Episode 13 - BELAJAR UNTUK MENERIMA Part 2

Lapangan dipenuhi banyak siswa kelas sebelas saling bergotong-royong untuk membangun acara ulang tahun sekolah dalam setiap tenda. Tentu yang paling sibuk adalah para siswa kelas XIIPS1. Danu, ketua kelas mereka tetap keukeuh membangun rumah hantu. Padahal acaranya tinggal dua hari lagi. Danu optimis akan menyelesaikan rumah hantu tepat pada waktunya. Sementara itu, Hami mendekati Afika yang masih mengecat gabus berbentuk rerumputan ilalang dengan warna hijau tua.

“Fik,  gabus-gabus bentuk rumput ini di cat warna hijau juga ya. Terus yang bentuk batu ini di cat warna cokelat,” diserahkannya gabus-gabus yang sudah berbentuk kepada Afika.

“Makasih, Ham,” setelah menerimanya, Afika melanjutkan mengecat gabus di depannya. Namun Hami masih berjongkok disampingnya. Afika menoleh sejenak sebelum melanjutkan pekerjaannya kembali. “Hami nggak motong gabus lagi? Kasian loh Risa motongin gabus sendirian.”

“Kenapa kamu nggak ngecat bareng anak-anak yang lain? Lihat tuh, mereka yang ngecat berkelompok,” ucap Hami sambil kepalanya bergerak menunjukkan sekumpulan orang sedang mengecat gabus. Afika melihatnya sekilas.

“Pekerjaan nggak bakalan selesai kalau aku ngecat sama mereka. Yang ada nanti mereka malah ngecat sambil gemeteran,” Hami tertawa kecil mendengarnya. Afika meletakkan kuasnya dan membuka botol air mineral disebelahnya. Saat meminumnya, matanya tdak sengaja mengarah pada beberapa cowok yang berjalan melewatinya sambil mengangkat beberapa triplek. Salah seorang cowok yang sedang mengangkat triplek melihatnya.

“Chagiya!” serunya. Lambaian tangan cowok itu membuat Afika langsung tersedak. Dia terbatuk-batuk. Hami membantu menepuk punggungnya berkali-kali.

“Makanya pelan-pelan dong minumnya,” Afika melihat lagi cowok di depannya yang kini sedang diomeli oleh beberapa cowok lainnya karena melepaskan pegangan triplek. Kemudian mereka mengangkat triplek lagi. “Miwon beneran suka ya sama kamu?”

Afika mengecat lagi. Dia tidak menghiraukan pertanyaan temannya.

“Yang bilang suka kemarin itu bukan pemain sinetron tapi Miwon kan?” tebak Hami lagi. Afika tetap tidak menghiraukannya. Hami menghela nafas. “Ya udah kalau kamu nggak mau jujur,” kata Hami langsung berdiri.

“Sesekali lihatlah aku, orang yang menyukaimu. Aku serius untuk mengejarmu. Tidak peduli siapapun cowok yang kamu sukai. Aku bisa membuatmu melupakannya dengan melihat siapa diriku yang sebenarnya.”

 

Hami menatapnya heran, “Apa?”

“Kurang lebih itu yang dikatakannya,” ucap Afika sambil tetap mengecat kabus. “Sebenarnya hari ini aku ingin

menghentikannya, tapi..,”

“Tidak bisa, Fik,” perkataan Hami membuat kepala Afika menengadah. “Dia sudah bersungguh-sungguh untuk mengejarmu. Kamu pasti tidak bisa menghentikannya. Seperti yang sudah kamu lihat, dia tampak

benar-benar berusaha untuk selalu mencuri perhatianmu. Ini benar-benar pilihan yang sulit. Aku jadi penasaran apa kamu akan tetap berpendirian kuat untuk menyukai Edelweis atau belajar menerima Miwon untuk masuk ke dalam hatimu,”

“Chagiya!” Miwon memanggil Afika dari belakang. Afika dan Hami saling menatap. “Chagiya!” kemudian Afika memutuskan untuk menoleh. Miwon berdiri tidak jauh darinya. Dia sedang menggerakkan tangan tengkorak dengan wajah berkerut. Miwon tampak gembira sekali menunjukkan tengkorak yang dipegangnya. Hami menepuk pundak Afika.

