Episode 20 - PERASAAN EDELWEIS SESUNGGUHNYA

Edelweis datang..??!

“Fik, aku ada soal yang nggak aku ngerti nih,” Miwon menunjukkan halaman buku matematika. Afika yang baru saja datang di kelas langsung dihadang di depan pintu kelas. “Tentukan kesimpulan dari Premis 1, jika hari cerah maka Budi bermain bola. Premis 2, Budi tidak bermain bola. Gimana caranya nih?”tanyanya bingung. Afika membaca buku matematika itu sambil berjalan menuju bangkunya. Hami dan Timmy mendekati Afika yang masih berusaha memahami soal tersebut. Afika mengambil pensil di dalam tasnya. Miwon tersenyum ketika melihat pensil berlabel ‘Miwon’ di tangan Afika.

“Wah, kamu masih menyimpan pensilku ya?” Afika mengangguk tanpa menoleh. Dia masih sibuk menuliskan jawaban soal itu.

“P adalah hari cerah, q adalah Budi bermain bola. Penarikan kesimpulan menggunakan prinsip modus tollens. Seperti ini susunannya,” Miwon dan Hami memperhatikan tulisan yang dibuat. Sementara itu Timmy membaca komik di bangku sebelah Afika. “Jadi kesimpulannya adalah hari tidak cerah.”

Miwon manggut-manggut.

“Oh gitu ya ternyata. Bagus deh! Makasih ya, chagiya!” kata Miwon sambil mengedipkan sebelah matanya. Afika hanya mengangguk saja. Miwon membaca bukunya lagi. Hami melihat cowok itu dengan bingung. “Mmmph..

kamu serius belajar sekarang?”

Miwon mengangguk. “Hari ini aku sangat bersemangat!” serunya menggebu-gebu.

‘PLAAK!’ Hami memukul lengan cowok itu dengan keras. Miwon terkejut dan mengaduh kesakitan.

“Lebih bagus kalau semangatmu itu kamu bawa sebelum ujian semester kemarin. Aneh banget!” cecarnya.

“Biarin. Suka-suka orang dong! Ora urus, wee!” celetuk Miwon sambil memeletkan lidah. Hami membalasnya dengan melet-melet juga. Bel masuk berbunyi. Danu berjalan menuju undakan yang berada di bawah

papan tulis. Dia memerintahkan teman-teman untuk memperhatikannya.

“Sebentar lagi orang tua kita akan mengambil raport disini. Sesuai perintah wali kelas, kita harus membersihkan sampah-sampah di lantai dan dikolong. Bangku-bangku juga harus dirapikan. Setelah selesai, kalian wajib berada di luar.”

Afika memakai lagi ranselnya. Dia, Hami, dan Miwon langsung berbaur dengan teman-temannya yang lain untuk mengambil sampah dari satu kolong meja ke kolong meja lainnya. Sedangkan Timmy masih melanjutkan membaca komiknya sambil melenggang keluar kelas. Dia lebih memilih duduk di bangku panjang yang berhadapan dengan kelasnya sambil membaca komik.

Hami yang mengetahui hal itu, segera bertindak untuk menegur gadis kecil itu. Akan tetapi belum langkahnya terhenti, dia melihat Edelweis dan Wildam sedang menyapa Timmy. Hami cepat-cepat menyenggol Afika yang membawa banyak sampah di tangannya.

“Ada Edelweis,” bisiknya. Afika melihat ke arah yang ditunjuk Hami. Bersamaan dengan itu, Timmy juga menunjuk ke arah kaca kelas. Edelweis dan Wildam berbalik melihat sesuatu di depan kaca kelas. Edelweis tampak tersenyum dan melambaikan tangannya. Wajah Afika bengong seketika. Sampah-sampah yang berada di tangannya langsung jatuh ke lantai. Afika juga melambaikan tangannya. Pikiran Afika berputar-putar, melanglang buana entah kemana. Hami segera menyadarkannya dan menunjuk seorang cowok yang tidak jauh di depannya.

“Kayaknya bukan sama kamu deh. Lihat itu!” bisik Hami lagi. Kali ini perkataannya agak greget. Penuh dengan penekanan emosional. Benar saja! Rupanya si cowok yakni si Miwon sedang tersenyum sambil melambaikan tangannya juga. “HAH! Turunin! Turunin tanganmu!” perintahnya cepat.

