BAB 13 RENCANA YANG MULAI DISUSUN

"Apa aku benar-benar sudah kehilangan dia?" bisik Cintia pelan, menatap kosong ke arah pintu toko yang tetap diam tak bergerak. Udara sore itu terasa terlalu lengang, seakan ikut mengejek perasaannya yang campur aduk.

Namun sebelum ia sempat melanjutkan lamunannya, suara pintu berderit membuatnya tersentak. Seseorang masuk, dan ia segera mengangkat wajahnya dengan harapan yang tiba-tiba muncul, hanya untuk terbenam lagi saat melihat siapa yang datang.

"Luna," ujarnya datar, berusaha menyembunyikan kekecewaannya.

Luna tersenyum lebar, tanpa sadar bahwa kehadirannya bukanlah yang ditunggu oleh Cintia. "Hai, Cin. Aku lewat sini dan pikir mampir sebentar. Kamu nggak keberatan, kan?"

Cintia menarik napas dalam-dalam. "Tentu aja nggak. Duduk aja." Tangannya menunjuk kursi di depan meja kasir, senyum kecil terpaksa menghiasi wajahnya. Ia sudah terlalu mahir menyembunyikan perasaannya.

Luna duduk, lalu meletakkan tasnya di atas meja. "Aku cuma pengen ngobrol. Akhir-akhir ini aku senang banget bisa ngobrol sama kamu. Rasanya… ya, aku merasa lebih lega aja. Kamu tuh pendengar yang baik, Cin."

Cintia tersenyum tipis. Di dalam hatinya, ia mendengus. "Pendengar yang baik? Aku hanya mendengar untuk mencari celah menghancurkan hidupmu, Lu." Tapi wajahnya tetap ramah. Ia tahu, rencananya sedang berjalan dengan baik.

"Kamu terlalu baik sama aku," balas Cintia, menundukkan kepala, lalu berpura-pura sibuk merapikan beberapa barang di kasir. "Kadang aku ngerasa nggak pantas jadi temanmu."

Luna menggeleng cepat. "Jangan ngomong gitu, dong. Kamu tahu, aku justru senang banget akhirnya bisa dekat sama kamu. Aku banyak menyesal soal masa lalu kita. Aku tahu aku dulu jahat banget ke kamu. Aku nggak tahu bagaimana aku bisa menebus semua itu."

Cintia berhenti sejenak, memandangi Luna dengan tatapan yang hampir membuat Luna merasa bersalah lebih dalam. "Aku nggak pernah menyimpan dendam, Lu. Semua orang bisa berubah." Kebohongan sempurna, pikirnya.

Luna tersenyum lega, tapi senyum itu justru membuat hati Cintia semakin panas. "Berubah? Kau pikir permintaan maafmu bisa menghapus semua luka itu?"

Setelah Luna pergi, Cintia duduk kembali di kursi kasir, memeluk dirinya sendiri. Ia terdiam cukup lama, membiarkan semua percakapan tadi berputar di kepalanya. Ada rasa puas kecil yang mulai tumbuh di hatinya. Luna semakin percaya padanya. Langkah pertama rencananya telah berhasil.

Namun, ada sesuatu yang mengganggu pikirannya. Araf. Ia belum muncul lagi sejak terakhir kali mereka bertengkar kecil di toko ini. "Apa aku terlalu keras padanya?" pikir Cintia, tapi segera ia menggelengkan kepala. "Aku nggak boleh terganggu. Ini bukan waktunya untuk memikirkan hal lain," gumamnya sendiri.

Tiba-tiba, ponselnya bergetar di atas meja. Sebuah pesan masuk.

Araf:

"Kamu baik-baik aja? Maaf kalau aku nggak muncul akhir-akhir ini. Aku cuma butuh waktu, itu aja."

Cintia menatap pesan itu lama. Ia ingin membalas, tapi apa yang harus ia katakan? Ia menghela napas, lalu meletakkan ponsel itu kembali tanpa mengetik apapun. "Nggak sekarang. Aku nggak butuh gangguan," pikirnya.

Ia bangkit dari kursinya dan berjalan ke kamar kecil di belakang toko. Di sanalah, di balik pintu kayu yang usang, ia menyimpan sebuah kotak kecil. Ia membukanya perlahan, memastikan bahwa foto itu masih ada di dalamnya.