“See?”

...***...

Aku baru saja mematikan mesin motor di pinggir jalan. Mataku melesat pada seorang cowok yang kukenal. Cowok yang paling aku hormati dan aku sayangi. Kini cowok itu sedang mengangkat kardus dari dalam truk bersama pegawai berseragam merah lainnya. Ternyata dia memang kerja part time di sekitar sini. Beberapa jam

sebelumnya, ayah memintaku untuk bertandang ke rumah ibu.  Rupanya ayah sudah menungguku di depan rumah.

Ayah terlihat belum berani untuk menemui ibu sendirian. Disana akhirnya ibu menceritakan betapa sulitnya hidup yang ibu dan kakak alami. Kemudian ayah menanyakan alasan kenapa kakak menunda untuk memasuki jalur Sekolah Menengah Pertama. Awalnya ibu tidak ingin menceritakannya lebih lanjut. Tetapi setelah dibujuk pelan-pelan, ibu yang masih menangis sesenggukkan, akhirnya mulai bercerita.

“Sebelumnya kami tinggal di rumah Anne, adik sepupuku di Surabaya. Saat itu aku selalu menjual kue basah di pinggir jalan. Ed juga sering menjajakan kue basah di kelasnya. Beberapa bulan kemudian, Anne berkata bahwa tiga bulan lagi dia dan anaknya akan diboyong suaminya di pulau Sumatra demi tuntutan kerja. Rumah mereka juga hendak dijual. Aku memilih untuk tidak ikut dengannya. Aku menemukan rumah yang kecil namun cukup untuk kami berdua tinggali. Keluarga Anne mulai pindah tepat hari kelulusan Ed. Tetapi saat kami pindah ke rumah baru, kami diusir oleh bapak-bapak disana. Kata mereka rumah itu akan digusur dan menyalahkanku karena telah membayar sewa rumah sebelumnya tanpa surat kontrak. Sudah beberapa kali aku katakan bahwa surat kontrak itu akan diserahkan oleh pemiliknya besok pagi. Aku telepon pemiliknya. Tetapi juga tidak diangkat. Salah satu tukang gusur itu mengatakan bahwa aku sudah ditipu. Aku memang bodoh! Benar-benar bodoh! Aku dan Ed terlunta-lunta di jalan. Aku tidak memiliki banyak sisa uang, karena selebihnya sudah aku pakai untuk sebuah rumah. Aku tidak berani meneleponmu. Karena tidak ingin menyulitkanmu lagi. Siang-malam kami bekerja dan tidur di jalanan. Aku

bekerja menjadi pemulung dan Ed menjual koran. Suatu hari Ed sakit panas dan seorang ibu pemilik warung membantu untuk membawa Ed pergi ke puskesmas. Ibu itu yang telah membantu hidup kami. Kami berdua tinggal dengannya dan membantunya di warung. Ini semua salahku karena Ed tidak bisa melanjutkan pendidikannya! Aku sangat bersalah padanya!”

Mendengar segala curahan hati ibu, membuatku hatiku bergerak untuk segera menemuimu. Ibu menunjukkan lokasi dimana biasanya kakak bekerja paruh waktu.  Kakak, sekarang aku disini untuk menemuimu. Walaupun banyak kendaraan yang lalu-lalang, namun aku masih bisa melihatmu dari jauh.

Mungkin pandanganku ini membuatnya merasa seperti diperhatikan oleh orang lain. Tak lama kakak pun juga melihatku lama dan melepas topi berwarna merah dari kepalanya. Aku juga melepas helm yang sedari tadi kukenakan.

