Episode 16 - TUGAS GANDA YANG MENYENANGKAN Part 3

Alunan macam apa ini??? Aku merasa benci mendengarnya. Bukan karena permainan piano dari Afika. Tetapi aku merasa jika sebentar lagi memori yang sudah lama berdebu akan segera menghampiriku lagi. Aku menutup telinga kuat-kuat. Kalau  bisa tidak bernapas juga! Gyaa.. apa yang sudah aku lakukan. Aku tidak ingin mendengarnya! Tidak ingin!!!

“Kakak ngapain kayak gini?” Miwon berusaha melepas kedua tangan yang masih menempel di telingaku. Aku segera tersadar. Lalu berusaha untuk menikmatinya.

#Kembali ke masa lalu

Bayangan I (ingatan 45 %)

Seorang ayah sedang menyelimuti kedua anaknya. Setelah itu si ayah menyanyikan lagu Edelweiss hingga anak-anaknya tidur lelap. Sebelum meninggalkan ruangan, si

ayah mencium kening anaknya satu persatu.

Bayangan 2 (ingatan 60%)

Kedua anak laki-laki sedang berlari dengan bersemangat. Mereka menunjukkan hasil karya mereka pada ayahnya.

“Kita sudah hafal lagu yang sering ayah nyanyikan,” kata anak laki-laki satunya. "Kami baru saja selesai menyusun terjemahan dari lagu ini, yah!” tambah saudara laki-laki satunya. Ayahnya melebarkan senyumnya dan mengajak keduanya bernyanyi bersama.

Ayah dan kedua anaknya sedang benyanyi bersama (Ingatan 100%)

Edelweiss, Edelweiss

Setiap pagi Anda menyambut saya

Kecil dan putih, bersih dan cerah

Anda terlihat senang bertemu dengan saya

Mekar salju mungkin Anda mekar dan tumbuh

Berkembang dan tumbuh selamanya

Edelweiss, Edelweiss

Memberkati tanah air saya selamanya

#Kembali ke masa sekarang

Suara tepuk tangan membuatku tersadar. Kulihat Miwon berdiri dan tidak berhenti-hentinya berteriak.

“HIDUP AFIKA! HIDUP!”

Dasar, Miwon! Aku jadi ikut merasa senang ketika melihat rasa semangat dan kegembiraan yang selalu ditunjukkannya. Dia tidak pernah berubah.

Aku mulai melihat beberapa orang yang duduk di kursi penonton. Tampaknya para pengunjung umum banyak sekali.

‘Jika dihitung jajarannya, jadi berapa orang ya? Satu, dua, ti..,’ Aku tampak mengenali orang yang sedang duduk di kursi ketiga dari jajaranku sudut kanan sana. Aku segera berjalan di belakang jajaran kursi terakhir. Aku menelan ludah sejenak sebelum menepuk bahunya. Pria itu menoleh.

“Ayah, datang juga?”

...***...

Sejak kecil memang mama selalu memasukkanku di tempat kursus piano. Tetapi karena seiring waktu teman-teman dan guru lesku sendiri merasakan takut dengan kehadiranku sendiri, aku menjadi tidak konsen

dan tidak ingin mengikuti kursus itu lagi. Tetapi setelah itu, mama memanggil guru privat untuk mengajarkanku piano. Tetapi hasilnya sama.

Baru tiga hari, dia meminta untuk mengundurkan diri tanpa menerima uang pembayaran seperserpun. Saking marahnya, aku lampiaskan untuk bermain piano sepanjang hari tanpa henti. Setelah itu aku memutuskan untuk mencari buku-buku dasar piano hingga tingkat hard. Semuanya aku makan sendiri tanpa pendamping siapa-siapa.

Setelah SMA, aku memasuki ekskul musik. Selain berusaha mencari teman, aku juga merasa senang jika bermain piano di ruangan yang berbeda. Di dalam ruangan musik itu hanya terdapat empat orang bermain piano, termasuk aku. Molla, kelas XIIPS2; Rezal, kelas XIIPS5; dan Zeva, kelas X7.