Foto itu adalah sebuah bukti kecil masa lalu Luna. Ia menemukannya beberapa minggu lalu, saat Luna tanpa sengaja meninggalkan tasnya di toko. Di foto itu, Luna terlihat bersama seorang pria yang jauh lebih tua darinya, dengan senyum yang terasa aneh dan penuh rahasia. "Aku tahu ada sesuatu di sini," pikir Cintia sambil menatap foto itu untuk kesekian kalinya.

Luna pernah menyebutkan pria itu sekilas ketika mereka mengobrol. Ia bilang pria itu adalah "teman lama keluarga", tapi nada suaranya saat menyebutnya terdengar canggung. Cintia tahu ada sesuatu yang disembunyikan Luna. Dan ia berencana untuk mencari tahu lebih banyak.

Hari-hari berikutnya, Cintia semakin sering menghabiskan waktu dengan Luna. Ia mulai mengundang Luna untuk datang ke toko lebih sering, bahkan kadang mengajaknya pergi ke kafe kecil di dekat Tamansari. Luna, yang merasa bersalah dan berusaha memperbaiki hubungannya dengan Cintia, tidak menolak.

"Kamu tahu, Cin," kata Luna suatu sore, sambil menyeruput minumannya. "Aku sering mikir, kalau aku bisa balik ke masa lalu, aku pengen banget minta maaf ke kamu lebih cepat. Aku nggak tahu kenapa waktu itu aku begitu jahat ke kamu."

Cintia tersenyum kecil, berusaha menahan emosinya. "Dulu, aku pikir kamu cuma benci aku. Tapi sekarang aku ngerti... mungkin kamu juga punya masalah sendiri waktu itu."

Luna mengangguk pelan, matanya menerawang. "Ya, mungkin. Keluargaku nggak pernah benar-benar harmonis, kamu tahu. Aku nggak pernah cerita ini ke siapa-siapa, tapi… aku nggak pernah merasa benar-benar punya rumah."

Cintia menatap Luna dengan ekspresi iba yang dibuat-buat. "Aku ngerti, Lu. Aku juga nggak punya rumah yang bener-bener nyaman. Ayahku… ya, kamu tahu sendiri gimana dia."

Luna menggenggam tangan Cintia di atas meja. "Aku janji, aku bakal jadi teman yang lebih baik buat kamu sekarang. Aku nggak mau ulangi kesalahan yang sama."

Cintia menundukkan kepala, menyembunyikan senyum liciknya. "Teruslah percaya padaku, Lu. Kau bahkan nggak tahu kalau aku sedang menggali kuburmu sendiri."

Percakapan dengan Luna semakin hari semakin membuka banyak rahasia. Luna mulai berbicara tentang keluarganya, termasuk tentang pria di foto itu.

"Dia teman lama keluargaku," kata Luna suatu hari saat mereka sedang duduk di bangku taman. "Waktu itu, aku masih remaja, dan dia sering datang ke rumah. Tapi aku nggak suka dia. Aku selalu merasa dia… aneh. Aku nggak tahu gimana cara jelasinya."

Cintia mengangguk, berpura-pura mendengarkan dengan penuh perhatian. "Kenapa aneh? Maksudmu, dia pernah ngelakuin sesuatu ke kamu?"

Luna terdiam sejenak, tampak ragu. "Nggak, nggak gitu. Cuma… dia sering terlalu dekat, kalau kamu ngerti maksudku. Aku nggak nyaman. Tapi aku nggak pernah bilang ke siapa-siapa, karena aku takut nggak ada yang percaya."

Cintia mengangguk pelan, menyimpan semua informasi itu dalam pikirannya. "Ini bisa jadi celah," pikirnya. Tapi ia tahu, ia harus berhati-hati. Ia tidak bisa terburu-buru.

"Kalau kamu nggak nyaman, kenapa nggak ngomong ke keluargamu?" tanya Cintia, mencoba mendorong Luna untuk bercerita lebih banyak.

Luna menghela napas. "Keluargaku nggak seperti itu, Cin. Mereka nggak peduli, selama dia nggak kelihatan berbuat salah. Jadi aku cuma… ya, aku pendam aja semuanya."