Wajah Afika langsung memerah, malu. Dia menjadi salah tingkah. Dengan wajah penuh malu, dia memungut sampah yang dijatuhkannya tadi. Setelah itu, dia berdiri lagi. Entah sejak kapan, Edelweis sudah berdiri di depannya. Afika menjadi terkejut karenanya.

“Lagi bersih-bersih kelas ya?” tanya Ed dengan wajah sumringah. Saking gugupnya, Afika mengangguk agak kaku seperti robot. “Kalau kelasku baru saja selesai dibersihkan,” Afika mengangguk lagi. Miwon menghampiri kakaknya. Dia langsung duduk di kursi dekat kakaknya.

“Kata ayah, nanti yang mengambil raportku itu ibu loh kak!”

“Iya. Aku sudah tau. Tadi pagi ibu memberitahu jika ayah yang akan mengambil raportku,” diam-diam Afika merasa bersyukur ketika mendengar perkataan Ed. Secara keseluruhan Ed sudah terlihat memiliki hubungan baik dengan ayahnya. Afika merasa canggung lagi ketika mata Ed kembali mengarah padanya. “Poni rambut kamu dipotong ya? Kamu tampak lebih baik dengan poni sepanjang itu. Afika memegangi poni rambutnya yang sepanjang di atas alis.

Baru tadi malam dia memotong poni rambutnya sendiri. Afika merasa ingin merubah dirinya secara perlahan. Merubah penampilan dan membuka dirinya di depan semua orang. Afika sendiri juga bingung. Sejak kapan dia memiliki kepercayaan diri untuk menjadi sedikit berbeda dalam hal yang positif. Dia benar-benar merasa ada sesuatu yang mendorongnya selama ini.

 

“Terima kasih, Ed,” hanya itu yang bisa diucapkannya. Miwon menarik beberapa helai rambut Afika.

“Kamu bilang terima kasih tanpa disuruh. Sama aku ajah nggak bilang terima kasih,” sungutnya kesal. Giliran Afika yang mengacak-acak rambut Miwon. “Duh, jangan! Style korea-ku! Tidak!” jeritnya kemudian. Edelweis dan Hami tertawa ngakak melihatnya. Pasalnya suara Miwon seperti seorang wanita yang baru saja dicopet tasnya.

 

“Kemarin kan udah!” seru Afika ikut-ikutan kesal.

“Itu kan kalau kamu disuruh baru mau bilang!” balas Miwon sambil merapikan rambutnya. Afika segera mengangkat tangannya, hendak mengacak-acak rambut Miwon lagi. Miwon bergerak cepat. Dia memegangi kedua tangan Afika. “Ayo! Kalau kamu bisa!”

‘Mereka benar-benar akrab,’ kata Ed menyimpulkan dalam hati.

“Ed! Ayo!” Wildam memanggilnya di dekat pintu kelas.

“Aku pergi dulu ya,” katanya pada Afika. Sebelum pergi, Edelweis menepuk bahu adiknya.

“Sepulang sekolah nanti kamu jadi kan menginap di rumah?” Miwon mengacungkan jempol sebagai jawabannya.

...***...

Miwon menginap di rumah ibunya. Walaupun rumah yang ditempati agak kecil, namun dia benar-benar bahagia. Karena yang ia inginkan adalah berkumpul bersama ibu dan kakaknya. Walaupun begitu, harapan keluarga untuk bersatu kembali, benar-benar yang paling diinginkannya. Bagaimanapun juga sesuatu yang retak akan mampu di tambal kembali dengan rasa kasih. Miwon sangat mendambakan dan tetap menunggu sampai itu terjadi.

Malamnya, mereka bertiga makan bersama. Mereka saling mengobrol dan tertawa satu sama lain. Mereka mengenang masa lalu yang indah-indah, kecuali sebuah kenangan yang telah meretakkan pohon keluarga. Mereka dapat menahan untuk tidak menceritakan kisah itu dan mereka bisa mengatasinya.

“Ayo! Tambah nasi, Won. Nasinya masih banyak lho,” ucap ibunya sambil memberikan wakul pada Miwon. “Kakak juga kalau mau nambah,” imbuhnya lagi pada Ed.

“Wah, maaf bu. Aku benar-benar sudah kenyang. Masakan ibu benar-benar enak. Sudah lama aku tidak memakan masakan rumah.”

Ibunya mengernyitkan kening.

“Memangnya biasanya tidak makan di rumah?” Miwon tergelak.