Terkadang kami bermain piano bersama sesuai buku panduan dan diajarkan oleh bu Saya, guru pembina ekskul musik. Mereka bertiga termasuk bu Saya sangat jarang bericara denganku. Tunggu! Nggak bisa dibilang jarang sih, tapi nggak sama sekali. Kecuali aku yang memulai menyapa dan bertanya duluan.

Aku berjalan keluar lewat pintu belakang panggung. Aku langsung terkejut karena melihat Miwon menyandar di tembok luar. Dia membawa lipatan kain berwarna putih.

“Bravo! Chagiya-ku memang hebat bermain piano! Aku nggak nyangka loh! Tadi aku berteriak paling keras untukmu loh, chagiya!” serunya girang. Aku langsung membungkam mulutnya. Miwon terdiam. Kemudian kulepaskan tanganku dari mulutnya.

“Nggak usah manggil aku kayak gitu lagi. Risih mendengarnya,” sungutku kesal. “Lagian aku nggak bakal ngerti kalau kamu selalu bicara bahasa korea,” imbuhku lagi. Diam-diam mataku melirik jepit yang masih menempel di rambutnya. ‘Ukh, sekarang kok kesannya Miwon itu kelihatan cantik ya?’

“Padahal ini salah satu cara supaya kamu bisa mengenaliku lebih jauh,” aku mengerutkan kening. “Dengan begitu kamu pasti tau kalau aku ini K-popers. Selain itu, aku bersungguh-sungguh dengan panggilan sayang itu.”

Aku melongo. Kini wajah Miwon tampak serius.

Sepersekian detik wajahnya kembali ceria, “Kalau kamu nggak suka, aku panggil bebeh ajah ya!” What?! Panggilan apa itu, nggak banget! “Makasih yah, kamu memainkan alunan lagu Edelweis. Sepertinya kak Ed sudah mengingatnya lagi. Tadi ajah dia menemui ayah dan mengajaknya berkeliling di setiap stand,” aku menarik nafas lega mendengarnya.

“Syukurlah, semoga saja semuanya berjalan dengan baik ya,”

“Oh ya, ini kostumnya kamu pakai. Setelah itu kamu ke Hami ya,” diberikannya kain itu padaku. Miwon mengusap-usap rambutku, kemudian berjalan menuju rerumunan orang yang berada di lapangan.

Aku sendiri segera pergi ke toilet untuk ganti baju. Dalam perjalanan ke toilet, aku melepaskan penjepit dari rambutku. ‘Jepit ini bagus sekali,’ kumasukkan jepit rambut itu di kantong dress-ku. Setelah memasuki toilet, aku segera berganti baju.

Tiba-tiba terdengar suara-suara cewek yang sedang berteriak. Aku mencoba mengintip mereka di dekat lubang pintu. Mayang! Aku sedang melihat tubuh Mayang disudutkan oleh tiga cewek. Apakah mereka sedang membully Mayang?

“Bagus ya! Dulu yang bangga dekat sama Ed, membela Ed mati-matian, nggak rela Ed digerombolin penggemar-penggemarnya eeh.. sekarang malah dirinya yang dijauhi oleh Ed. Hahaa gokil banget!”

“Siapa yang dijauhi?” tanya Mayang mendongakkan kepalanya. Salah seorang cewek yang agak jangkung mendorong Mayang hingga terbentur di tembok.

“Nggak usah sok belagu deh! Kami lihat sendiri kalau kamu tuh nggak pernah dianggep sama Ed. Emangnya enak dicuekin sama Ed??!”

“Makanya jadi cewek nggak usah sok dekat deh. Ed itu tidak akan pernah menyukaimu,” Mayang memajukan langkahnya di depan cewek yang bertubuh jangkung itu.

“Daripada kak Nona dan penggemar lainnya yang cuma bisanya berani melihat Ed dari jauh. Setidaknya aku memiliki keberanian untuk mendekatinya. Tidak seperti kalian, hanya bergantung pada harapan dan membiarkan imajinasi kalian berjalan tanpa usaha. Kalian yang seperti itu adalah gadis yang bodoh!”

