refleks melebar dengan tangannya yang kemudian meraih kedua bahu Catherine dan menguncangnya dengan kuat.

“Aku sudah memberinya kepadamu kemarin,” ujar Catherine berusaha lepas dari wanita itu tetapi tante Viola malah semakin keras mendorong tubuhnya membuat genggaman Catherine pada tas kertasnya itu terlepas dan jatuh ke atas tanah.

“Itu tidak cukup.”

Mereka saling mendorong dan terlibat perkelahian yang cukup sengit saat tante Viola mengambil sejumput surai Catherine dan menjambaknya secara kuat membuat Catherine berteriak kesakitan.

“Tante sakit,” ujar Catherine meringis masih setia berusaha lepas dari deretan serangan yang wanita itu lakukan.

Saat Catherine fokus menghndari dari pukulan demi pukulan yang diberikan oleh tante Viola, ia tidak sadar tangan tante Viola sudah menyusup masuk ke dalam kantong jaketnya kemudia merampas dompet milik wanita itu.

Setelah mengambil dompetnya, tante Viola langsung berbalik dan berlari menjauh dari Catherine.

Catherine yang menyadari dompetnya dirampas itu akhirnya mengejar tante Viola saat wanita itu sudah hendak memberhentikan sbeuah taksi yang lewat didepannya.

“Tante jangan, aku butuh uang itu. Aku butuh untuk membeli keperluanku, aku butuh untuk membeli baju baruku, aku butuh untuk membeli sepatuku yang sudah koyak,” teriak Catherine berusaha mengejar dari belakang namun tampaknya tante Viola tidak perduli.

Catherine sudah hampir bisa menjangkau wanita itu saat ia masuk ke dalam taksi kemudian menutup pintunya dengan kasar, nyaris menjepit jemari Catherine kalau dia tidak dengan sigap menghindarkan tangannya.

Dalam sekejap taksi itu melaju cepat meninggalkan Catherine yang tidak bisa menyesuaikan kecepatan taksi itu dengan kedua kakinya.

Catherine akhirnya menatap taksi yang sudah pergi itu sebelum air matanya jatuh ke bawah. Catherine mengusap pipinya dengan punggung tangannya itu.

Tidak boleh, ia tidak boleh menjadi wanita lemah seperti ini.

Catherine berjanji, suatu hari dia akan tumbuh menjadi wanita kuat di masa depan sehingga untuk melawan seseorang dengan tenaga yang jauh diatasnya itu bisa diatasi dengan mudah.

Kemudian Catherine teringat akan tas kertas yang berisi kemeja Bastian itu. Catherine buru-buru berbalik dan kembali ke tempat semula namun ia sudah tidak menemukan tas kertas disana.

Padahal baru beberapa menit yang lalu Catherine meninggalkan tas kertas itu dibawah pohon, tetapi sekarang sudah hilang.

Mampus.

 

Besoknya, Catherine pergi ke kampus dengan raut yang lesu dan tidak bersemangat. Ralat, lebih tepatnya takut berpapasan dengan Bastian. Catherine benar-benar sudah mencari hingga dia memanjat ke atas pohon, tetapi tidak menemukan tas kertas yang berisi kaos Bastian itu sama sekali.

Benar-benar hilang bagai ditelan bumi.

Catherine melirik ke sekitar untuk terakhir kalinya sebelum berjalan masuk ke dalam kelasnya. Berbeda dengan hari-hari sebelumnya, Catherine tidak lagi menempati baris paling depan di kelas. Sebab barisan depan adalah barisan yang paling sedikit penghuni, jadi menurutnya akan lebih gampang untuk dikenali.

Catherine memutuskan untuk duduk di baris paling belakang yang sudah mulai ramai akan orang-orang.

Catherine meletakkan barang-barangnya tanpa memperdulikan tatapan merendahkan orang-orang disampingnya yang cenderung tidak suka melihat Catherine duduk disana. Catherine juga tidak tahu alasan pasti kenapa mereka terkesan memberikan tatapan penuh kebencian keapda Catherine, mungkin faktor Catherine miskin dan berbeda kelas dengan mereka, jadi terkesan mereka merasa jijik untuk berteman dengan Catherine.

Tidak mau berteman juga lebih baik, Catherine juga tidak mengharapkan sambutan hangat dari mereka.

Baru beberapa saat mendudukkan diri, tiba-tiba kelas mendadak ricuh lagi. Terdengar bisikan demi bisikan yang dapat Catherine dengar dengan jelas itu.

“Kenapa Bastian datang cepat hari ini?”

“Ini adalah sbeuah keajaiban.”

Mendengar nama Bastian yang disebut-sebut membuat Catherine panik seketika.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!