“Iya, bu. Setiap hari aku dan ayah makan di luar. Tidak ada yang bisa memasak. Paling-paling di rumah makan dengan mi instan atau makanan kaleng.”

“Kamu bisa kesini kapan saja. Kamu bisa membawa masakan ibu untukmu dan ayah.”

“Wah, kenapa serepot itu, bu? Bukankah lebih baik kalau ibu bisa memasak setiap hari di Gresik. Kita berempat bisa makan bersama,” spontan ibu dan Edelweis terbatuk-batuk. Miwon mengatupkan mulutnya. ‘Apakah aku salah bicara?’ pikirnya cepat. “Maksudku ibu tidak harus kesana setiap hari, tetapi..,”

“Khemm.. kkhm.. sepertinya ibu tersedak makanan,” ibunya segera meminum air putih. Edelweis juga mengambil gelas dan meminumnya.

‘Apakah ibu mau untuk kembali lagi di rumah.. seperti dulu?’ pertanyaan itu hanya tertahan di hati Miwon. Dia merasakan tanda-tanda jika ibunya sudah menolak hal itu sebelum Miwon bertanya. Begitu pula dengan kakaknya. Setelah rasa amarah di dalam hatinya, mampukah ia tinggal satu rumah dengan orang yang secara tidak sengaja menghancurkan kehidupannya.

“Tetapi apa, dik?” tanya ibunya kemudian. Miwon menggeleng dengan cepat.

“Nggak. Bukan apa-apa kok,” jawabnya sambil tersenyum. “Aku akan mencuci piring..,” Miwon bangkit dari duduknya. Edelweis langsung mencegahnya. Diambilnya piringnya dan piring ibunya. Ketiga piring kotor ditumpuknya menjadi satu.

“Biar aku saja. Kamu istirahat dulu atau ngerjain pr di dalam kamar. Terserahlah. Nanti aku akan menyusul,” kata Edelweis. Miwon mengangguk saja. Dia merasa kakaknya sudah terlihat lebih dewasa daripada dirinya. Seolah-olah kakaknya sudah menguasai pekerjaan rumah tangga. Piring-piring kotor yang bukan miliknya pun dicucinya. Tidak seperti dia yang hendak mencuci piringnya saja.

“Bu, aku ke kamar dulu ya,” ibunya mengangguk sembari tersenyum. Miwon memasuki kamar Edelweis di lantai atas. Dia duduk di kursi meja belajar.

Lalu matanya melihat poster-poster yang kebanyakan bergambar seseorang memainkan piano. Ada pula seorang cewek bergambar kartun sedang memainkan pianonya. Kemudian dia menghela nafas panjang.

Diambilnya handphone dari sakunya. Dia menekan tombol panggilan dari nama di dalam kontak telepon sambil menyunggingkan senyum. Dia merapatkan handphone di dekat telinganya.

“Halo,” tak lama suara cewek terdengar di ujung telepon sana. Wajah Miwon terlihat cerah saat mendengar suaranya.

“Jam segini lagi ngapain, Fik?” tanyanya senang.

“Uhm, nggak ngapa-ngapain. Kamu telpon ada perlu apa?”

“Yaa.. nggak ada apa-apa sih. Cuma pengen dengar suara kamu ajah. Eh, apa kita bisa video call?”

 

“Hem, tunggu sebentar.” Tak lama kemudian wajah keduanya muncul di layar handphone. Miwon tersenyum ketika memandang wajah Afika di layar. Afika sendiri bingung dengan arti senyuman cowok itu. “Kenapa?” tanyanya.

“Benar kata kak Ed. Kamu kelihatan cocok dengan poni itu. Apalagi rambutmu dikuncir kuda gitu. Jadi tambah manis,” ucap Miwon tulus tanpa melepaskan senyumannya.

“Bilang ‘manis’ lagi, aku tonjok kamu,” sahut Afika sambil memamerkan genggaman tangannya. Miwon tertawa terbahak-bahak.

“Tonjok ajah. Tapi cium aku ya sebagai bonusnya,” godanya. Wajah Afika agak bersemu merah. Afika langsung mengalihkan pembicaraan.

“Oh ya, tadi aku pergi ke mal. Iseng-iseng aku beli satu drama korea.”

Miwon terkejut sesaat.