‘PLAAK!’ tubuhku sedikit gemetaran saat mendengar tamparan yang melayang di pipi Mayang. Diam-diam aku menyadari perkataan Mayang tadi. Dia sudah berusaha sedekat mungkin dengan Ed  dan sudah mengenalnya lebih jauh. Tetapi aku yang juga menyukai Ed, hanya bisa memandanginya dari jauh dengan harapan dapat menjalin hubungan dengan Ed. Selain itu ternyata sosok kak Nona itu beneran ada. Jadi hari itu Mayang benar-benar di bully oleh geng kak Nona.

“Aku nggak akan menyerahkan Ed dengan cewek-cewek putus asa seperti kalian. Saking putus asanya cuma bisanya ngebully cewek yang suka sama dia!”

‘PLAAK!’ terdengar satu tamparan lagi. Entah kenapa aku menjadi marah dengan perlakuan kakak senior itu. Aku segera membuka pintu toilet. Kehadiranku membuat ketiga kakak senior berhenti menjamak rambut Mayang.

“Tolong jangan ganggu dia!” teriakku. Ketiga cewek senior itu langsung mematu. Aku tau apa yang mereka takutkan. Penampilanku dengan pakaian putih panjang dengan wajah penuh amarah. Keseluruhan penampilanku bisa disebut satu paket berwujud hantu. Salah satunya sudah lari terbirit-birit. Sedangkan kak Nona dan satu temannya yang lain berjalan mundur hingga di sudut pintu keluar.

“I.. itu hantu ya?”

 

“Entahlah. Tetapi aura yang dipancarkannya sangat gelap.”

Aku berbicara dengan tatapan sangar, “Kalau sudah tau saya hantu, kenapa nggak langsung pergi?” aku bisa

melihat tengkuk kaki mereka gemetaran. Aku tersenyum dengan mata tajam. “Mau pergi ke neraka bersamaku?”

“GYAAAA...!!!!” Keduanya lari terbirit-birit. Aku tertawa melihat aksi histeris mereka. Setelah Mayang berjalan tertatih-tatih melewatiku, aku segera mencegatnya.

“May, kamu nggak apa-apa?” Mayang tidak menghiraukanku dan tetap berjalan menuju pintu luar. Kepalaku tertunduk lemas. Sudah jelas Mayang tidak menghiraukanku setelah kejadian yang lalu. Aku putuskan untuk menyingkirkan pemikiran negatif tentang Mayang. Aku harus meminta maaf padanya.

“Mayang, ma..,”

“Maafkan aku karena sudah berlaku kejam padamu,” aku langsung mengangkat kepala. Mayang berbicara padaku tanpa berbalik. “Terima kasih karena sudah menolongku.” Setelah mengucapkan hal itu, dia melangkah keluar. Rasanya hati ini sudah ‘plong’ mendengar perkataan Mayang. Itu berarti kita bisa saling berbicara lagi kan?

