Episode 9 - TRAGEDI SESAAT Part 1

Semuanya gara-gara Miwon!

Sudah sedari tadi pagi Hami dan Timmy memberiku sejumlah pertanyaan yang harus aku tanyakan kepada Miwon. Aku juga masih bimbang apakah aku harus manut atau tidak. Apa tidak memalukan bertanya tentang keseharian Edelweis pada adiknya? Jangan-jangan sikapku nanti malah terlihat aneh dan Miwon akan segera tahu perasaanku ini! Terus dia laporin hal itu sama Edelweis??! Gyaa..!!! AKU NGGAK MAU!!! Bisa-bisa aku mati berdiri nih! Lalu aku harus bagaimana??! Nggak usah ajah deh! Kenapa aku harus berbuat hal memalukan kayak gini??!

“Eeh, sadako nyasar tuh! Kenapa kok mukulin meja kayak gitu?”

“Iya, yaa.. kayak lagi frustasi,” aku langsung menoleh ke arah sumber suara. Ini kenapa ada juga orang-orang yang nggak ngertiin perasaan aku??! Aku lagi nggak pengen kalian gosipin kayak gini! AKU EMANG LAGI FRUSTASI TINGKAT DEWA!

“HII..!!!! Mar, jangan lihat! Jangan lihat!”

“Wah, foto pak presiden kok tambah ganteng eeh.. gagah gitu yaa!” Amar dan Risa yang semula ngerecokin aku, langsung kompak melihat ke arah depan papan tulis. Ups! Apa yang sudah aku lakukan??! Gara-gara tekanan jiwaku sedikit up, membuatku menjadi gadis dengan reaksi yang agak berlebihan lagi. Pasti tadi mereka melihatku seperti bukan manusia!

“Dia sudah datang, Fik!”

“Nanti kamu pasang senyum yang agak lebar yaa!”

 

Aku menghela nafas pajang. Ini juga dua anak kok seneng banget ngurusin aku. Dengan rencana yang nggak penting kayak gini! Aku mesti gimana coba?

“Ham, aku nggak jadi.. kayaknya,” ucapku lemas. Hami melotot tidak karuan.

“Kamu bilang apa??! Hee, ini kesempatan besar loh!!!” Kulihat Miwon baru saja memasuki kelas dan menyapa teman-teman dengan wajah cerianya seperti biasa. Aku langsung terkapar di atas meja. Aku nggak becus kalau ngurusin masalah hati! Aku belum siap mental! Apalagi aku juga nggak pengen disebut cewek yang ngerebut gebetan sepupu!

“Selamat pagi, Fik! Pagi-pagi kok udah lemes kayak ikan mati?” suara Miwon mulai terdengar.’

Grrr.. kalau saja kamu bukan sodaranya Ed! Aku nggak bakalan segila ini!’ rutukku agak kesal. Aku hanya menggeser tubuh di pojok tembok agar Miwon bisa duduk di kursinya. Aku masih menutup muka di atas bangku. “Aku masih bingung harus ikut ekskul apa nih? Rada nggak minat juga sih,”

“Wah, kalau gitu aku saranin ikut teater ajah!” kini suara Timmy juga terdengar.

Miwon tertawa, “hahaha.. aku nggak merasa punya bakat disitu!”

 

“Afika,” aku mengenali suara manusia yang satu ini. Suara berat yang selalu memberi arahan di depan kelas, Danu! Aku mendongak.

“Aa.. paa, Nu?” tanyaku agak bergetar. Danu malah menjerit hebat sampai badannya nabrak meja dibelakangnya. Hami melihatnya degan heran. Sementara Timmy dan Miwon malah menertawakannya. Aku langsung menepuk jidat. ‘Apa aku memag seseram itu??!’

“He.. he.. hebat, Fik! Aku yakin kalau kamu bakalan cocok banget jadi hantu!!!” Danu senyam-senyum sambil mengurut dadanya. Aku mendelik kaget. ‘UAPAA.. HEE??!’