“Ah! Jeongmal??!” Afika mengerutkan kening, tidak mengerti. “Judulnya apa? Full House Take Two?  Big? Atau..,”

“Devil Beside You. Kayaknya story-nya bagus nih. Ada ‘devil’ nya gitu. Aku harap ceritanya benar-benar menakutkan ya,” kata Afika sambil membaca bungkus kaset di tangannya.

“WHAT..??!” Miwon terperangah. Afika mengerutkan kening lagi. “Omo, kok malah taiwan sih??!” Mulut Afika langsung menganga.

“Ta.. taiwan?” ulangnya dengan wajah cengok. Ekspresi Afika yang kebingungan sambil membolak-balik bungkus kasetnya membuat Miwon tertawa lebih keras. Air matanya sampai keluar. “Memangnya beda ya?”

“Ya beda lah, non. Kamu ini gimana sih??!”  serunya di sela-sela tawa. “Kamu benar-benar nggak pernah nonton film begituan ya?”

 

“Begituan? Nggak pernah!” gerutu cewek itu agak kesal. “Aku beli kaset kayak gini kan supaya bisa nyambung kalau lagi ngobrol sama kamu dan Timmy.”

Miwon langsung terdiam.

“Kalau begitu kapan-kapan akan kucarikan kaset drama korea yang cocok untukmu,” katanya kemudian. Afika menganggukkan kepalanya.

“Hem. Makasih.”

“Lagipula Devil Beside You bukan film horor.”

“Tapi ada tulisan ‘devil’ nya tuh, apalagi ditambah ‘beside you’. Kata Afika kukuh dengan pendiriannya. Miwon tertawa lagi.

“Cakepan mana?”

“Hah?”

“Cakepan mana? Ah Meng atau aku?”

“Haa.. siapa sih?” tanya Afika tambah bingung.

“Itu tuh. Cowok yang ada di sampul kaset itu,” Afika langsung melihat bungkus kasetnya. “Cowok yang nempel sama cewek itu loh,” terang Miwon lagi. Afika melihat wajah cowok di sampul kaset itu sembari mengerutkan kening. “Gimana? Masih cakepan aku kan?” tanyanya lagi. Afika berdecak sambil menggelengkan kepalanya berkali-kali.

“Kamu buta ya??! Ya cakepan dia lah!” teriak Afika dengan mendekatkan mulut tepat di layar handphone. Miwon sampai kaget dibuatnya. Secara tidak sengaja dia melempar handphone nya di atas kasur. Dia mengelus dadanya sesaat. Lalu mengambil handphone-nya lagi. Miwon tersenyum dan semakin lama dia tertawa kembali. Dia merasakan sedikit perubahan dari Afika.

‘Gadis itu telah sedikit membuka dirinya padaku. Aku sangat senang

dia berbicara banyak padaku,’ tanpa sadar Miwon tetap tersenyum sambil memandang Afika lama. Afika memanggilnya berkali-kali.

“Hari ini kamu bersemangat sekali ya? Aku jadi senang melihatnya,” Afika hanya memalingkan muka tidak menanggapinya. Miwon melihat Afika sedang bergerak mengambil sesuatu. “Kamu lagi ngapain sih?”

“Hmm.. nggak. Sudah ya. Aku capek. Mau tidur. Sampai besok!” tak lama wajah Afika di layar handphone sudah menghilang. Miwon mulai kelabakan.

“Eh.. eh.. kok udahan sih? Woy, Fik!!!” jeritnya gemas. Seseorang membuka pintu kamar. Miwon melihat kakaknya baru saja memasuki kamar. “Eh, kakak.”

“Suara teriakan kamu terdengar dari luar loh,” ujar Edelweis. Dia menghempaskan tubuhnya begitu saja di atas kasur. “Habis nelpon siapa?"

“Ah, cuma video call ajah dengan Afika,” kata Miwon dengan santai. Dia membuka file musik di handphone. Mencari lagu yang cocok sesuai suasana hatinya saat ini. Di dalamnya kebanyakan lagu bertipe korea. Mendengar hal tu, Edelweis bangkit dari tidurnya.

“Afika?” tanyanya dengan wajah kaget. Miwon menganggukkan kepalanya sambil tetap memencet tombol handphone-nya. “Kamu kelihatan akrab banget ya sama dia?”