“Kak Ed!” teriakku sembari melambaikan tangan. Kak Edelweis langsung berlari menghampiriku. Aku turun dari motor. “Tadi aku dari rumah ibu,” perkataanku membuat senyumannya memudar. Aku segera menyerahkan air

botol mineral padanya. Kak Edelweis meminumnya sampai habis. Rupanya dia sangat haus. Setelah itu kami terdiam beberapa saat. Kak Edelweis melipat kedua tangannya di dada, sementara aku memasukkan kedua tangan di dalam saku celana. Kami saling berhadapan dalam diam.

“Jadi ibu yang bilang aku kerja disini ya?” tanyanya dengan menyunggingkan senyum. Aku mengangguk dan membalas senyumnya.

“Kak Ed terlihat agak matching pakai seragam pegawai supermarket daripada seragam SMA. Terlihat lebih keren dan agak dewasa gimana gitu!” Kak Ed tertawa kecil mendengarnya. Aku ikut-ikutan tertawa. “Oh ya, tadi aku bersama ayah disana. Tetapi kami pulangnya pisah karena sebelumnya ayah berangkat dengan mamang Budi.”

Kak Edelweis menunjukkan reaksi terkejut sesaat. Tetapi setelah itu dia tersenyum kecil lagi. “Mang Budi masih jadi sopir ayah ya?” aku mengangguk lagi. Sudah jelas reaksinya tadi menandakan bahwa dia tidak menyangka bahwa ayah akan menemui ibu lagi.

“Ibu sudah cerita banyak,” kataku kemudian. Mata kak Edelweis beralih memandang berbagai kendaraan yang melintas.

“Aku sudah tahu kalau hal itu akan terjadi. Cepat atau lambat, ibu pasti akan menceritakannya,” dia melihatku lagi. “Jangan tanya kenapa saat itu ibu tidak segera menghubungi ayah. Aku yang memintanya untuk tidak menghubunginya lagi. Bahkan aku menolak dengan keras ketika ibu hendak menyerahkanku kepada ayah. Aku hanya ingin menjalani hidup berdua dengan ibu. Aku hanya ingin disampingnya dan membahagiakannya.”

Aku hanya terdiam mendengarnya. Setelah itu kak Edelweis juga tidak melanjutkan pembicaraannya.

“Sebenarnya ayah sangat menyesal karena telah melukai ibu dan kakak. Makanya ayah memilih untuk meninggalkan ibu. Ayah tidak ingin melukai ibu lagi,” aku masih melihat kak Edelweis termenung dengan kepala menunduk. "Tetapi setelah mendengar cerita ibu, ayah menjadi lebih dari sekedar perasaan menyesal karena tidak hanya menggores luka, tetapi juga menyengsarakan hidup ibu dan kakak. Tadi ibu dan ayah terus-menerus saling menyalahkan. Bahkan keduanya tidak berhenti menangis.”

Aku melihat kak Edelweis lagi. Dia masih terdiam. Aku sendiri kehabisan bahan obrolan. Jadi aku memutuskan untuk diam juga.

“Kamu masih ingat saat kamu bilang kalau Afika itu terlihat sama dengan seseorang?” tanyanya pelan. Aku menoleh padanya sesaat.

“Ya. Seperti seorang wanita yang selalu dijauhi dan dijadikan trending topic di kalangan tetangga perumahan karena fisiknya yang terlihat menyeramkan.”

“Lebih tepatnya miris. Setelah kejadian malam itu, banyak yang mempertanyakan goresan di wajah ibu. Namun ibu hanya bilang bahwa goresan itu didapat dari kecelakaan semata. Memang dasar nyonya-nyonya perumahan. Setelah itu mereka terkesan selalu jaga jarak dengan keluarga kita. Bahkan ibu sering menangis di rumah setiap usai menghadiri pertemuan bersama istri-istri perumahan.”