“Aku sudah mikirin rencana kelas kita buat ulang tahun sekolah nih. Kita akan buat RUMAH HANTU!” kami terkesiap saat mendengar rencana Danu. ‘Aku yang jadi hantunya?’ jariku menunjuk diriku sendiri. “Iya, Fik! Aku tahu kalau kamu udah dapet tugas buat main musik di panggung. Tapi aku minta tolong.. banget buat bantuin anak-anak jadi hantu. Aku yakin nggak ada yang seserem kamu!” Haa.. seseram aku??! “Dalam hal yang positif!” imbuhnya lagi.

Aku bingung harus mengiyakan atau tidak. Kalau dipikir-pikir jadi hantu nggak masalah sih. Toh, orang-orang nggak bakalan tau kalau aku siapa nantinya. Jadi aku nggak perlu khawatir. Lagipula kan aku nggak

bisa menolak permintaan teman yang lagi membutuhkan. Akhirnya aku memutuskan mengangguk kepala. Danu melonjak kegirangan.

“Yee!!! Makasih ya, Fik! Kamu emang teman yang top deh! Nggak ada yang nandingin kebaikan kamu!” seru Danu dengan wajah happy banget. Ya, ya, ya Danu.. makasih pujiannya. “Nanti aku bakalan pasang spanduk gede tulisannya.. RUMAH HANTU BERDARAH, bintang hantu bersejarah.. Afika kelas sebelas IPS satu!!! Wah, pasti bakalan rame pengunjung nih! Kita dapat untung besar! Mhuahahaa,” aku terkejut lagi saat melihat Danu sedang tertawa sembari berkacak pinggang.

Kenapa aku malah jadi bintang di rumah hantu??! Bisa-bisa pamorku jadi sadako nyasar semakin naik dan menjadi-jadi! Acara itu kan dibuka untuk umum, berarti namaku bakalan dikenal oleh seluruh dunia!

Kedua mataku mulai membelalak lebar dengan mulut yang menganga. ‘Aku nggak mau! Aku nggak mau orang-orang tau! AKU NGGAK INGIN MENONJOL!!!’ aku segera bergerak keluar dari bangku dan hendak mengejar Danu yang baru saja pergi. Miwon malah menarik kerah seragamku dari belakang. Tubuhku sama sekali tidak bisa berlari menghampirinya. Satu-satunya cara adalah dengan..

“DA.. DANU..!!!” jeritku. Anak-anak sekelas banyak yang melihat. Danu juga berbalik. “Aku nggak..,”

“Afika bilang kalau dia bakalan berusaha keras jadi hantu terbaik!” seruan Miwon membuatku cengok.

‘WHAT??!’

Aku melihat Danu lagi. Sekarang dia malah mengacungkan jempol dengan wajah sumringah.

“Good luck, Fik!” lantas dia pergi begitu saja. Tubuhku lemas seketika. Aku langsung berbalik. Sial! Miwon malah cengengesan nggak jelas.

“Fik, kamu jadi hantunya? Kamu yakin?’ hik, rupanya Hami mengerti perasaanku.

Tapi Timmy malah bilang, “Aku janji bakalan promosiin kamu ke semua fans-fansku! Kelas kita bakalan untung besar nih!” Dasar Timmy! Mata duitan kayak Danu nih anak.

“Dengan begini kan kamu sama anak-anak yang lain bisa semakin akrab,” kata Miwon sambil menepuk bahuku berkali-kali. “Papa bangga sama kamu, nak!” kemudian dia duduk dengan santai. ‘Anak ini juga! Sotoy bangeut! Niatnya sih mau bantuin aku supaya dekat sama teman-teman lainnya, tapi.. CARANYA NGGAK KAYAK GINI JUGA KALI!!!’