Cintia menatap Luna dengan tatapan yang seolah-olah penuh simpati. Tapi di balik itu, otaknya bekerja keras, menyusun strategi. "Kau bahkan tidak sadar, Lu, bahwa kau sedang memberiku senjata untuk menghancurkanmu."

Malam itu, setelah Luna pulang, Cintia duduk di kamarnya, memikirkan semua informasi yang berhasil ia kumpulkan. Ia tahu, ia harus menyusun langkah selanjutnya dengan hati-hati. Luna sudah mulai percaya padanya, dan itu adalah keuntungan besar.

Namun, pikirannya terganggu ketika ponselnya kembali bergetar. Sebuah pesan dari Araf.

Araf:

"Aku harus bicara sama kamu. Ini penting. Aku di depan toko sekarang."

Cintia terkejut, tapi ia segera bangkit dan berjalan ke depan. Di luar, Araf berdiri dengan wajah yang penuh kecemasan.

"Ada apa?" tanya Cintia, suaranya terdengar dingin meskipun ia sebenarnya penasaran.

Araf menatapnya dalam-dalam. "Aku cuma mau tahu satu hal, Cin… Apa yang sebenarnya kamu rencanakan?"

Cintia tertegun.

Terpopuler

Comments

⧗⃟ᷢʷ мιѕѕнαιυ🐌

⧗⃟ᷢʷ мιѕѕнαιυ🐌

🥺

2025-02-20

1

lihat semua
Episodes
1 BAB 1 AWAL MULA.
2 BAB 2 BULLYING SOSIAL.
3 BAB 3 WAJAH TERSEBUNYI.
4 BAB 4 HUBUNGAN YANG MULAI TERJALIN.
5 BAB 5 AWAL KEPERCAYAANNYA.
6 BAB 6 MASA LALU YANG KEMBALI.
7 BAB 7 LUKA YANG BELUM SEMBUH.
8 BAB 8 LUKA YANG BELUM SEMBUH 2
9 BAB 9 RAHASIA ARAF.
10 BAB 10 PERTEMUAN DENGAN AYAH
11 BAB 11 HUBUNGAN YANG MULAI TERJALIN.
12 BAB 12 PENGHIANATAN ATAU KESALAHPAHAMAN?
13 BAB 13 RENCANA YANG MULAI DISUSUN
14 BAB 14 ARAF KEMBALI, TAPI DENGAN JARAK.
15 BAB 15 LANGKAH PERTAMA BALAS DENDAM
16 BAB 16 PERTEMUAN DENGAN LUNA.
17 BAB 17 ARAF MENEMUKAN PETUNJUK.
18 BAB 18 ALAM BAWAH SADAR.
19 BAB 19 BAYANGAN DALAM MIMPI.
20 BAB 20 BAYANGAN DI BALIK SENYUM.
21 BAB 21 MUSUH DI BALIK BAYANGAN
22 BAB 22 MUSUH DI BALIK BAYANGAN 2
23 BAB 23 JERAT YANG SEMAKIN DALAM.
24 BAB 24 PILIHAN YANG BERBAHAYA.
25 BAB 25 TARGET BARU
26 BAB 26 BABAK AWAL-RADITYA
27 BAB 27 PERMAINAN BARU.
28 BAB 28 TELAK!
29 BAB 29 KEPEDULIAN ARAF.
30 BAB 30 KETULUSAN HATI
31 BAB 31 HATI YANG MELULUHKAN
32 BAB 32 SESUATU YANG LEBIH KUAT DARI DENDAM ~CINTA~
33 BAB 33 BENCI YANG MULAI MEMUDAR.
34 BAB 34 PENGAKUAN ARAF
35 BAB 35 KEMBALINYA LUNA.
36 BAB 36 TOPENG YANG TAK RETAK.
37 BAB 37 PERMAINAN AWAL.
38 BAB 38 MENIKMATI PERMAINAN.
39 BAB 39 DI BALIK SENYUM MANIS.
40 BAB 40 SEMAKIN DEKAT DENGAN KEHANCURAN
41 BAB 41 PERMAINAN YANG BERUJUNG PERANG.
42 BAB 42 MENDEKATI API.
43 BAB 43 CINTIA DAN PERMAINAN CATUR YANG IA CIPTAKAN.
44 BAB 44 CATUR PERMAINAN.
45 BAB 45 PERMAINAN YANG BERLANJUT.
46 BAB 46 CINTA YANG TAK BISA DIHINDARI
47 BAB 47 DUA HATI YANG TERJEBAK.
48 BAB 48 SEKUTU DALAM KEGELAPAN.
49 BAB 49 MEMPERERAT JERAT.
50 BAB 50 MENUTUP RUANG GERAK LUNA!
51 BAB 51 AWAL KEHANCURAN LUNA.
52 BAB 52 KEHANCURAN LUNA.
53 BAB 53 KEHANCURAN LUNA BAGIAN 3
54 BAB 54 KEMENANGAN CINTIA!
55 BAB 55 AWAL KEHIDUPAN BARU CINTIA
Episodes