TO BE CONTINUED~

Episodes
1 Episode 1 - PROLOG
2 Episode 2 - SALING BERTEMU
3 Episode 3 - TATAPAN CEWEK BERWAJAH DINGIN
4 Episode 4 - SI PENGUNTIT
5 Episode 5 - PERUBAHAN EDELWEIS
6 Episode 6 - MENJAUHI EDELWEIS??! ITU TIDAK MUNGKIN!
7 Episode 7 - PERTEMUAN YANG TIDAK PENTING
8 Episode 8 - TIDAK ADA YANG PERLU DISEMBUNYIKAN LAGI!
9 Episode 9 - TRAGEDI SESAAT Part 1
10 Episode 10 - TRAGEDI SESAAT Part 2
11 Episode 11 - PERNYATAAN MIWON
12 Episode 12 - BELAJAR UNTUK MENERIMA Part 1
13 Episode 13 - BELAJAR UNTUK MENERIMA Part 2
14 Episode 14 - TUGAS GANDA YANG MENYENANGKAN Part 1
15 Episode 15 - TUGAS GANDA YANG MENYENANGKAN Part 2
16 Episode 16 - TUGAS GANDA YANG MENYENANGKAN Part 3
17 Episode 17 - TUGAS GANDA YANG MENYENANGKAN Part 4
18 Episode 18 - TUGAS GANDA YANG MENYENANGKAN Part 5
19 Episode 19 - BANTUAN UNTUK MIWON
20 Episode 20 - PERASAAN EDELWEIS SESUNGGUHNYA
21 Episode 21 - PILIHAN YANG SANGAT RUMIT
22 Episode 22 - MENCARI KEBAHAGIAAN MASING-MASING
23 Episode 23 - DOUBLE DATE
24 Episode 24 - PENAMPILAN SERAM MEMBAWA KEBAIKAN
25 Episode 25 - KERJA KELOMPOK YANG MENGUBAH PERASAAN Part 1
26 Episode 26 - KERJA KELOMPOK YANG MENGUBAH PERASAAN Part 2
27 Episode 27 - KEJUJURAN YANG MENYAKITKAN
28 Episode 28 - MENJADI LEBIH SEDIKIT BERANI
29 Episode 29 - LAGU SPESIAL UNTUK AFIKA
30 Episode 30 - KATA-KATA YANG MEMBUAT TERLUKA
31 Episode 31 - TIDAK BIMBANG LAGI
32 Episode 32 - HAPPY OR SAD ENDING & EPILOG
33 BONUS I : Kelanjutan Hidup Edelweis
34 BONUS II : Timmy Singgah di Hatinya
35 AUTHOR’S NOTE
Episodes

Updated 35 Episodes

1
Episode 1 - PROLOG
2
Episode 2 - SALING BERTEMU
3
Episode 3 - TATAPAN CEWEK BERWAJAH DINGIN
4
Episode 4 - SI PENGUNTIT
5
Episode 5 - PERUBAHAN EDELWEIS
6
Episode 6 - MENJAUHI EDELWEIS??! ITU TIDAK MUNGKIN!
7
Episode 7 - PERTEMUAN YANG TIDAK PENTING
8
Episode 8 - TIDAK ADA YANG PERLU DISEMBUNYIKAN LAGI!
9
Episode 9 - TRAGEDI SESAAT Part 1
10
Episode 10 - TRAGEDI SESAAT Part 2
11
Episode 11 - PERNYATAAN MIWON
12
Episode 12 - BELAJAR UNTUK MENERIMA Part 1
13
Episode 13 - BELAJAR UNTUK MENERIMA Part 2
14
Episode 14 - TUGAS GANDA YANG MENYENANGKAN Part 1
15
Episode 15 - TUGAS GANDA YANG MENYENANGKAN Part 2
16
Episode 16 - TUGAS GANDA YANG MENYENANGKAN Part 3
17
Episode 17 - TUGAS GANDA YANG MENYENANGKAN Part 4
18
Episode 18 - TUGAS GANDA YANG MENYENANGKAN Part 5
19
Episode 19 - BANTUAN UNTUK MIWON
20
Episode 20 - PERASAAN EDELWEIS SESUNGGUHNYA
21
Episode 21 - PILIHAN YANG SANGAT RUMIT
22
Episode 22 - MENCARI KEBAHAGIAAN MASING-MASING
23
Episode 23 - DOUBLE DATE
24
Episode 24 - PENAMPILAN SERAM MEMBAWA KEBAIKAN
25
Episode 25 - KERJA KELOMPOK YANG MENGUBAH PERASAAN Part 1
26
Episode 26 - KERJA KELOMPOK YANG MENGUBAH PERASAAN Part 2
27
Episode 27 - KEJUJURAN YANG MENYAKITKAN
28
Episode 28 - MENJADI LEBIH SEDIKIT BERANI
29
Episode 29 - LAGU SPESIAL UNTUK AFIKA
30
Episode 30 - KATA-KATA YANG MEMBUAT TERLUKA
31
Episode 31 - TIDAK BIMBANG LAGI
32
Episode 32 - HAPPY OR SAD ENDING & EPILOG
33
BONUS I : Kelanjutan Hidup Edelweis
34
BONUS II : Timmy Singgah di Hatinya
35
AUTHOR’S NOTE

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!