Dengan serta merta, aku langsung mengacak-acak dan menjambak rambutnya. Dia berteriak kesakitan. Sementara Hami dan Timmy berusaha menarik badanku untuk berhenti. Masa bodoh! Kejadian Hami yang memaksaku untuk bertanya pada Miwon tentang Edelweis maupun jadi bintangnya rumah hantu. Pokoknya semua ini gara-gara Miwon!!!!

...***...

“Nah, karena kita membuat rumah hantu, kita diijinkan untuk menggunakan tempat lebih lebar. Rutenya jadi agak panjang dan semakin menegangkan!” ucap Danu dengan wajah berseri. Jam istirahat bukannya ngajak anak-anak cowok makan di kantin eeh malah ngajak berjemur di tengah-tengah lapangan. “Peralatannya baru datang besok. Anak-anak cewek juga wajib bantu. Pokoknya besok kalian semua harus gotong royong!”

“Masa seluruh kelas ikut acara ini, Nu? Bukannya stan-stan-nya nggak bakalan muat ya?” tanyaku bingung.

Bayangkan saja kalau seluruh kelas ikut, lapangan seluas ini juga nggak cukup buat semua tenda yang nantinya akan didirikan. Apalagi rumah hantu!

“Ya nggak lah! Kakak kelas kita sibuk ngadepin Ujian Nasional dan adik kelas kita masih baru disini. Jadi mereka nggak dibebani tugas kayak gini,” jelasnya. Kepalaku mengangguk mengerti. “Ya udah yuk! Sekarang kita ke kantin. Udah laper nih!”

‘Yosh! Akhirnya makan juga!’ pekikku girang. Aku dan anak-anak cowok lainnya mengikuti Danu yang berjalan duluan. Lalu mataku tertumbuk pada dua orang gadis yang aku kenal. Mereka berdua baru saja berlari melewati pinggir lapangan. Aku hendak menyapa. Namun sepertinya mereka seperti sedang emosi dan saling tarik-menarik. Aku langsung berlari menghampiri mereka.

“Timmy! Hami!” keduanya berhenti saling menarik. “Kalian ngapain? Loh, Afika mana?” keduanya tidak menjawab. Aku bisa melihat wajah Hami yang penuh dengan raut marah. Aku tidak mengerti apa yang terjadi. Lantas Timmy menarik tanganku.

“Won, tolongin aku! Hami mau ngelabrak sodaramu!” Haa.. kenapa?

“Afika bisa bertahan kalau banyak orang yang selalu ketakutan dan menyebutnya hantu. Tapi dia pasti merasa goyah dengan apa yang dilakukan sama Ed! Hati dia pasti sudah sakit akibat perlakuan sodaramu itu!” Wait.. maksudnya apa sih??! Maksudnya Hami itu apa?

“Tadi kami bertiga melihat banyak orang yang tertarik membaca mading. Bahkan ada yang memotret juga! Kami penasaran dan ikut membaca. Ada artikel.. uhmm,” Timmy merasa bingung untuk melanjutkan kata-katanya. Aku menunggu Timmy untuk meneruskannya. Hami menarik bahuku.

“Pokoknya artikel itu berisi kalau Afika merasa bangga dengan gelar sadako di sekolah. Membuatnya serasa memiiki prestasi yang lebih baik dibanding prestasi akademik lainnya. Dan tercetak jelas nama reporternya itu aku! Aku emang disuruh Ed buat menjadikan Afika sebagai narasumber, tetapi aku nggak habis pikir dia udah mengadu domba aku sama Afika kayak gini!” seru Hami setengah emosi. Aku terpana mendegarnya. Aku sangat mengenal kak Ed. Dia nggak mungkin melakukan hal seperti itu.

“Mau kucabut tuh kertas! Tapi lapisan kacanya terkunci,” katanya lagi.

“Tenang dulu! Mungkin ini salah paham,”

“Kamu pasti nggak percaya. Sama! Aku juga. Tapi dia kan ketua mading. Dia yang terakhir kali ngecek artikel-artikel anggota lain,” penjelasan Hami membuatku ikutan panik.