Updated 55 Episodes

1
BAB 1 AWAL MULA.
2
BAB 2 BULLYING SOSIAL.
3
BAB 3 WAJAH TERSEBUNYI.
4
BAB 4 HUBUNGAN YANG MULAI TERJALIN.
5
BAB 5 AWAL KEPERCAYAANNYA.
6
BAB 6 MASA LALU YANG KEMBALI.
7
BAB 7 LUKA YANG BELUM SEMBUH.
8
BAB 8 LUKA YANG BELUM SEMBUH 2
9
BAB 9 RAHASIA ARAF.
10
BAB 10 PERTEMUAN DENGAN AYAH
11
BAB 11 HUBUNGAN YANG MULAI TERJALIN.
12
BAB 12 PENGHIANATAN ATAU KESALAHPAHAMAN?
13
BAB 13 RENCANA YANG MULAI DISUSUN
14
BAB 14 ARAF KEMBALI, TAPI DENGAN JARAK.
15
BAB 15 LANGKAH PERTAMA BALAS DENDAM
16
BAB 16 PERTEMUAN DENGAN LUNA.
17
BAB 17 ARAF MENEMUKAN PETUNJUK.
18
BAB 18 ALAM BAWAH SADAR.
19
BAB 19 BAYANGAN DALAM MIMPI.
20
BAB 20 BAYANGAN DI BALIK SENYUM.
21
BAB 21 MUSUH DI BALIK BAYANGAN
22
BAB 22 MUSUH DI BALIK BAYANGAN 2
23
BAB 23 JERAT YANG SEMAKIN DALAM.
24
BAB 24 PILIHAN YANG BERBAHAYA.
25
BAB 25 TARGET BARU
26
BAB 26 BABAK AWAL-RADITYA
27
BAB 27 PERMAINAN BARU.
28
BAB 28 TELAK!
29
BAB 29 KEPEDULIAN ARAF.
30
BAB 30 KETULUSAN HATI
31
BAB 31 HATI YANG MELULUHKAN
32
BAB 32 SESUATU YANG LEBIH KUAT DARI DENDAM ~CINTA~
33
BAB 33 BENCI YANG MULAI MEMUDAR.
34
BAB 34 PENGAKUAN ARAF
35
BAB 35 KEMBALINYA LUNA.
36
BAB 36 TOPENG YANG TAK RETAK.
37
BAB 37 PERMAINAN AWAL.
38
BAB 38 MENIKMATI PERMAINAN.
39
BAB 39 DI BALIK SENYUM MANIS.
40
BAB 40 SEMAKIN DEKAT DENGAN KEHANCURAN
41
BAB 41 PERMAINAN YANG BERUJUNG PERANG.
42
BAB 42 MENDEKATI API.
43
BAB 43 CINTIA DAN PERMAINAN CATUR YANG IA CIPTAKAN.
44
BAB 44 CATUR PERMAINAN.
45
BAB 45 PERMAINAN YANG BERLANJUT.
46
BAB 46 CINTA YANG TAK BISA DIHINDARI
47
BAB 47 DUA HATI YANG TERJEBAK.
48
BAB 48 SEKUTU DALAM KEGELAPAN.
49
BAB 49 MEMPERERAT JERAT.
50
BAB 50 MENUTUP RUANG GERAK LUNA!
51
BAB 51 AWAL KEHANCURAN LUNA.
52
BAB 52 KEHANCURAN LUNA.
53
BAB 53 KEHANCURAN LUNA BAGIAN 3
54
BAB 54 KEMENANGAN CINTIA!
55
BAB 55 AWAL KEHIDUPAN BARU CINTIA

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!