“Ya iyalah kak. Aku kan sudah pernah bilang. Dia itu cewek yang baik. Aku suka berteman dengannya. Bahkan sudah lama aku suk..,"

“Sepertinya sudah lama aku ingin membicarakan ini padamu,” potong Edelweis dengan wajah tertunduk. Miwon berhenti memencet handphone-nya. Dia melihat kakaknya yang memainkan jari-jarinya sambil tetap menunduk.

‘Ini tidak seperti kakaknya yang biasanya,’ pikirnya aneh. Edelweis mulai menegakkan wajahnya.

“Kayaknya aku naksir deh sama Afika,” katanya dengan wajah sumringah.

‘JDUG!’ dada Miwon seakan-akan tertusuk tombak yang sangat tajam. Dia tidak menyangka dengan apa yang baru saja di dengarnya. Dulu pernah terbesit bagaimana jika kakaknya sungguh-sungguh menyukai Afika. Akan tetapi dia tidak pernah menyangka jika hal itu benar-benar menjadi kenyataan.

‘Apa maksud kakak itu Afika-ku?!’

dia mulai terlihat panik. Dia tidak tahu harus menjawab apa. Padahal barusan dia juga ingin mengatakan bahwa dia sudah lama menyukai gadis itu.

“Dia benar-benar cewek yang baik. Aku menyukai cewek introvert seperti dia. Aku merasakan banyak kemiripanku dengan dia. Aku menyadari perasaanku itu sejak dia memainkan alunan Edelweis di atas panggung. Aku benar-benar merasa jika nada-nada yang dia mainkan seperti ditujukan padaku,” Miwon melihat gerak-gerik kakaknya agak salah tingkah. Dia tidak pernah melihat wajah kakaknya yang tersipu-sipu seperti itu. Entah kenapa Miwon sangat tidak suka melihat kelakuan kakaknya. Dia kembali memencet tombol handphone, mencari lagu-lagu dengan wajah agak suram.

“Makanya karena kamu akrab banget sama dia, bisa nggak kalau

kamu sedikit membantu kakak untuk akrab dengannya?”

Permintaan si kakak membuat dadanya semakin sesak. Dia memencet tombol tiada henti  hingga tidak sengaja memencet tombol pilihan lagu: CN Blue-Can’t Stop.

“Kak, lagu ini sangat bagus kan?” katanya sambil tersenyum paksa.

...***...

Aku tidak tahu kenapa aku melakukan hal ini. Tadi sore aku melakukan hal yang aneh. Tanpa sadar aku ingin mencari kaset drama korea. Eeh.. ternyata kata Miwon aku salah beli kaset. Belum lagi setelah itu, aku mampir di toko buku dan tidak sengaja menemukan buku yang sepertinya akan membuat seseorang senang. Aku sudah beberapa kali mendapatkan sesuatu darinya. Mungkin aku juga ingin memberinya sesuatu.

“Semoga dia suka dengan buku ini,” harapnya sambil memeluk buku yang bertuliskan Shining Star Super Junior. Dia memejamkan mata sesaat. Ekspresi senyuman cowok itu terbayang-bayang di pelupuk matanya. Dia agak tersadar.

‘Aduh! Apa yang aku pikirkan sih?!’ diusapkannya wajah dengan tangannya berkali-kali. Seakan-akan bayangan itu bisa terhapus dengan melakukan hal seperti itu. Afika segera mentupi buku itu dengan kertas

berwarna coklat. Setelah selesai melipat dan menutupinya dengan isolasi bening, Afika menulis di atas sampul itu.