“Dimana Afika sekarang?” Hami dan Timmy menggeleng. ‘Dia pasti merasa tertekan setelah membaca artikel itu,’ pikirku dengan raut sedih. “Ayo, kita ke kelas kak Ed! Mungkin dia disana sekarang!” kami bertiga segera berlari dan naik ke lantai tiga.

Sesampainya disana, kami memasuki kelas XIIPA1 disebelah tanpa jeda. Aku melihat disekitar ruangan. Tidak ada sosok kak Ed di kelas. Tetapi aku mengenal betul kedua temannya yang biasanya berjalan bersama kak Ed. Aku segera menghampiri mereka.

“Kalian tau nggak, Ed kemana?” tanyaku. Keduanya mendongak. Cowok yang berkacamata mulai menutup bukunya dan berdiri.

“Edelweis?” tanyanya balik. Aku mengangguk.

“Tadi dia dipanggil sama pak Sagu di ruang mading,” setelah mendengarnya, aku langsung berterima kasih. Namun cewek yang berdiri di dekatnya segera menarik tanganku. Aku berbalik menghadapnya.

“Kamu Miwon kan? Ed udah cerita kalo kamu itu adiknya. Kenalin, namaku Tara!”

“Won, ayo!” seruan Hami membuatku berbalik. Aku mengucapkan terima kasih lagi pada dua orang didepanku dan berlari mengejar Hami dan Timmy yang berjalan duluan. Kami menuruni tangga dengan cepat, lalu mulai memasuki ruang mading. Rupanya benar, kak Ed dan cewek yang sering berjalan bersamanya berada disana.

“Permisi,” kepalaku setengah menunduk ketika melihat pak Sagu, guru pembina mading juga berada di dalam ruangan itu. Namun Hami bertindak gegabah. Kemungkinan besar dia sudah tidak mampu lagi mengontrol emosinya.

 

‘PLAAKKK!’ satu tamparan melayang di pipi kak Ed. Hal itu membuat pak Sagu segera berdiri. Aku dan Timmy langsung menahan kedua tangan Hami yang hendak memukul lagi. Kak Ed hanya menatap kosong.

“Pak, saya permisi dulu!” cewek yang sebelumnya berdiri di samping kak Ed segera berlari kecil keluar ruangan.

“Kenapa kamu berbuat kayak gini?! Aku nggak pernah mengira kalo kamu menyakitinya seperti ini!” teriak Hami seperti kesetanan. Pak Sagu berdiri di tengah-tengah kami. Beliau menyuruh aku dan Timmy untuk melepaskan tangan Hami.

 

“Ham, tolong turunkan emosi kamu. Tolong ceritakan secara jelas tentang apa yang terjadi. Bapak akan membantu untuk meluruskan permasalahan kalian,” ucap beliau kalem. Hami mulai menarik nafas, mencoba untuk menahan amarah.

“Saya bertugas untuk menyelesaikan artikel tentang siswa berprestasi non akademik, pak. Ed mengusulkan saya untuk menjadikan Afika sebagai narasumber. Tapi tadi saya malah menemukan artikel yang berbeda atas nama saya. Dan tulisan itu tidak bisa disebut sebagai artikel melainkan rumor! Ed sudah mencemarkan nama baik teman saya, pak!” terangnya. Kak Ed berjalan mendekatinya.

“Ham, maaf. Aku sempat baca artikelmu. Isinya sangat berkaitan dengan tema dan tidak mencerminkan kejelekan orang lain. Tapi bukan berarti aku yang mengubah tulisanmu. Aku nggak mungkin melakukan hal itu

sama Afika.”

“TERUS SIAPA?! SIAPA?!! Bukannya kamu yang terakhir mengoreksi artikelku sebelu ditempel di mading??!” bentak Hami garang.