“Aku ingat! Parahnya mereka malah menganggap akulah yang telah melukai ibu karena aku selalu dicap sebagai anak yang nakal. Anak-anak mereka juga dilarang untuk bermain denganku lagi. Bahkan bertutur sapa pun tidak. Hahahaa.. kalau mengingat kembali gosip-gosip yang selalu mereka bicarakan, rasanya aku tidak ingin bermuka manis lagi di depan mereka. Tapi sialnya, aku masih tinggal disana sekarang. Nyesek banget!”

Kami berdua saling tertawa terbahak-bahak.

“Aku nggak habis pikir, orang-orang bisa menduga yang tidak-tidak hanya karena kamu terlihat bandel di mata mereka,” kata kak Edelweis sambil terus tertawa. Aku juga ikut tertawa.

‘YO! ONOK CHAT, YO! TEKO SOPO?! DELOKEN DEWE,YO!’dengan segera ku ambil handphone di saku seragam. Kak Ed tertawa lagi.

“Gara-gara ringtone itu, aku jadi ditertawakan teman-teman sekelas,” katanya. Aku jadi teringat ketika kali pertama aku mengunjungi rumah kak Edelweis sekaligus kali pertama kak Edelweis menerimaku kembali. Aku memaksanya untuk merekam suara kami berdua dan menjadikannya dalam ringtone chat. “Chat dari siapa, dik?” tanyanya. Aku tersenyum saat membaca chat.

“Ayah menyuruhku segera pulang untuk mencuci baju bersama,”

Wajah kak Ed tampak bingung.

 

“Ayah mencuci baju? Nggak ada pembantu di rumah?” aku menggeleng.

“Selama ini aku dan ayah saling bahu-membahu dalam membersihkan rumah. Tetapi ayah tidak suka jika membersihkan rumah sendirian.”

“Oh gitu.”

Tak lama aku mendengar seseorang berteriak memanggil nama kak Edelweis. Kami berdua menoleh ke arah cowok berbaju merah yang membawa kotak kardus di tangannya. Kak Edelweis menoleh ke arahku, “Aku harus kerja lagi. Hati-hati di jalan ya! Salam buat ayah!”

Aku terpaku mendengarnya. Aku masih berdiri melihat kak Edelweis berjalan menghampiri temannya. ‘Aku tidak salah mendengarnya kan? Kak Ed menitip salam untuk ayah! Apa itu berarti kak Ed masih belajar menerima kembali kehadiran ayah di dalam hidupnya?’

TO BE CONTINUED~

Episodes
1 Episode 1 - PROLOG
2 Episode 2 - SALING BERTEMU
3 Episode 3 - TATAPAN CEWEK BERWAJAH DINGIN
4 Episode 4 - SI PENGUNTIT
5 Episode 5 - PERUBAHAN EDELWEIS
6 Episode 6 - MENJAUHI EDELWEIS??! ITU TIDAK MUNGKIN!
7 Episode 7 - PERTEMUAN YANG TIDAK PENTING
8 Episode 8 - TIDAK ADA YANG PERLU DISEMBUNYIKAN LAGI!
9 Episode 9 - TRAGEDI SESAAT Part 1
10 Episode 10 - TRAGEDI SESAAT Part 2
11 Episode 11 - PERNYATAAN MIWON
12 Episode 12 - BELAJAR UNTUK MENERIMA Part 1
13 Episode 13 - BELAJAR UNTUK MENERIMA Part 2
14 Episode 14 - TUGAS GANDA YANG MENYENANGKAN Part 1
15 Episode 15 - TUGAS GANDA YANG MENYENANGKAN Part 2
16 Episode 16 - TUGAS GANDA YANG MENYENANGKAN Part 3
17 Episode 17 - TUGAS GANDA YANG MENYENANGKAN Part 4
18 Episode 18 - TUGAS GANDA YANG MENYENANGKAN Part 5
19 Episode 19 - BANTUAN UNTUK MIWON
20 Episode 20 - PERASAAN EDELWEIS SESUNGGUHNYA
21 Episode 21 - PILIHAN YANG SANGAT RUMIT
22 Episode 22 - MENCARI KEBAHAGIAAN MASING-MASING
23 Episode 23 - DOUBLE DATE
24 Episode 24 - PENAMPILAN SERAM MEMBAWA KEBAIKAN
25 Episode 25 - KERJA KELOMPOK YANG MENGUBAH PERASAAN Part 1
26 Episode 26 - KERJA KELOMPOK YANG MENGUBAH PERASAAN Part 2
27 Episode 27 - KEJUJURAN YANG MENYAKITKAN
28 Episode 28 - MENJADI LEBIH SEDIKIT BERANI
29 Episode 29 - LAGU SPESIAL UNTUK AFIKA
30 Episode 30 - KATA-KATA YANG MEMBUAT TERLUKA
31 Episode 31 - TIDAK BIMBANG LAGI
32 Episode 32 - HAPPY OR SAD ENDING & EPILOG
33 BONUS I : Kelanjutan Hidup Edelweis
34 BONUS II : Timmy Singgah di Hatinya
35 AUTHOR’S NOTE
Episodes