From: Afika

For: Cowok K-Popers

Selamat bersenang-senang

dengan bukunya! ^_^’o

TO BE CONTINUED~

Episodes
1 Episode 1 - PROLOG
2 Episode 2 - SALING BERTEMU
3 Episode 3 - TATAPAN CEWEK BERWAJAH DINGIN
4 Episode 4 - SI PENGUNTIT
5 Episode 5 - PERUBAHAN EDELWEIS
6 Episode 6 - MENJAUHI EDELWEIS??! ITU TIDAK MUNGKIN!
7 Episode 7 - PERTEMUAN YANG TIDAK PENTING
8 Episode 8 - TIDAK ADA YANG PERLU DISEMBUNYIKAN LAGI!
9 Episode 9 - TRAGEDI SESAAT Part 1
10 Episode 10 - TRAGEDI SESAAT Part 2
11 Episode 11 - PERNYATAAN MIWON
12 Episode 12 - BELAJAR UNTUK MENERIMA Part 1
13 Episode 13 - BELAJAR UNTUK MENERIMA Part 2
14 Episode 14 - TUGAS GANDA YANG MENYENANGKAN Part 1
15 Episode 15 - TUGAS GANDA YANG MENYENANGKAN Part 2
16 Episode 16 - TUGAS GANDA YANG MENYENANGKAN Part 3
17 Episode 17 - TUGAS GANDA YANG MENYENANGKAN Part 4
18 Episode 18 - TUGAS GANDA YANG MENYENANGKAN Part 5
19 Episode 19 - BANTUAN UNTUK MIWON
20 Episode 20 - PERASAAN EDELWEIS SESUNGGUHNYA
21 Episode 21 - PILIHAN YANG SANGAT RUMIT
22 Episode 22 - MENCARI KEBAHAGIAAN MASING-MASING
23 Episode 23 - DOUBLE DATE
24 Episode 24 - PENAMPILAN SERAM MEMBAWA KEBAIKAN
25 Episode 25 - KERJA KELOMPOK YANG MENGUBAH PERASAAN Part 1
26 Episode 26 - KERJA KELOMPOK YANG MENGUBAH PERASAAN Part 2
27 Episode 27 - KEJUJURAN YANG MENYAKITKAN
28 Episode 28 - MENJADI LEBIH SEDIKIT BERANI
29 Episode 29 - LAGU SPESIAL UNTUK AFIKA
30 Episode 30 - KATA-KATA YANG MEMBUAT TERLUKA
31 Episode 31 - TIDAK BIMBANG LAGI
32 Episode 32 - HAPPY OR SAD ENDING & EPILOG
33 BONUS I : Kelanjutan Hidup Edelweis
34 BONUS II : Timmy Singgah di Hatinya
35 AUTHOR’S NOTE
Episodes

Updated 35 Episodes

1
Episode 1 - PROLOG
2
Episode 2 - SALING BERTEMU
3
Episode 3 - TATAPAN CEWEK BERWAJAH DINGIN
4
Episode 4 - SI PENGUNTIT
5
Episode 5 - PERUBAHAN EDELWEIS
6
Episode 6 - MENJAUHI EDELWEIS??! ITU TIDAK MUNGKIN!
7
Episode 7 - PERTEMUAN YANG TIDAK PENTING
8
Episode 8 - TIDAK ADA YANG PERLU DISEMBUNYIKAN LAGI!
9
Episode 9 - TRAGEDI SESAAT Part 1
10
Episode 10 - TRAGEDI SESAAT Part 2
11
Episode 11 - PERNYATAAN MIWON
12
Episode 12 - BELAJAR UNTUK MENERIMA Part 1
13
Episode 13 - BELAJAR UNTUK MENERIMA Part 2
14
Episode 14 - TUGAS GANDA YANG MENYENANGKAN Part 1
15
Episode 15 - TUGAS GANDA YANG MENYENANGKAN Part 2
16
Episode 16 - TUGAS GANDA YANG MENYENANGKAN Part 3
17
Episode 17 - TUGAS GANDA YANG MENYENANGKAN Part 4
18
Episode 18 - TUGAS GANDA YANG MENYENANGKAN Part 5
19
Episode 19 - BANTUAN UNTUK MIWON
20
Episode 20 - PERASAAN EDELWEIS SESUNGGUHNYA
21
Episode 21 - PILIHAN YANG SANGAT RUMIT
22
Episode 22 - MENCARI KEBAHAGIAAN MASING-MASING
23
Episode 23 - DOUBLE DATE
24
Episode 24 - PENAMPILAN SERAM MEMBAWA KEBAIKAN
25
Episode 25 - KERJA KELOMPOK YANG MENGUBAH PERASAAN Part 1
26
Episode 26 - KERJA KELOMPOK YANG MENGUBAH PERASAAN Part 2
27
Episode 27 - KEJUJURAN YANG MENYAKITKAN
28
Episode 28 - MENJADI LEBIH SEDIKIT BERANI
29
Episode 29 - LAGU SPESIAL UNTUK AFIKA
30
Episode 30 - KATA-KATA YANG MEMBUAT TERLUKA
31
Episode 31 - TIDAK BIMBANG LAGI
32
Episode 32 - HAPPY OR SAD ENDING & EPILOG
33
BONUS I : Kelanjutan Hidup Edelweis
34
BONUS II : Timmy Singgah di Hatinya
35
AUTHOR’S NOTE

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!