“Iya, yang ngoreksi aku sama Ma..,” kata-kata kak Ed terputus. Entah kenapa dia malah terdiam. Pak Sagu memegang bahu kak Ed.

“Edelweis, kamu ketua madingnya kan?” tanya beliau pelan. Kak Ed mengangguk.

“Kalau begitu yang seharusnya bertanggung jawab itu siapa?” kak Ed tampak terperangah. “Entah kesalahan siapapun itu, yang seharusnya paling bertanggung jawab adalah ketuanya, bukan?” kata beliau lagi. Kak Ed mengangguk lagi.

“Maafkan aku, Ham. Aku akan segera mengambil artikelnya,” suara kak Ed tampak tulus ketika mengatakannya di depan Hami.

“Kamu juga harus minta maaf sama Afika. Dia mungkin hanya diam dan menerima, tetapi hatinya jauh leih sakit. Dia pasti shock berat karena tau cowok yang disukainya melakukan sesuatu seperti itu,” kata Hami lagi.

Aku dapat melihat jelas wajah kak Ed yang agak terkejut. Mungkin dia juga nggak pernah menyangka kalau Afika naksir padanya. Aku pun juga sudah lama tahu kalau Afika naksir dengan kakakku sendiri.

Hami pamit dan mengucapkan terima kasih pada pak Sagu. Lalu dia menarik tangan Timmy keluar ruangan. Aku juga pamit dan memakai sepatu di dekat pintu. Sesekali aku melirik kak Ed yang masih berdiri ditempatnya. Matanya mulai beralih padaku.

“Aku ke kelas dulu ya, kak,” pamitku. Dia mengangguk. Aku segera keluar ruangan. ‘Kasihan kak Ed. Aku yakin jika itu bukan kesalahannya. Tidak ada alasan kak Ed harus melakukannya. Itu tidak masuk akal! Lagipula dia juga bilang bukan perbuatannya.’

“Tunggu, May! Apa maksudmu tadi kalau Ed benar-benar melakukannya?” aku baru saja menuruni tangga dan mendegar suara cewek yang kukenal. Suaranya seperti dari balik tembok, jalan menuju toilet cewek. Aku segera menengok. Benar kan?!!

Kumundurkan langkahku dan menyandarkan diri di tembok. Afika sedang berbicara dengan cewek yang tadi bersama dengan kak Ed di ruang mading. Aku mencoba mendengarkan dengan seksama.

“Won, katanya balik ke kelas?” aku berbalik. Kak Ed berjalan menghampiriku. Aku menariknya untuk ikut bersembunyi dan memberi isyarat untuk diam.

TO BE CONTINUED

Episodes
1 Episode 1 - PROLOG
2 Episode 2 - SALING BERTEMU
3 Episode 3 - TATAPAN CEWEK BERWAJAH DINGIN
4 Episode 4 - SI PENGUNTIT
5 Episode 5 - PERUBAHAN EDELWEIS
6 Episode 6 - MENJAUHI EDELWEIS??! ITU TIDAK MUNGKIN!
7 Episode 7 - PERTEMUAN YANG TIDAK PENTING
8 Episode 8 - TIDAK ADA YANG PERLU DISEMBUNYIKAN LAGI!
9 Episode 9 - TRAGEDI SESAAT Part 1
10 Episode 10 - TRAGEDI SESAAT Part 2
11 Episode 11 - PERNYATAAN MIWON
12 Episode 12 - BELAJAR UNTUK MENERIMA Part 1
13 Episode 13 - BELAJAR UNTUK MENERIMA Part 2
14 Episode 14 - TUGAS GANDA YANG MENYENANGKAN Part 1
15 Episode 15 - TUGAS GANDA YANG MENYENANGKAN Part 2
16 Episode 16 - TUGAS GANDA YANG MENYENANGKAN Part 3
17 Episode 17 - TUGAS GANDA YANG MENYENANGKAN Part 4
18 Episode 18 - TUGAS GANDA YANG MENYENANGKAN Part 5
19 Episode 19 - BANTUAN UNTUK MIWON
20 Episode 20 - PERASAAN EDELWEIS SESUNGGUHNYA
21 Episode 21 - PILIHAN YANG SANGAT RUMIT
22 Episode 22 - MENCARI KEBAHAGIAAN MASING-MASING
23 Episode 23 - DOUBLE DATE
24 Episode 24 - PENAMPILAN SERAM MEMBAWA KEBAIKAN
25 Episode 25 - KERJA KELOMPOK YANG MENGUBAH PERASAAN Part 1
26 Episode 26 - KERJA KELOMPOK YANG MENGUBAH PERASAAN Part 2
27 Episode 27 - KEJUJURAN YANG MENYAKITKAN
28 Episode 28 - MENJADI LEBIH SEDIKIT BERANI
29 Episode 29 - LAGU SPESIAL UNTUK AFIKA
30 Episode 30 - KATA-KATA YANG MEMBUAT TERLUKA
31 Episode 31 - TIDAK BIMBANG LAGI
32 Episode 32 - HAPPY OR SAD ENDING & EPILOG
33 BONUS I : Kelanjutan Hidup Edelweis
34 BONUS II : Timmy Singgah di Hatinya
35 AUTHOR’S NOTE
Episodes