Updated 35 Episodes

1
Episode 1 - PROLOG
2
Episode 2 - SALING BERTEMU
3
Episode 3 - TATAPAN CEWEK BERWAJAH DINGIN
4
Episode 4 - SI PENGUNTIT
5
Episode 5 - PERUBAHAN EDELWEIS
6
Episode 6 - MENJAUHI EDELWEIS??! ITU TIDAK MUNGKIN!
7
Episode 7 - PERTEMUAN YANG TIDAK PENTING
8
Episode 8 - TIDAK ADA YANG PERLU DISEMBUNYIKAN LAGI!
9
Episode 9 - TRAGEDI SESAAT Part 1
10
Episode 10 - TRAGEDI SESAAT Part 2
11
Episode 11 - PERNYATAAN MIWON
12
Episode 12 - BELAJAR UNTUK MENERIMA Part 1
13
Episode 13 - BELAJAR UNTUK MENERIMA Part 2
14
Episode 14 - TUGAS GANDA YANG MENYENANGKAN Part 1
15
Episode 15 - TUGAS GANDA YANG MENYENANGKAN Part 2
16
Episode 16 - TUGAS GANDA YANG MENYENANGKAN Part 3
17
Episode 17 - TUGAS GANDA YANG MENYENANGKAN Part 4
18
Episode 18 - TUGAS GANDA YANG MENYENANGKAN Part 5
19
Episode 19 - BANTUAN UNTUK MIWON
20
Episode 20 - PERASAAN EDELWEIS SESUNGGUHNYA
21
Episode 21 - PILIHAN YANG SANGAT RUMIT
22
Episode 22 - MENCARI KEBAHAGIAAN MASING-MASING
23
Episode 23 - DOUBLE DATE
24
Episode 24 - PENAMPILAN SERAM MEMBAWA KEBAIKAN
25
Episode 25 - KERJA KELOMPOK YANG MENGUBAH PERASAAN Part 1
26
Episode 26 - KERJA KELOMPOK YANG MENGUBAH PERASAAN Part 2
27
Episode 27 - KEJUJURAN YANG MENYAKITKAN
28
Episode 28 - MENJADI LEBIH SEDIKIT BERANI
29
Episode 29 - LAGU SPESIAL UNTUK AFIKA
30
Episode 30 - KATA-KATA YANG MEMBUAT TERLUKA
31
Episode 31 - TIDAK BIMBANG LAGI
32
Episode 32 - HAPPY OR SAD ENDING & EPILOG
33
BONUS I : Kelanjutan Hidup Edelweis
34
BONUS II : Timmy Singgah di Hatinya
35
AUTHOR’S NOTE

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!