Updated 35 Episodes

1
Episode 1 - PROLOG
2
Episode 2 - SALING BERTEMU
3
Episode 3 - TATAPAN CEWEK BERWAJAH DINGIN
4
Episode 4 - SI PENGUNTIT
5
Episode 5 - PERUBAHAN EDELWEIS
6
Episode 6 - MENJAUHI EDELWEIS??! ITU TIDAK MUNGKIN!
7
Episode 7 - PERTEMUAN YANG TIDAK PENTING
8
Episode 8 - TIDAK ADA YANG PERLU DISEMBUNYIKAN LAGI!
9
Episode 9 - TRAGEDI SESAAT Part 1
10
Episode 10 - TRAGEDI SESAAT Part 2
11
Episode 11 - PERNYATAAN MIWON
12
Episode 12 - BELAJAR UNTUK MENERIMA Part 1
13
Episode 13 - BELAJAR UNTUK MENERIMA Part 2
14
Episode 14 - TUGAS GANDA YANG MENYENANGKAN Part 1
15
Episode 15 - TUGAS GANDA YANG MENYENANGKAN Part 2
16
Episode 16 - TUGAS GANDA YANG MENYENANGKAN Part 3
17
Episode 17 - TUGAS GANDA YANG MENYENANGKAN Part 4
18
Episode 18 - TUGAS GANDA YANG MENYENANGKAN Part 5
19
Episode 19 - BANTUAN UNTUK MIWON
20
Episode 20 - PERASAAN EDELWEIS SESUNGGUHNYA
21
Episode 21 - PILIHAN YANG SANGAT RUMIT
22
Episode 22 - MENCARI KEBAHAGIAAN MASING-MASING
23
Episode 23 - DOUBLE DATE
24
Episode 24 - PENAMPILAN SERAM MEMBAWA KEBAIKAN
25
Episode 25 - KERJA KELOMPOK YANG MENGUBAH PERASAAN Part 1
26
Episode 26 - KERJA KELOMPOK YANG MENGUBAH PERASAAN Part 2
27
Episode 27 - KEJUJURAN YANG MENYAKITKAN
28
Episode 28 - MENJADI LEBIH SEDIKIT BERANI
29
Episode 29 - LAGU SPESIAL UNTUK AFIKA
30
Episode 30 - KATA-KATA YANG MEMBUAT TERLUKA
31
Episode 31 - TIDAK BIMBANG LAGI
32
Episode 32 - HAPPY OR SAD ENDING & EPILOG
33
BONUS I : Kelanjutan Hidup Edelweis
34
BONUS II : Timmy Singgah di Hatinya
35
AUTHOR’S NOTE

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!